13. Puisi Tanpa Judul?

336 25 0
                                    

Terikat Namun Tak Bertali Ke Tiga Belas: Puisi Tanpa Judul?

Ribuan kata tersusun rapi dalam karya, aku turut menyuruh setiap huruf untuk menjadi saksi, ketulusan cinta ini. Berharap juga, buku dan pena sudi menceritakan kisah cinta mereka.
-Winnie.

“Hueekk!”

Winnie segera memuntahkan nasi goreng yang tadi dimakannya. Rasa yang sangat aneh. Apa ini? Nasi? Goreng? Rasanya manis? Ah, sungguh ada-ada saja.

“Astaga, astaghfirullah, ya Rabbi! Malu!!” Saking malunya, gadis itu sampai bingung mau menutupi malunya dengan menyebut apalagi. Gadis itu menutupi wajah kuning langsatnya yang memerah.

Jadilah, setelah membuang nasi manis itu, ia juga turut membasuh piringnya. Lalu mencuci muka, yang sudah merah tak karuan sebab malu pada Jupiter, dan juga....

“Jangan-jangan Bi Inah juga memakan masakanku? Asta—aishh ... ya sudahlah. Ini benar-benar memalukan. Sungguh.” Gadis itu terus menghentakkan kakinya sambil menahan malu, masih dengan wajah yang ia tutupi dengan kedua tangan.

Setelah hampir satu jam tantrum melampiaskan rasa malunya, Winnie akhirnya tenang dan mulai menepuk-nepuk dadanya, seolah mengatakan sabar pada dirinya. Turut mengatur napas. Tarik. Tahan. Buang.

“Tidak apa-apa, tadi itu sungguhan tak apa." Meyakinkan diri, bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Napas yang paling lega berhasil terhembus, gadis itu membuka gorden kamarnya, melihat suasana malam. Siapa tahu ada inspirasi lagi di malam.

Namun Winnie kembali ingat pada kejadian yang barusan terjadi, membuatnya menyembunyikan wajah di balik kedua tangan lagi. Meringis dalam hati.

Gadis itu berusaha fokus, Winnie kemudian menyeret kursi ke arah jendela, hanya untuk memandangi lebih jelas suana indah malam. Yang menenangkan.

Tidak hujan, namun hanya rintik kecil yang biasa pula disebut gerimis atau rinai. Alhasil, gadis itu terdiam memandangi banyaknya gerimis yang turun menghantam daerahnya.

Rasa kantuk mulai tiba, jam dinding baru menunjukkan pukul 22.00 kurang sedikit. Tak terlalu malam namun mata gadis itu sudah mengantuk saja, bahkan sebait puisi pun sudah hilang dari ingatannya.

Akibat kejadian tadi itulah yang menghanguskan ratusan kata yang menari-nari di benaknya. Gadis itu sudah tak tahan, matanya benar-benar mengantuk. Mulutnya mulai menguap, bahkan matanya sudah meredup. Bagaikan lampu lima Watt.

Tak ada pilihan lain selain tidur, bukan hanya menghilangkan kantuk, juga untuk melupakan kejadian yang sangat memalukan tadi.

***

Pagi berikutnya tiba, gadis itu sudah tak ingat kejadian malam tadi, tak apa, sabtu pagi yang cerah harus dihiasi dengan kenangan yang indah.

Ghea kembali menjemput gadis itu, sekalian membicarakan sesuatu yang ingin ia sampaikan.

“Hei, kalau menang juara satu lomba melukis hadiahnya apa?” Bertanya, sementara matanya fokus pada jalanan.

“Aish, hadiahnya itu tidak penting, yang penting itu kau menemaniku ikut lomba. Hadiahnya tidak menarik, mungkin uang dan alat lukis, juga ... kanfa.”

“Hah? Kanfa?” Ghea bertanya heran. Kanfa? Apa itu kanfa?

“Iya kanfa, kalau tidak salah.” Winnie memegangi dagunya, berpikir—mengingat-ingat.

Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang