28. Romantis Bersama Si Manis

182 19 0
                                    

Terikat Namun Tak Bertali Ke Dua Puluh Delapan: Romantis Bersama Si Manis.

"Kita hanyalah dua yang berbeda. Yang satu lebih bahagia, yang satu lebih terluka. Maukah kamu yang jago menyulam bahagia, mengajariku apa itu cinta? Dan kita hanyalah dua yang berbeda. Yang satu telah dewasa, yang satu lagi kewalahan menerka-nerka kapankah ia akan bahagia?"
-Padma Arumi.

Ketika dua telapak tangan bertemu dengan kencang, menghasilkan bunyi nyaring yang menyapa sepasang rungu. Kedua orang itu bertepuk tangan rupanya, sama-sama bangga untuk kerjasama mereka.

"Mantep, lukisan lo emang the best!" Gadis itu kemudian mengacungkan jempolnya.

"Karena laku, ya?" tanya si lelaki.

"Yoi," balasnya dengan gaul.

"Kamu sadar, nggak? Kalau lukisanmu nggak ada di gudang ini?"

Ghea menelisik, benar-benar tak ada. Apa jangan-jangan Nizar yang sengaja menyembunyikannya? Bisa-bisanya ia tak sadar sejak tadi jua.

"Wah, lo sembunyiin lukisan gue, ya? Kenapa? Takut punya gue lebih laku?" Gadis itu kemudian bertanya dengan lagak sombong.

Suara tawa ringan terdengar. Membuat Ghea menautkan alisnya, lelaki itu tertawa karena apa? Tak ada yang lucu padahal.

"Nggak, kok. Lukisanmu aku beli semua gimana? Soalnya terlalu berharga kalau dijual sama orang-orang asing itu. Bagaimana? Sebutkan nominalnya, Maniez." Diakhiri dengan senyum miring lelaki itu, Ghea jadi tersipu malu namun juga sedikit merinding.

"Anjay, nggak baper gueh," balasnya, walau sebenarnya hatinya berdebar di panggil 'manis'.

"Bercanda doang, kok. Tapi beneran, mending buatku aja semua lukisanmu. Jadi, berapa semuanya?" Nizar menyukai semua lukisan gadis itu. Tidak ada salahnya kan? Untuk mengoleksi barang kesukaan.

"Yee! Mentang-mentang lo sekarang banyak duit. Tapi kayaknya, gue nggak jual, deh, lukisan gue kalo buat lo. Khusus untuk lo gue nggak jual, mana ada murid yang jual karyanya ke gurunya," balas Ghea sambil tersenyum saja.

Jadi? Mereka hanya sebatas guru yang murid? Padahal Nizar berharap lebih. Bukan, bukan itu, maksud Nizar, eee- agak-agak kalau dirinya di sebut guru. Kenapa tidak sepuh saja?

"Cuman diajarin dikit udah panggil guru. Kamu kalo aku panggil sayang apa nggak panggil aku pacar?"

"Astaghfirullah ... Ente bahlol!! Lo kenapa si, Zar? Kesambet apa lo jadi kayak gini, hah?!" Tapi ini tidak bercanda. Kenapa Nizar tiba-tiba menjelma menjadi buaya kampung? Apakah karena tengah berduit?

"Nggak, nggak ... Nggak kenapa-napa, kok." Lelaki itu tertawa puas telah berhasil membuat pipi Ghea memerah. Nizar rasa, Ghea tak menyadarinya walaupun Nizar dapat dengan jelas melihatnya.

Nizar lalu mengambil sebuah kanvas, meletakkannya pada sebuah penyangga. Lelaki itu menyuruh Ghea untuk bergabung melukis bersamanya. Dan Ghea pun, dengan senang hati menyetujui.

Dua kursi berada berdekatan, kedua tangan kanan mereka menari merangkai warna-warni. Si lelaki lebih suka warna gelap, dan si gadis lebih suka warna ceria. Lukisan mereka akan menyatu lagi.

Lukisan sederhana tentang bunga, vas merah muda, dan indahnya gelap bak menggambarkan kegemaran Nizar yang bersembunyi dibalik gelap. Sementara bunga dan vas merah mudanya, adalah Ghea yang penuh ceria.

Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang