Jimin tengah duduk santai menikmati waktu istirahatnya. Setelah banyak mengedit, ia butuh mengistirahatkan matanya yang mulai perih karena terlalu lama di depan layar laptop. Menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, memejamkan maniknya rileks, menghirup dalam aroma sejuk yang perlahan menenangkan hatinya.
Hingga ia berjengit saat sebuah kaleng dingin menyentuh ringan pipinya yang putih. Ia membuka maniknya secepat yang ia bisa, mendapati kekehan ringan dari sosok yang kini mendudukkan dirinya di kursi sebelah Jimin.
Pria tampan itu menyodorkan sekaleng soda pada Jimin dan diterima baik olehnya.
"Terima kasih, Eunwoo," ucap Jimin pelan.
Jimin membuka penutup kaleng itu dan menyeruput soda hingga ia merasa lega di tenggorokannya. Setelahnya, ia menatap Eunwoo yang masih tersenyum kecil padanya. Eunwoo yang selalu tersenyum, tetapi kali ini senyumnya berbeda. Ada apa dengan Eunwoo?
"Kau baik-baik saja?" Tanya Jimin memastikan jika pria di sebelahnya baik-baik saja.
Pria tampan itu semakin mengembangkan senyumnya, apakah Jimin tahu jika ia tidak baik-baik saja saat ini? Akhirnya, ia menggeleng pelan masih dengan senyum di wajahnya.
"Aku tidak baik-baik saja, Jimin," ucapnya pelan, suaranya terdengar serak.
"Kau habis menangis?" Tanya Jimin khawatir. Pria mungil itu bahkan mencondongkan tubuhnya pada Eunwoo. "Kau bisa menceritakan masalahmu padaku jika kau mau," tawar Jimin kemudian.
Eunwoo menatap dalam manik Jimin. "Bolehkah?" Tanyanya tidak yakin. Bolehkah ia menceritakan tentang sakit hatinya? Bolehkah ia jujur tentang perasaannya pada Jimin? Walaupun ia tidak berharap apapun pada Jimin, ia hanya ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan. Sebab, sesak di dadanya terlalu banyak sampai ia tidak sanggup menahannya. Mungkin, dengan jujur tentang perasaannya, ia bisa lebih lega.
Jimin mengangguk mantap, "Tentu saja!" Ucapnya begitu semangat. "Aku akan mendengarkan ceritamu," lanjutnya.
"Aku menyukai seseorang, amat sangat menyukainya." Eunwoo mulai menceritakan tentang perasaannya. "Dia baik, dia cantik, dia lucu, dia ramah, dia pintar, semuanya begitu sempurna jika itu tentang dia." Eunwoo menghela napas sebelum melanjutkan ceritanya.
"Namun sebelum berjuang, aku sudah kalah telak." Kalimat itu sukses membuat alis Jimin mengerut.
"Maksudmu?" Tanya Jimin.
Eunwoo mengembangkan senyumnya, "Dia sudah menjadi milik orang lain, Ji. Padahal aku benar-benar menyukainya."
Jimin tahu benar bagaimana perasaan Eunwoo saat ini. Menyukai seseorang yang menjadi milik orang lain bukanlah hal yang mudah. Ia harus menelan pil pahit setiap hari dan mencari penawar pahit itu sendiri.
Pria mungil itu sedikit mendekat pada Eunwoo, menepuk punggung pria rapuh itu memberikan semangat. "Aku tahu benar bagaimana rasanya, Eunwoo."
Eunwoo tersenyum, kemudian mengangguk. "Kalau aku jujur padanya, apa boleh, Ji?" Tanya Eunwoo ragu. Sejujurnya, ia takut tentang bagaimana reaksi Jimin jika tahu ia menyukaimu. Ia takut jika Jimin mungkin saja akan menjauhinya. Namun, ia sudah tidak sanggup menahan sesak di dadanya.
Jimin mengangguk, "Lebih baik kau jujur, Eunwoo. Memendam perasaan tanpa orang lain tahu, itu benar-benar menyakitkan."
Eunwoo tatap manik cokelat milik Jimin yang begitu hangat. Menyelami tatapan teduh itu membuat hatinya merasa tenang. Andai saja ia memiliki hati dari pemilik manik itu, pastinya ia akan bahagia.
"Kau, Ji." Kalimat yang terdengar ambigu di rungu Jimin.
"Eoh?" Hanya itu respon yang diberikan Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
RomanceJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.