"Hari ini Sean pulang ke rumah, dia liburan beberapa minggu di Indonesia sebelum akhirnya pulang lagi." Naina masih ingat laki-laki yang Jill bicarakan. Sean Parker—Kakak pertama Jill—kebetulan adalah teman kakaknya. Keduanya pertama kali bertemu ketika Naina berkunjung ke kediaman Parker. Tanpa ia sadari, Andrew juga datang ke kediaman itu bersama dua temannya yang lain.
Dibandingkan dengan Andrew, sejujurnya Naina lebih senang apabila pergi bersama dengan Sean. Laki-laki itu—Sean Parker—bersikap seolah menjadi Kakak adalah passion-nya. Tidak seperti Andrew yang punya segudang catatan merah karena ia sungguh bukan kakak yang baik. Berbeda sekali dengan Sean yang lebih dewasa dibandingkan Andrew.
"Kapan Sean pulang ke sini?" Tanya Naina.
"Sejak kemarin, ia baru sampai semalam." Mobil yang Naina dan Jill tumpangi memasuki lingkungan komplek tempat Jill tinggal. Di rumah besar yang dibangun oleh Alaric Parker dan Vania Parker, tinggal ketiga anak mereka. "Jane bilang kalau dia akan datang sebentar lagi. Omong-omong, bagaimana tanganmu?"
Pandangan mereka teralihkan ke tangan Naina yang terpaksa harus menggunakan gips. Anak berusia lima belas tahun itu terpeleset beberapa minggu yang lalu hingga ia tidak bisa berlatih menari untuk sementara. Sudah dua minggu Naina beristirahat, tapi ia terlalu bosan jika hanya menghabiskan waktunya untuk menonton drama di rumah. Jadi, ia memutuskan untuk tetap datang ke kantor agensinya untuk berlatih menyanyi.
"Sangat baik, sayangnya aku masih harus beristirahat kata dokterku." Ujarnya. "Sejujurnya aku sedikit khawatir karena aku dengar agensi akan mengeluarkan list anggota trainee yang debut. Kira-kira, apakah aku masih punya kesempatan waktu tanganku cedera seperti ini?"
"Pasti bisa, Na." Jill mencoba menenangkan Naina yang tak tenang sedikitpun. "Aku yakin sekali kalau kamu akan debut bersama kita semua."
"Itu yang aku harapkan juga." Mobil keduanya memasuki sebuah rumah besar dengan warna putih yang mendominasi. Rumah gaya klasik modern yang selalu tampak cocok sesuai jamannya.
Keduanya memasuki rumah itu. Hari sudah gelap, Naina dan Jill baru saja menyelesaikan sesi latihan mereka malam ini tepat jam sebelas malam. Kebetulan besok adalah akhir pekan. Keduanya punya waktu berlibur satu hari sebelum mereka kembali berlatih. Itu sebabnya mereka berencana menginap di tempat Jill dan Kassa, seperti yang biasanya mereka lakukan.
"Kamu tunggu di kamarku saja, aku ingin bicara sebentar dengan Mama." Naina mengangguk setuju. Ia melangkah menjauhi Jill yang memasuki kamar Mama dan Papanya.
Naina menaiki tangga menuju kamar Jill yang ada di lantai dua. Jill dan Kassa punya kamar yang sama dan keduanya berbagi kamar sejak kecil. Mereka sama-sama memasuki sekolah yang sama, mengikuti Les bahasa inggris bersama, serta mengikuti kursus berenang bersama. Kecuali satu hal yang berbeda, Kassa bukanlah perempuan yang tertarik dengan gemerlap dunia hiburan.
Sampai akhirnya Jill memilih sekolah di sekolah seni bersama Naina. Sementara Kassa, ia bersekolah di Alexandria bersama Jane. Kembar itu akhirnya berpisah setelah menghabiskan waktu hampir bersama seumur hidup mereka.
Saat kebanyakan perempuan seusianya ingin bergabung dengan agensi artis, Kassa memilih karirnya sendiri sebagai seorang ice skater. Ia bergabung dengan salah satu club ice skating sejak beberapa tahun yang lalu. Tak heran jika jadwal dua anak kembar Parker sangat-sangat sibuk.
Mereka punya impiannya masing-masing.
Naina menginjakkan kakinya di anak tangga paling atas. Ia berjalan melewati dapur kecil yang ada di lantai dua. Ada kulkas yang selalu penuh dengan buah dan susu. Di sebelah dapur kecil itu, ada sebuah ruang keluarga dengan televisi. Naina biasanya berkumpul di sini jika teman-teman Sean tidak datang. Kalau mereka datang, mereka pasti harus melewati drama berebut ruang keluarga sampai akhirnya teman-teman Sean akan mengalah dan masuk ke kamar Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye, Mr. Parker
ChickLitJodoh itu bukan dicari, tetapi dijebak. Dan Naina memilih menjebak Sean Parker untuk menjadi jodohnya.