Bergelung dengan selimut hangat di tengah suhu ekstrim adalah hal yang pasti dilakukan semua orang. Tak terkecuali dengan Yoongi dan Jimin yang bergelung nyaman di dekapan selimut abu-abu tebal nan hangat. Memandang langit-langit kamar berwarna putih gading dengan lampu temaram, membuat suasana semakin hangat.
Tidak ada yang membuka suara, hanya terdengar detik jarum yang berputar menandakan waktu berlalu semakin larut, juga suara napas yang saling bersaut. Merasa jenuh dengan situasi yang tidak nyaman, Yoongi membuka obrolan. Ia harus bisa membuka obrolan demi menarik atensi Jimin. Setidaknya, ia bisa berbicara lebih banyak dengan Jimin.
"Ji, sudah tidur belum?" Tanyanya tanpa melihat Jimin. Pandangannya masih terpaku pada langit-langit kamar yang kini lebih menarik perhatiannya.
"Belum, kenapa?" Jawab Jimin kemudian.
Yoongi tidak langsung menjawab, membuat Jimin mengerutkan keningnya. Ia menoleh pada sosok pucat di samping kanannya yang masih sibuk melihat langit-langit kamar.
Jimin ikut melihat apa yang Yoongi lihat, ia sedikit mengangkat kepalanya untuk mendekat pada Yoongi. Membiarkan kepalanya menempel dan melihat apa yang sedang Yoongi lihat.
"Apakah melihat plavon dari sini lebih menarik daripada di tempat ku?" Jimin berucap polos, karena ia tidak melihat adanya perbedaan antara langit-langit kamar dari sudut pandang Yoongi dan dirinya,—semua sama.
Yoongi lantas tertawa, Jimin ini lucu sekali. Bagaimana ia bisa berpikir demikian. Tidak tahu saja bahwa Yoongi sedang mencari obrolan yang pas agar bisa berbicara dengannya. Justru Jimin membuat lelucon yang membuatnya tertawa seperti ini.
Ia menarik kepala Jimin untuk bersandar di dadanya. Membiarkan pria mungil itu mendengarkan irama jantungnya yang berdetak dengan tempo sedang. Entah mengapa, wajahnya terasa hangat saat ini, mungkinkah pipinya memerah?
"Hey!" Jimin tidak terima dengan Yoongi yang menarik kepalanya secara tiba-tiba. Apa-apaan Yoongi bisa bertindak semaunya seperti ini.
"Biarkan seperti ini dulu, sebentar saja, hm?" Kalimat yang seperti permohonan itu membuat Jimin diam, memilih untuk menerimanya dan berusaha untuk tidak salah tingkah.
Tangan Yoongi tidak hanya diam. Ia mengusap lembut surai Jimin yang begitu halus. Menguarkan aroma lemon yang begitu segar. Itu membuatnya tenang. Apapun yang berkaitan dengan Jimin membuatnya tenang dan nyaman.
"Ji, nyaman sekali," Yoongi jujur dengan ucapannya.
Ia benar-benar merasa nyaman saat ini. Cukup dengan memeluk Jimin seperti ini membuatnya hatinya nyaman dan tenang. Tidak bisa ia pungkiri bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada pria mungil yang kini berstatus sebagai sahabatnya itu.
Jika boleh egois, ia ingin sekali memaksa Jimin menjadi kekasihnya. Ingin memiliki Jimin seutuhnya sebagai kekasih. Namun, ia ingat bahwa ia harus berjuang mendapatkan hati Jimin kembali. Ia telah menyakiti Jimin banyak sekali, itu sebabnya ia akan menebus kesalahannya dengan berjuang keras untuk mendapatkan Jimin.
Kalaupun pria mungil itu masih ragu dengan perasaannya, tugasnya adalah meyakinkan Jimin bagaimanapun caranya. Ia tidak mau kehilangan Jimin. Kehilangan Jimin sama saja menghancurkan dunianya, dan ia tidak akan menjadi pria bodoh yang rela dunianya hancur.
Jimin hanya diam, tidak tahu harus menanggapi dengan apa kalimat yang baru saja Yoongi katakan. Kalau boleh jujur, ia pun merasa nyaman berada di dekapan Yoongi seperti ini. Rasanya seperti mimpi indah, dan Jimin tidak ingin bangun dari mimpi tersebut.
"Sepertinya perasaanku tidak salah untuk mencintaimu, Ji. Rasanya nyaman sekali saat memelukmu."
Sumpah demi apapun, pipi Jimin rasanya seperti terbakar saat ini. Sejak kapan pria pucat itu pandai menggombal seperti ini. Satu yang terlintas dalam benak Jimin. Apakah Yoongi memperlakukan Jihoon seperti ini juga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
RomansaJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.