Chapter 58 : Kaia mau Papa!

4.4K 196 0
                                    

Tiga tahun kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga tahun kemudian...

"Yaya capek!" Naina lelah menghadapi anak berusia empat tahun yang terus mengomel beberapa hari terakhir. "Mami?"

"Apa, Kaia?"

"Yaya capek harus ketemu Papa tiap hari di kantor! Yaya mau Papa di rumah aja!" Naina berjongkok di hadapan anak semata wayangnya. Ia mengusap pipi anak perempuannya sembari tersenyum.

"Gimana kalau kita nginep di rumah Eyang? Nanti Papa boleh nginep di sana juga."

Namun, Kaia hanya menggeleng. Kini ia semakin rewel karena tangisnya pecah.

"Yaya mau Papa pulang! Yaya capek selalu ke kantor Papa!" Naina juga ikut bingung melihat Kaia yang rewel. Masalahnya, keduanya sudah ada di depan kantor Parker Group. Rewelnya Kaia memaksa Naina membawa kembali anaknya pulang ke rumah.

"Kaia, dengar Mama." Tapi Kaia tidak mendengarkan ucapan Mamanya.

"Kaia nggak suka Mama! Kaia nggak suka Mama sama Om Rakka!" Naina tak heran melihat Kaia seperti ini. Ia sungguh mirip Sean. Ia melahirkan Sean versi perempuan.

"Okey, Kaia sekarang mau apa? Kaia mau ketemu Papa atau engga? Kalau engga, Mama panggil Pak Beni supaya jemput kita di sini lagi." Naina mengelap air mata Kaia yang perlahan berhenti. Ia memandangi anak kecil yang wajahnya mirip dengan Sean. Menghadapi Kaia sama sulitnya seperti menghadapi mantan suaminya.

"Mau Papa," katanya dengan bibirnya yang turut cemberut. Naina tersenyum mendengar ucapan Kaia. Keduanya sudah sampai di sini. Akan lebih baik jika mereka bertemu dengan Sean yang saat ini sedang rapat.

"Sini Mama gendong?" Naina mengangkat Kaia yang kini ada di pelukannya. Keduanya memasuki lift, tujuannya adalah ruangan Sean. "Kaia kenapa hari ini nangis terus? Mama buat sesuatu yang bikin Kaia sedih?"

Kaia mengangguk, kini air matanya menetes lagi tanpa suara.

"Kaia boleh cerita sama Mama." Katanya sembari mengusap air mata Kaia.

"Sam bilang, Yaya nggak punya Papa. Padahal Yaya punya Papa, ganteng juga. Tapi kata Sam, kalau nggak tinggal sama-sama, itu bukan Papa Yaya." Naina tidak bisa berkomentar mendengar jawaban Kaia. Ia mengusap punggung Kaia, mencoba menenangkan anaknya. "Mama, Papa beneran Papa Kaia, kan?"

"Benar dong, itu kan Papa Kaia." Ujarnya dengan tenang.

"Tapi, kenapa Mama dan Papa nggak tidur di rumah juga? Kenapa cuma ada Mama aja?" Naina juga bingung menimpali ucapan anaknya sendiri. Menjelaskan jika ia dan Sean sudah bercerai, bisa jadi akan menyakiti perasaannya. Oleh karena itu, Naina belum menjelaskan alasan kenapa keduanya tidak tinggal dengan Sean.

Menjawab pertanyaan itu sekarang pasti akan memperpanjang pertanyaan lain. 

"Kata siapa Mama dan Papa harus tinggal bareng? Mama dan Papa Rora tidak tinggal bersama, kan?"

Goodbye, Mr. ParkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang