Bab 7

733 96 44
                                    

Pagi yang mendung, se-mendung hati pria tampan yang kini duduk tenang di kursinya. Raut wajahnya nampak datar, tetapi jelas sekali jika pria itu sedang kesal. Rahangnya mengeras, tatapannya tajam menatap meja kosong di hadapannya, tangannya terkepal kuat di atas meja. Sepersekian detik kemudian, ia memukul kuat meja tersebut. Untungnya, tidak ada siapapun di dalam kelas.

Ia berdecih, menatap jendela samping yang kini mulai basah karena rintik hujan mulai jatuh. Hatinya sedang memanas karena dengan suka rela ia datang pagi-pagi buta untuk mengetahui siapa yang memberinya sekotak bekal kemarin. Ia di buat penasaran dengan sosok pengagum rahasia itu.

Namun, sepertinya sosok itu tahu jika ia sengaja datang pagi-pagi untuk memergoki pengagum rahasia itu. Oleh karena itu, si sosok  tidak terlihat sedikitpun keberadaannya. Bahkan, sejak tadi ia mematai setiap orang yang berlalu lalang di depan pintu kelasnya. Berharap salah satu diantaranya adalah sosok pengagum rahasia itu.

"Sial!" umpatnya. "Jika tahu begini aku datang siang saja, sia-sia aku menunggu disini," gerutunya kesal.

Tak lama banyak teman-teman satu kelasnya yang mulai memasuki kelas dan memilih tempat duduk mereka. Tak terkecuali pria mungil yang sedikit terkejut akan kehadiran sang sahabat yang datang lebih awal. Ia tahu jika pria tampan itu tidak akan datang dibawah jam tujuh. Namun kini, benar-benar di luar dugaannya.

Langkah kakinya ia bawa mendekat pada pria tampan itu. Menepuk pundaknya yang terasa begitu kaku agar sedikit lebih rileks.

"Taehyung?" Panggilnya yang tentu saja membuat pria tampan itu mengalihkan atensi yang semula menatap jendela kini menatap Jimin sekilas.

Wajahnya masih sama, datar. Membuat Jimin heran dengan tingkah sahabatnya itu. Tidak biasanya Taehyung bersikap seperti ini, terlebih masih di pagi hari.

"Hey! Ada apa denganmu?" Tanya Jimin sembari duduk di kusri sebelah Taehyung.

Setelah Jimin bertanya, Taehyung meluruhkan bahu tegapnya. Hembusan napas berat pria tampan itu keluarkan.

"Ji, aku sangat lelah menunggu," ucapnya ambigu.

Menunggu apa dan siapa? Begitu pikir Jimin.

"Menunggu ... apa?" Tanya Jimin ragu-ragu.

Pria tampan itu seketika membuat tatapan nyalang pada Jimin. Seolah tidak terima dengan kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Jimin.

Aura dominan Taehyung membuat Jimin menciut. "Ma–maksudku, hal apa yang membuatmu menunggu?" Tanya Jimin terkesan hati-hati.

Taehyung yang semula menyandarkan punggungnya, kini kembali tegap. Mengarahkan tubuhnya untuk menatap Jimin sepenuhnya. "Kau lupa atau bagaimana? Bukankah kau yang menyarankanku untuk datang lebih awal agar mengetahui siapa secret admirer itu?" Pertanyaan Taehyung bukan dengan nada memburu, tetapi lebih tenang nan datar yang membuat Jimin menelan liurnya.

Ia gugup sebenarnya, tapi sebisa mungkin ia mencairkan suasana agar Taehyung tidak marah padanya.

Jimin bertepuk satu kali di udara, "ah! Jadi kau benar-benar penasaran dengan secret admirer itu?" Tanya Jimin dengan tatapan menggoda dengan senyum jahil dan tangan yang usil mencolek dagu Taehyung.

Taehyung dibuat salah tingkah melihat bagaimana Jimin yang terlihat menggemaskan saat ini. Ia hanya mengangguk untuk menetralkan degup jantungnya.

Sekian detik berikutnya, Jimin memukul kepala belakang Taehyung. "Kau bodoh atau bagaimana, sih?!" Ucap Jimin dengan nada tinggi, membuat seluruh penghuni kelas menatapnya.

Peduli setan, ia hanya tidak bisa membayangkan bagaimana bodohnya Taehyung.

Taehyung mengangkat bahunya acuh, "lalu apa?" Tanya pria tampan malas.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang