Terikat Namun Tak Bertali Ke Sepuluh: Senja Terasa Memanjakan Mata.
“Tak apa jika satu-satunya yang bisa dijadikan rumah hanyalah diri sendiri. Tak semua yang kita rasa harus diceritakan, karena banyak manusia tak paham apa yang kita rasakan. Terkadang mereka hanya pintar menghakimi namun tak tahu bagaimana rasanya jadi diri ini.”
-Jupiter•
•
•
Gadis itu menganga lalu menutup mulutnya, kedua matanya juga membola. Seperti ... gadis itu hanya tidak menyangka bahwa lomba puisi yang akan ia ikuti ini adalah peluangnya untuk menuju cita-citanya.
“Berarti aku harus menang? Oh baiklah, aku akan berlatih dengan sungguh-sungguh.” Winnie begitu semangat. Matanya berbinar-binar.
“Tapi, Nak. Karena hadiah yang sebesar itu, pasti banyak juga sainganmu yang puisinya tak kalah indah denganmu. Tidak mustahil juga, bahwa puisi mereka lebih indah dari milikmu. Begitulah, tidak ada yang mudah dalam menggapai cita-cita.”
Winnie memanyunkan bibirnya, Bi Inah benar. Semua tidak akan mudah, tetapi tak apa. Winnie akan berusaha sebisanya, dan soal hasil, Tuhan sudah mempersiapkan yang terbaik untuknya.
“Tak apa, yang penting kau sudah berusaha. Selain usaha, doa itu juga penting, Nak,” nasihat Bi Inah.
Winnie kembali tersenyum, benar juga, tak ada yang harus dipikirkan. Yang penting sudah berusaha keras, dan tak lupa juga berdoa.
“Itu benar, Win. Kalau kalah juga tak apa, yang penting kau sudah berusaha. Aku dan Ibu akan tetap bangga bagaimanapun nanti hasilnya,” kata Jupiter yang berhasil membuat semangat Winnie kembali.
Kini mereka mulai serius, Bi Inah mengajari Winnie ilmu dasar perpuisian dan berbagai macam yang diajarkan Bi Inah pada gadis itu. Jupiter di sana hanya bisa menyimak, sesekali mengintip puisi yang ditulis Winnie.
“Ish, jangan mengintip! Nanti kalau sudah waktunya aku bacakan padamu.” Winnie menjauh beberapa senti dari Jupiter.
Lelaki itu menatap usil gadis di sampingnya, ingin sekali rasanya mengusili, namun tak jadi, sang Ibu sudah duluan menasihati.
“Nak, jangan ganggu Winnie, biarkan dia fokus merangkai puisinya.”
Untuk mengobati rasa bosannya, Jupiter memilih membuka ponsel. Mempelajari filosofi-filosofi bunga bukanlah hal buruk.
***
Fana merah jambu mulai menyingsing, berganti dengan sinar kejinggaan milik senja. Dua orang manusia berada di sebuah taman yang begitu memiliki banyak kenangan untuk mereka.
“Nona, silakan baca puisimu. Biarkan senja mendengar puisi indah itu, atau bahkan, kau ingin mengatakan sesuatu pada swastamita.”
Winnie membuka bukunya, entah senja memang tempat orang untuk menaruh luka atau memang pada dasarnya senja semenyakitkan yang ia rasa.
“Senja Terasa Memanjakan Mata.”
“Di kala fana merah jambu mulai menyingsing, berganti dengan senja yang memiliki warna kejinggaan. Padahal, senja itu indah dan menawan, tetapi mengapa? Senja hari ini begitu menyakitkan.”
“Apakah karena senja itu tempat untuk menitipkan pesan? Sebab kadang kala, ketika dunia dengan jahatnya memisahkan dua insan yang saling mencinta, tempat terbaik menitipkan pesan rindu adalah senja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]
RandomPadma Arumi, gelar yang Jupiter sematkan untuk Winnie. Padma yang bermakna teratai merah, dan Arumi yang memiliki arti wangi. Diambil dari diksi. Bukan tanpa alasan gelar itu Winnie sandang, pasalnya gadis itu terlahir dengan rambut merah, serta mem...