Chapter 14 : Kemarahan Naina

6.2K 274 4
                                    

Hai, hari ini bertepatan dengan setting cerita ini. Enjoy your day, love. 
Jangan lupa kunjungi sosial mediaku. 

"Aku tidak tahu kenapa kamu harus membiarkan Naina begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak tahu kenapa kamu harus membiarkan Naina begitu saja. Kalau aku jadi suaminya, aku sepertinya akan langsung melupakan mantan kekasihku. Naina sangat tidak bisa ditolak." Sean menikmati sejuknya udara pagi ditemani kopi hitam. Kopi ini adalah teman paginya sebelum ia memulai hari.

Balkon di lantai dua ini adalah tempat yang paling Sean sukai. Ditemani Snowy, ia bisa menyegarkan pikirannya yang kalut beberapa minggu terakhir. Hari ini hari Sabtu, Sean memilih meliburkan diri karena ia tidak beristirahat dua minggu terakhir. Kepalanya diisi oleh narasi-narasi cara menghindari Naina Morgan. Ia tak punya pilihan lain kecuali bekerja keras untuk mengalihkan perhatiannya dari Naina.

'Kenapa aku harus sesibuk itu?' batinnya terus bertanya-tanya.

Ditambah, dress tidur perempuan itu semalam.

Sial, kepalanya terus berdenyut mengingat bagaimana perempuan itu berdiri di hadapan Rey dengan dress kurang yang agak 'memancing' yang ia gunakan.

'Aku sama sekali tidak terpancing!' ia terus menegaskan pikirannya jika itu sama sekali tidak mengganggunya. Tetapi, tidak dengan apa yang terjadi saat ini. Sean harus duduk di balkon untuk menangkan pikirannya yang diselimuti kekalutan.

"Aku punya alasan untuk tidak menyentuhnya. Lagi pula, kenapa kamu jadi antusias setelah menemui Naina?"

Rey pernah beberapa kali bertemu Naina Morgan sepanjang hidupnya sebagai seorang personal assistant Sean. Selama ini, Naina tidak mengenali Rey karena mereka tidak pernah punya kesempatan untuk berkenalan. Mereka pasti bertemu di situasi yang sempit hingga Naina hanya mengenali wajah Rey saja, tanpa mengetahui namanya.

"Semua orang akan antusias jika bertemu perempuan yang cantik." Rey mengoceh sendiri di seberang sana. Sean mencoba membenarkan earphone wireless miliknya. Masih pagi, dan Rey sudah mengganggu paginya dengan cemooh yang ia lontarkan. "Apa jangan-jangan, kamu bersikap sok menolak padahal semalam kamu menggempur Naina habis-habisan. Benar begitu, kan?"

"Apa kamu sungguh ingin tahu semuanya?" Tawa keras Rey terdengar memenuhi panggilan telepon yang keduanya lakukan. Sean mengangkat segelas kopi dan menyeruputnya pelan-pelan. Ia membiarkan otak Rey berkelana sejauh mungkin karena itu hanya akan jadi pikirannya saja.

Menggempur Naina? Tidak akan ada dalam kampus hidupnya untuk menyentuh adiknya sendiri. Tidak ada kakak dan adik yang tidur bersama.

Sean dan Naina tidak akan pernah tertidur di kasur yang sama setelah keduanya bercinta.

Perkataan Rey pun merupakan perkataan sebagai laki-laki yang memandang Naina selayaknya perempuan. Sementara, cara Sean memandang Naina adalah bagaimana kakak memandang adiknya. Sean tidak peduli bagaimana Naina berpakaian. Tetapi, ia tahu betul bagaimana pikiran laki-laki normal seperti Rey.

Goodbye, Mr. ParkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang