Chapter 18 : White-White

4.2K 253 0
                                    

Suara grasak-grusuk yang berisik memaksa Sean untuk segera tersadar dari tidur panjangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara grasak-grusuk yang berisik memaksa Sean untuk segera tersadar dari tidur panjangnya. Ia bangkit dengan malas memasuki kamar mandinya, mengabaikan suara wajan dan spatula yang saling beradu di dapur. Walaupun dapur jaraknya tidak bersebelahan dengan kamarnya, Sean masih cukup jelas mendengar suara itu.

Seperti yang semalam telah dibicarakan teman-temannya, hari ini mereka akan berkumpul di rumah Andrew. Kali ini Sean memilih ikut berkumpul, ia cukup bosan jika hanya menghabiskan waktunya di rumah saja. Naina sudah pasti akan datang karena teman-temannya datang. Jadi, rasanya tidak masalah jika Sean juga ikut meramaikan acara tennis hari ini.

Sean keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju walk in closet. Ia mengambil baju polo putih dan celana pendek putih dari dalam lemarinya. Ini pakaian yang paling cocok untuk ia gunakan ketika tenis. Terlihat trendy dan sporty di saat bersamaan. Matanya melirik tas berisi raket tenis miliknya, entah kapan terakhir kali mereka semua sparing. Sean rasa sudah cukup lama karena hubungannya yang mulai retak dengan Andrew. Sejak pertengkaran mereka berdua, The Alexandria semakin jarang berkumpul kecuali jika Noah dan West yang menginisiasikannya.

"Sean," ketukan dari pintu kamarnya mengalihkan perhatiannya. Itu suara Naina yang tengah memanggilnya.

Sean mengambil tas berisi raketnya dan keluar dari kamarnya. Tapi tidak ada siapa-siapa. Naina seakan pergi secepat kilat dari kamarnya.

"Na?" Sean mencoba memanggil perempuan itu.

"Hm?" Timpalnya dari kejauhan.

Instingnya mengatakan jika perempuan itu ada di dapur. Wangi gurih masakan juga memancingnya agar segera mendatangi dapur. Itu sebabnya, langkah Sean membawa laki-laki berjalan hingga akhirnya ia terhenti tepat di depan dapur. Matanya tidak berkedip beberapa saat, ia takjub melihat Naina yang berdiri dengan kaos polo putih dan rok tenis yang senada. Tanpa direncanakan, keduanya menggunakan pakaian dengan warna yang sama, putih-putih.

Tetapi, bukan itu yang membuat Sean takjub. Ia terpukau karena melihat Naina yang tampil berbeda di hadapannya. Rambutnya sedikit bergelombang diujungnya, hari ini rambutnya sengaja di kuncir kuda. Ia menyisakan poninya yang terbelah dua layaknya gordyn yang tengah dibuka. Pagi ini bibirnya sudah dipoles dengan lipstick yang tidak terlalu mencolok. Jika dilihat sekilas, ia seperti tidak menggunakan pewarna bibir sama sekali. Namun, tidak menghilangkan kesan cantik natural miliknya.

'Tunggu?! Cantik?!' Sean tak terima ia sebegitu mudahnya berpikir jika Naina cantik. 'Tapi, ia memang cantik.'

Sean tidak suka dirinya berperang dengan pikirannya sendiri. Keadaan semakin parah ketika Sean menangkap senyum cerah perempuan itu.

'TIDAK TIDAK TIDAK!' Sean tak suka dirinya dikuasai pikiran aneh ini. Ia tak suka Naina tersenyum padanya. Senyumnya aneh, membuat Sean tak nyaman dibuatnya. 'Dia bisa membunuhmu sekarang juga!'

'Dia bisa membuatku gila!' keluhnya segera.

'Tapi dia menyukaimu, apa salahnya jika Naina masuk ke kehidupanmu?' suara lain mencetuskan ide gilanya.

Goodbye, Mr. ParkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang