Bab 23

781 108 30
                                    

Langit gelap berhias bintang, jalanan yang berlampu temaram cukup membuat suasana menjadi romantis. Berjalan berdampingan dengan ketukan sepatu menjadi musik pengiring. Tidak ada yang membuka suara, masih sama-sama diam menikmati udara malam yang dingin.

Masih pukul sepuluh malam lewat sepuluh menit. Usai Jimin bekerja dan sekarang ingin kembali pulang. Namun, sejak tadi Yoongi menemaninya. Tidak membiarkan Jimin sendiri walau hanya sebentar. Pria pucat itu rela menunggu Jimin di tempat kerja. Hanya untuk memastikan jika pria mungil itu baik-baik saja.

Yoongi menoleh pada Jimin di sebelahnya, menatap pria yang jauh lebih pendek darinya itu. Jimin merapatkan jaketnya karena udara malam hari ini begitu menusuk kulit. Benar, perkiraan cuaca malam ini mengatakan bahwa suhu akan mencapai sebelas derajat padahal saat ini masih awal musim gugur.

"Kau dingin?" Yoongi bertanya dengan khawatir.

Jimin sedikit menoleh pada Yoongi, "em, sedikit."

Bagaikan pria yang gentle, Yoongi membuka jaket milikinya dan memakaikannya pada Jimin. Jimin hanya diam menanggapi, sedikit tersipu tetapi ia masih bisa menahannya.

"Aigo~ kau bisa sakit jika terkena udara dingin seperti ini." Yoongi berbicara dengan logat orang tua.

Jimin sedikit terkekeh, "lalu, kau bagaimana? Bukankah kau yang akan demam jika terkena udara dingin dan hujan?"

Yoongi tersenyum mengejek, melengkungkan bibirnya ke bawah. "Ehey~ aku tidak selemah itu, ya."

Jimin tertawa renyah, entah mengapa Yoongi bersikap lucu malam ini. Ia juga senang karena banyak menghabiskan waktunya bersama Yoongi. Baginya, begini saja sudah amat membahagiakan. Melihat Yoongi tersenyum, selalu berada di sisinya sudah cukup membuatnya bahagia.

Melihat tawa Jimin membuat Yoongi menggenggam jemari Jimin. Sedikit menariknya untuk mengambil atensi Jimin.

"Wajahmu memerah?" Tanya Yoongi secara gamblang yang jelas saja membuat tawa Jimin terhenti.

Pria mungil itu mengatupkan bibirnya rapat. Sial, jantungnya tidak aman dan benar saja, pipinya terasa begitu panas saat ini. Apalagi saat Yoongi mendekatkan wajah padanya.

"Aku ... aku tidak!" Sanggah Jimin. Ia tidak mau merasa malu di hadapan Yoongi. Jimin menundukkan kepalanya, ia malu sekali.

Yoongi tersenyum, ia sangat tahu saat ini Jimin sedang salah tingkah. Maka, ia menarik tangan Jimin untuk melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti.

"Ji, menginap di rumahku malam ini, ya? Eomma menunggumu!" Ajak Yoongi sedikit berlari. Memang benar, ibu Yoongi meminta Jimin untuk datang ke rumahnya. Katanya, ia rindu dengan Jimin, karena sudah lama tidak bertemu.

Jimin ikut berlari, menyamai langkah kaki Yoongi. "Hey! Tapi bajuku bagaimana?" Jimin berteriak karena saat ini mereka tengah berlari.

"Kau bisa pakai bajuku, Ji!" Yoongi balas berteriak.

Keduanya berlari bersama dengan jemari yang saling terpaut nyaman, menghalau dingin yang datang menyergap, menggantikannya menjadi hangat di antara tautan jemari itu.  Melupakan rintik hujan yang perlahan jatuh membasahi tanah datar, juga membasahi tubuh keduanya. Namun, tidak ada dingin disana, hanya hangat yang melekat di antara mereka.

***

Pria tampan itu duduk di atas kursi meja belajar dengan lampu kuning temaram. Jarinya sibuk mengetukkan pena di atas meja. Tepat di sebelahnya ada buku yang terbuka lebar dengan halaman kosong.

Bibirnya ia gigit kecil, pikirannya menerawang jauh. Kembali mengingat kejadian siang tadi di kampus. Bagaimana pria bernama Jungkook itu memeluknya, bersikap aneh padanya. Satu hal yang Taehyung bisa simpulkan adalah pria itu terobsesi padanya.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang