34. Cincin, Cinta, Dan Pewarisnya

170 23 0
                                    

Terikat Namun Tak Bertali Ke Tiga Puluh Empat: Cincin, Cinta, Dan Pewarisnya.

"Perang harus usai, meskipun untuk mencapainya kita harus tercerai-berai, sehingga cinta itu harus jadi membangkai."
-Nizar.

Usai mengantar Winnie sampai rumah, Ghea kini mengayuh sepedanya ke rumah Nizar. Ingin protes pada Nizar, akibat lelaki itu, lihat! Pipinya jadi memiliki cap lima jari.

Ghea mengetuk pintu rumah itu, perlahan pintu terbuka namun sang empu bersembunyi di balik pintu. Takut tersentuh oleh matahari.

"Masuk," ujarnya dari ketemaraman.

Ghea masuk, gadis itu bersidekap dada, menatap sinis ke arah seorang lelaki yang ada di depannya. Walaupun rumah itu temaram, Nizar bisa melihat jelas cap lima jari yang membekas berwarna kemerahan pada pipi Ghea.

Lelaki itu memegang dagu Ghea, membolak-balikkan wajah Ghea membuat sang gadis menoleh ke kanan-kiri. "Kok bisa gini? Papamu marah karena apa lagi?"

"Karena lo ngajak gue jalan malam-malam!" ucap Ghea ketus sambil mewajahkan muka masam.

"Maaf, aku nggak bermaksud gitu." Nizar merasa bersalah.

Ghea tertawa terbahak-bahak setelahnya, gadis itu mendekat ke arah Nizar, tangan kanannya memegangi sebelah bahu Nizar. "Gue nggak papa, Zar. Gue minta cuman satu, please jangan main-main sama perasaan gue."

"Gue rela nerima hukuman dari Papa, di pukul pake sapu, di tampar berkali-kali, gue nggak masalah. Asalkan gue nggak berjuang sendiri, asalkan lo benar-benar serius sama gue."

Ghea benar-benar tak apa bahkan jika badannya harus babak belur dihajar ayahnya, pun sampai wajahnya bengkak karena tamparan yang tak henti di layangkan. Ghea tak apa, asalkan perasaannya di balas, di terima, dan dirinya di sayangi selayaknya seorang putri.

"Gue emang nggak pernah jatuh cinta, tapi sekalinya jatuh, gue bakal nggak mau bangun lagi. Dalam artian, gue bakal lakuin apapun demi gue sama dia bisa bersama. Zar, gue tu selalu takut kalau-kalau gue nemuin cowok yang sifatnya kayak bokap gue lagi."

Tanpa aba-aba lelaki itu memeluk Ghea, sekarang tak ada lagi yang akan melukai gadisnya, Ghea telah aman bersamanya. "Kamu nggak boleh sakit lagi, stop ngorbanin tubuh kamu hanya demi aku yang nggak bisa melakukan apapun buatmu."

Perlahan, Ghea membalas dekapan itu, ia memeluk Nizar tak kalah erat. Terima kasih Nizar, kau telah memberi rumah nyaman pada gadis yang terlalu di paksa sempurna itu.

Lelaki itu membelai penuh sayang rambut Ghea. "Maaf aku menyentuhmu, aku hanya ingin memberimu kehangatan. Di rumahmu pasti dingin, kan? Kemarilah, aku akan menjadi tempat pulang terhangatmu."

Ghea meremat baju Nizar, ekspresi penuh ceria itu menghilang, topengnya telah jatuh terhempas jauh. Ghea memperlihatkan sisi lemahnya, gadis penuh tawa itu kini menangis pelan di pelukan Nizar.

"Tak apa, aku akan menerimamu apa adanya. Ghea, aku tau kamu terluka, jangan memakai topeng yang terlalu tebal."

Dikira Nizar tak melihatnya? Luka goresan yang ada di tangan Ghea, Nizar menyadarinya. Gadis itu gagal, gagal untuk keseribu kalinya untuk tak lagi menyakiti dirinya ketika hatinya terluka.

Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang