33. Hari Ini, Hari Berduka

175 18 0
                                    

Terikat Namun Tak Bertali Ke Tiga Puluh Tiga: Hari Ini, Hari Berduka.

"Hanya saja hari ini aku sedang berduka, hari-hariku bersamamu telah mati dan tiada."
-Jino(Andam Karam)

Kisah cinta tak pernah membosankan untuk di pentaskan, tetapi kali ini, di kisah cinta ini, kebahagiaan sepertinya bosan untuk datang, jadi kesedihan lah yang meramaikan.

Ketika hati itu memberat, memaksa untuk jatuhnya sebuah derai. Sakitnya sebuah cinta, bahkan lelaki yang memiliki kekuatan sekuat ksatria baja pun tak kuat menahan kencangnya gebrakan badai luka menganga akibat cinta.

Baiklah, cinta itu adalah perasaan yang dahsyat, aku harap sakitnya tak lagi melekat.

Bagaimana bisa lelaki kuat itu di buat menduka oleh keputusannya? Lihatlah dirinya, menulis sambil menangis, tak bersuara namun sakitnya begitu kentara.

Duka? Yah! Hari ini hari berduka. Mari kita merayakannya meskipun sambil memegangi dada saking sakitnya. Meskipun sampai merintih menahan perih.

"Hari Ini Sedang Duka," ujarnya.

Mata lelaki itu kehujanan, serta napasnya sedari tadi berhembus panjang bak badai hujan.

Hari Ini Sedang Duka.

Hanya saja hari ini aku sedang berduka, hari-hariku bersamamu telah mati dan tiada. Lantas bunga derai berhamburan diatas makan yang berisikan jasad kerinduan. Aku mengunjungi makam itu, bernisankan cinta binti luka.

Kemudian aku menatap pohon rindang yang menaungi sang makam. Oh? Pohon kenangan rupanya.

Selepas itu, hanya ada hujan yang datang. Berniat membuatku kedinginan namun anehnya malah hatiku yang kesakitan.

Seutas puisi yang menceritakan keadaan si lelaki, sementara si manis yang bengis juga tengah merasakan kedukaan. Sama-sama luka namun enggan memaksa bersama.

Bukan dosa, kan, kalau mencintai seseorang sangat dalam? Ketakutan ku pun hanya satu, yaitu ketika aku mencintainya mati-matian lalu kemarahan sang maha penyayang menghukum ku dengan luka yang tak kalah dalam.

Cita-citaku berubah, yang dulunya ingin bahagia sekarang malah ingin mencintainya sedalam-dalamnya meskipun terluka. Aku rasa, aku benar-benar telah gila akibat cinta.

"Jika kita bersama, akankah semuanya baik-baik saja? Atau kita lagi-lagi saling terluka. Entah janjimu betul atau tidak kala itu, namun tak tahu mengapa aku rasa kau pun sama menderitanya."

Jino Aldiansyah, dan gadis manisnya Andam Karam.

Dibuku yang baru, puisi-puisi tentang keadaannya dan segalanya Kara kembali tercipta. Bohong kalau seorang sastra berhasil melupakan sosok dibalik karyanya.

"Jalannya buntu gadisku, aku bingung hendak jalan lurus ataukah berbelok terus. Aku ingin berhenti dari mencintaimu namun aku tak rela melupakanmu. Buntu manis, ini benar-benar tak ada jalan."

Jino terus berdialog seolah-olah Kara ada didepannya, lebih tepatnya Jino bermonolog.

Ini sangat menyakitkan, rasanya Jino sudah tak tahan. Bahkan layar hp lelaki itu menampilkan room chat-nya dengan Kara. Sebenarnya, Jino ingin meneleponnya.

Meminta untuk lagi-lagi bersama dan saling melengkapi tak ada salahnya, kan? Namun bagaimana jika kesalahan Kara diulangi olehnya?

Jino pun bingung, ini benar-benar buntu, akankah ada pintu? Bak labirin yang mengurung Jino didalamnya, tak ada jalan, hanya bisa menikmati pedihnya bekas cinta.

Terikat Namun Tak Bertali [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang