Terikat Namun Tak Bertali Ke Sebelas: Penyakit Porfiria.
“Hei, siapapun kau, yang pernah menangis sesegukan di kamar, bahkan bantal pun menjadi saksi bisu bahwa dirimu begitu lelah merasa sendiri. Tak mengapa jika kau merasa tak ada yang bisa mengerti dirimu, namun ingat. Tuhan tak pernah tidur dan selalu menunggu dirimu datang kepada-Nya.”
•
•
•
“Astaghfirullah, Ibu!!” Jupiter langsung berlari menghampiri Ibunya. Wanita itu pingsan tepat di dekat kulkas di dapurnya. Jupiter meletakkan punggung tangannya pada kening sang Ibu, sangat panas.
Dengan kekuatan seadanya, Jupiter membopong tubuh wanita itu ke kamarnya. Perlu waktu sebab lelaki itu hanya melakukannya seorang diri. Setelah akhirnya mampu merebahkan sang Ibu, lelaki itu lantas mengambil kompres, lalu meletakkannya ke dahi Bi Inah.
Lelaki itu hanya bisa menunggu sang ibu siuman, sambil berdoa dan menyebut sang pencipta. Jupiter terus risau, khawatir kalau-kalau ibunya menderita suatu penyakit serius. Semoga saja tidak.
Tapi setelah diingat-ingat, sedari kemarin hingga larut malam hari ini, ibunya sangat jarang menyentuh makanan. Kata sang Ibu; “Ibu tidak nafsu makan, kau saja yang makan duluan.”
Walaupun yang memasak memang Jupiter, tetapi ia ingin ibunya mencicipi masakannya, siapa tahu ada bumbu yang kurang, bukan? Entah mengapa tiba-tiba tak mau makan.
Tapi tidak biasanya Bi Inah seperti itu, bahkan sedari siang tadi, wajah ibunya itu nampak pucat pasi. Jupiter jadi merasa bersalah karena hal ini, tapi bagaimana lagi? Siang tadi Jupiter sibuk memetiki bunga untuk dijual, hingga lupa mengecek kesehatan sang ibunda.
“Kenapa aku bisa lupa mencek keadaan Ibu.” Bergumam sambil memijat-mijat kepalanya.
Setelah duduk di samping ibunya selama hampir setengah jam, akhirnya sang ibu siuman. Tetapi Jupiter sudah terlanjur lelap, lelaki itu tidur sambil menelungkupkan wajah.
Sebab Bi Inah tak melihat, ia lalu memanggil nama sang anak, tak tahu anaknya sedang apa sekarang.
“Jupiter.”
Merasa namanya dipanggil, lelaki itu mulai terbangun, lantas mengucek-ucek matanya. Menatap ibunya yang baru saja sadar dari pingsannya.
“Iya, Bu. Ibu kenapa? Sakit apa? Ibu lapar? Atau Ibu mau aku ambilkan minum?” Pertanyaan bertubi-tubi dari Jupiter, pasalnya lelaki itu sangat khawatir.
“Ibu tidak apa-apa, ambilkan Ibu air putih saja. Ibu tunggu, jangan lama.” Wanita itu memberikan senyuman teduh.
Mendengarnya, Jupiter lantas bergegas ke dapur, mengambil cangkir bening lalu mengisinya dengan air putih.
Jupiter menyerahkan air minum itu pada ibunya, lantas meminta maaf sebab dirinya terlalu sibuk hingga lupa pada kondisi sang ibunda.
“Maaf, Bu, aku tadi terlalu sibuk memetik dan menjual bunga, sampai lupa dengan Ibu. Ibu juga kenapa tidak bilang padaku kalau Ibu tengah tak enak badan?” Jupiter bertanya dengan wajah risau.
Wanita setengah baya itu tersenyum dengan bibir pucatnya, lalu mengusap rambut sang putra. Meyakinkan bahwa dirinya hanya demam biasa.
“Pasti karena Ibu tidak mau makan, aku ambilkan makanan dulu, biar aku yang menyuapi Ibu. Dan Ibu tidak boleh menolak.” Lelaki itu bergegas beranjak, sebelum sang Ibu berkata sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]
RandomPadma Arumi, gelar yang Jupiter sematkan untuk Winnie. Padma yang bermakna teratai merah, dan Arumi yang memiliki arti wangi. Diambil dari diksi. Bukan tanpa alasan gelar itu Winnie sandang, pasalnya gadis itu terlahir dengan rambut merah, serta mem...