Terikat Namun Tak Bertali Ke Tiga Puluh Tujuh: Perpisahan.
"Saling mencinta namun tak saling memiliki, bagaikan terikat namun tak bertali. Dua jiwa yang dipertemukan hanya untuk pembelajaran, kini terpisah menyisakan duka. Mereka tahu kalau semesta hanya bercanda, namun mereka menanggapinya dengan bahagia."
-Sainah.•
•
•
Untuk pertama kalinya, Winnie melihat dua wajah orang yang begitu dirindukannya. Ayah? Kakak? Ini baru pukul 07.00 pagi namun kedatangan mereka mampu membuat Winnie begitu bahagia.Tanpa aba-aba, Winnie berhambur ke pelukan Katarin. Memeluknya dengan erat, menghilangkan segala rindu yang menyesakkan. Katarin pun, melepaskan koper yang dipegangnya, memeluk sang adik tak kalah erat.
Mereka diam, namun isakan terdengar begitu pilu. Air mata yang jatuh dari kelopak mata mereka bersuara, menceritakan sesakit apa kala mereka dipisahkan secara tiba-tiba, dan hari ini pun dipertemukan lagi secara tiba-tiba.
Dahayu memalingkan wajahnya melihat itu, sementara Jaka menunduk, tak kuat menyaksikan dua orang yang saling merindu, kini menemukan obat yaitu bertemu.
Katarin melepas pelukannya, menghapus air mata sang adik. "Setelah sepuluh tahun, Win, rindu yang hampir berkarat ini akhirnya menghilang," ucap Katarin.
"Tapi, ini pertemuan pertama dan terakhir kita lagi, ya?" batin Katarin.
Katarin sudah diberitahukan tentang janji sepuluh tahun lalu, sehingga walaupun berat, ia tetap menerimanya. Yang Katarin harap adalah mereka berempat bisa bersama, tak ada lagi yang tinggal di Australia.
Winnie menangguk, malam tadi sang ibu juga sudah menjelaskannya. Gadis itu tak ingin juga seperti ini, namun rupanya yang hancur tetaplah hancur, tak akan bisa diperbaiki lagi apalagi rusaknya sudah 10 tahun lalu.
"Duduk dulu, pesawatnya masih lama, kan, lepas landas?" ucap Dahayu, membuyarkan pikiran mereka.
Winnie kini terkekeh, dan Katarin tersenyum. Mereka lalu duduk di sofa panjang berdua, sementara Dahayu dan Jaka duduk di sofa tunggal berjauhan.
Dahayu melirik ke arah tangan kanan Winnie, dijari manisnya sudah tak ada cincin itu lagi. Dahayu hanya bisa membuang napas panjang.
"Kamu hanya merindukan Winnie, ya, Katarin?" tanya Dahayu.
"Nggak lah, aku kangen banget juga sama Mama, dan ... teman masa kecil aku," jawab Katarin sambil terkekeh.
Winnie berusaha menanggapi dengan tersenyum, meskipun ia gadis yang cengeng. Kalian tahu? Dia mati-matian menahan air matanya.
Gadis itu bahkan menggigit bibir bawahnya, hingga sangat sakit dan hampir berdarah hanya untuk membungkam mulutnya agar tak lagi menangis.
"Kak, maaf, ya, aku harus pergi lebih cepat, kita emang seharusnya menghabiskan waktu barang sedikit lebih lama. Tapi, ada tempat yang harus aku datangi, dan aku harus pergi," ucap Winnie, gadis itu bahkan menyebutnya dengan perasaan tak enak.
Katarin yang penuh gembira berakhir sendu, menatap wajah adik kecil yang dulu begitu manis kini sudah menjadi seorang gadis yang begitu cantik. Katarin tak mau pertemuan mereka hanya hitungan menit saja.
"Jam berapa pesawatnya berangkat, Yah?" tanya Katarin pada sang Ayah.
"Pukul sembilan."
Sebenarnya mereka sudah tiba malam tadi, namun memilih untuk menginap di hotel dulu sementara, lalu besok pagi mereka akan menuju pada kediaman Winnie dan Dahayu. Lebih tepatnya, kediaman mereka berempat dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]
Ngẫu nhiênPadma Arumi, gelar yang Jupiter sematkan untuk Winnie. Padma yang bermakna teratai merah, dan Arumi yang memiliki arti wangi. Diambil dari diksi. Bukan tanpa alasan gelar itu Winnie sandang, pasalnya gadis itu terlahir dengan rambut merah, serta mem...