"Aku tidak suka kamu dan Alex. Aku tidak suka kamu menuduh aku dengan Adel. Aku tidak suka—" suara Sean seakan jadi samar.
Naina tidak suka laki-laki itu. Ia ingin berbalik menjauhi laki-laki itu. Kesan ia terhadap laki-laki itu sudah berubah. Yang sekarang ada hanyalah akumulasi rasa kecewa yang telah Naina rawat satu bulan terakhir.
Sean jadi semakin samar dan menghilang. Namun, tergantikan dengan tekanan dari perutnya yang memaksa Naina membuka matanya cepat-cepat. Gawat, dia ingin muntah sekarang. Ia pikir, ia bertemu Sean langsung. Lagi-lagi mimpi, ia tidak tahu kenapa Sean seringkali masuk ke mimpinya satu bulan terakhir.
Naina berlari keluar dari kamarnya. Ia berjalan begitu saja melewati Andrew dan Jane yang tengah mengobrol sembari menikmati dinginnya musim dingin di Jepang. Suara samar-samar itu berhenti. Entah Naina yang tak mendengarnya lagi atau keduanya yang memilih diam.
Semua tidak begitu penting bagi Naina kecuali menyelamatkan dirinya sendiri. Sial, perutnya kram. Naina membuka pintu kamar mandi sebelum berhenti di depan wastafel.
Naina mencoba mengeluarkan isi perutnya, tapi nihil. Tidak ada apa-apa. Ia mencoba berpegangan dengan pinggiran wastafel. Kacau, kepalanya juga ikut pusing. Ia harus berpegangan kalau ia tidak ingin ambruk.
"Are you okey, Na?" Andrew datang dengan kepanikannya. Ia membantu Naina memegangi rambut panjangnya yang menghalangi Naina.
Naina tidak menghiraukannya. Ia masih muntah-muntah karena perutnya tak bisa diajak kompromi. Andrew kini membantu mengurut belakang kepalanya.
Naina terus mencoba mengeluarkan isinya. Ia yakin ada yang salah dengan tubuhnya sendiri. Suara air mengalir terdengar setelah Naina menyalakan kerannya. Naina menyentuh perutnya, masih sakit namun mualnya sedikit berkurang.
Ia mencoba membersihkan mulutnya, ia menyerah dan memilih kembali ke kamarnya lagi.
"Kamu masih sakit?" Naina mengangguk.
Naina tidak biasanya sakit setelah perjalanan jauh. Kali ini pun hanya ke Jepang. Biasanya ia juga tidak masalah jika terbang lama untuk menemani Eyangnya bertemu Andrew di Amerika. Entah ada apa dengan tubuhnya hingga ia sakit setibanya di Jepang.
"Kalau kamu sakit, kita bisa menunda untuk datang ke rumah Kento. Kamu bisa istirahat dulu. Atau mungkin kita lebih baik mengundang Kento ke sini saja?"
Kepala Naina sudah pusing. Saat Andrew mencoba bicara banyak dengannya, Naina tak berniat menimpalinya karena tubuhnya lemas. Perempuan itu berjalan pelan meninggalkan Kakaknya, ia ingin berbaring lagi di kamar.
"Aku panggilkan dokter, ya?" Lagi-lagi Naina tidak menghiraukannya.
Naina berjalan melewati Jane yang sibuk di dapur. Ia tak berniat bicara apa-apa karena ia sungguh membutuhkan kasurnya. Tubuhnya yang jarang bergerak mungkin salah satu alasan mengapa ia akhir-akhir ini kurang enak badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Mr. Parker
ChickLitJodoh itu bukan dicari, tetapi dijebak. Dan Naina memilih menjebak Sean Parker untuk menjadi jodohnya.