Bab 10

742 104 72
                                    

Hiruk pikuk kehidupan di luar asrama tidak membuat rengkuhan itu melonggar. Tangan kekar itu justru menarik lembut tubuh mungil Jimin agar semakin mendekat padanya. Saat ini, keduanya tengah terbaring nyaman diatas kasur mungil milik pria mungil itu.

Sejak kedatangannya satu jam lalu, Yoongi meminta Jimin untuk tidak bekerja dengan alasan sakit. Ia membutuhkan Jimin disisinya untuk direngkuh se-erat ini sampai rasanya Jimin sulit bernapas.

Pria mungil itu dibuat heran oleh sikap Yoongi. Ia tahu jika pria pucat itu akan manja padanya jika sakit, tetapi saat ini Jihoon ada di rumahnya untuk menemani Yoongi. Lalu, untuk apa pria pucat itu justru menemui dirinya. Membuatnya harus absen dari pekerjaannya karena sungguh, Yoongi akan merengek jika permintaannya tidak dituruti.

Sebenarnya, Jimin merasa senang mengingat Yoongi memilih dirinya. Namun, ini bukan tentang pilihan hati Yoongi. Seandainya memang benar ia adalah pilihan hati Yoongi, maka bisa dipastikan ia akan merasa bahagia. Mengingatkan fakta bahwa Yoongi membutuhkannya saat sedang sakit karena pria itu sangat manja padanya membuat hati Jimin sedikit berdenyut. Ada rasa sakit yang tidak bisa ia jelaskan.

Namun, biarkan ia menikmati waktu bersama Yoongi sebelum akhirnya ia memilih menghilangkan perasaannya. Ia tidak bisa memiliki perasaan yang terus menerus tidak terbalas. Ia tidak selemah itu untuk masalah hati. Ia ingin fokus saja dulu pada studinya agar cepat lulus dan bekerja lebih layak. Ia memutuskan untuk menjauh dari Yoongi agar perasaannya cepat menghilang. Sebelum Yoongi tahu tentang perasaannya dan berakhir membencinya lebih baik ia menghilangkan perasaan ini secepat mungkin.

Ya, keputusannya sudah bulat untuk menjauh dari Yoongi dan menghilangkan perasaannya. Tidak ada harapan untuk dirinya karena Yoongi milik Jihoon.

Jimin mendongakkan kepalanya untuk sekedar menatap Yoongi yang kini memejamkan matanya. Ia tersenyum kecil sambil terus memindai wajah tampan Yoongi yang sebentar lagi tidak bisa ia lihat sedekat ini. Satu bulir bening mengalir begitu saja di wajahnya yang putih. Dadanya begitu sesak, hatinya berdenyut sakit saat membayangkan Yoongi tak ada disisinya.

Tangan mungilnya terulur untuk menyentuh wajah tegas Yoongi, mengusapnya pelan seolah wajah Yoongi itu adalah hal yang mudah pecah.

"Aku tahu aku tampan," Yoongi berujar dengan manik yang masih terpejam.

Jimin sedikit berjengit, refleks menjauhkan tangannya dari wajah Yoongi yang mana langsung di tahan oleh pria pucat itu. Tak lama manik Yoongi terbuka, menampilkan sepasang manik hitam nan tajam yang saat itu membuat Jimin membeku.

Tatapan keduanya terkunci satu sama lain. Yoongi yang menyelami tatapan teduh Jimin seolah terseret ke dalamnya. Yoongi pun sadar jika manik Jimin berkaca-kaca. Begitupun dengan Jimin yang terus masuk ke dalam tatapan sedalam samudera milik Yoongi.

Tatapan yang tajam, tetapi begitu hangat. Ia akan merindukan tatapan Yoongi yang selama ini ia lihat dengan jarak dekat. Ia akan merindukan hidung, bibir dan wajah tampan Yoongi sebesar ia merindukan rengkuhan Yoongi. Sampai jemari kekar Yoongi mengusap bulir bening di sudut maniknya, Jimin tersadar dari lamunannya.

Memalingkan wajahnya, ia tidak sanggup lagi menatap wajah Yoongi. Hatinya semakin sakit. Ia memilih untuk bangkit dari ranjang dan melangkahkan kakinya menjauh. Namun, Yoongi menghentikan langkah Jimin.

"Ji, mau kemana?" Tanyanya.

Tanpa menoleh, Jimin menjawab dengan suara parau. "Membuat makan siang, kau harus makan sebelum minum obat," Jelas Jimin sembari melangkah pergi. Yoongi hanya bisa menatap sendu punggung mungil yang semakin menjauh.

Yoongi tidak bisa fokus, sejak tadi dalam pikirannya hanya tentang buku catatan harian Jimin yang ia temukan di laci kecil samping ranjang.

Buku polos bersampul biru itu cukup menyita perhatiannya, yang menarik adalah ia baru tahu jika sahabatnya itu suka dengan hal-hal seperti ini. Ia berani mengambil buku itu karena Jimin bilang bahwa pria mungil itu akan mandi terlebih dahulu dan meminta Yoongi menunggunya sebentar. Namun, siapa sangka yang ia temukan justru buku catatan harian milik Jimin.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang