Bab 8

699 93 60
                                    

Waktu semakin larut, jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit. Sudah waktunya Jimin selesai dengan pekerjaannya. Sejak tadi yang ia lakukan adalah membereskan meja dan merapihkan semua kursi. Ia tidak sendiri, ada Yoongi bersamanya yang ikut membantunya. Bukan ia tidak menolak, ia sudah melakukannya. Namun, pria pucat itu kekeuh ingin membantunya agar Jimin cepat selesai,–katanya.

Ia sudah mengganti baju kerjanya dengan pakaian yang lebih santai. Kaos putih lengan pendek dengan celana jeans biru laut. Ia tengah berjalan mendekat pada Yoongi.

Melihat itu, dahi Yoongi berkerut. "Dimana jaketmu?" Tanyanya. Sedikit khawatir melihat pakaian Jimin yang terlalu tipis jika dipakai di malam hari.

Jimin yang semula berjalan kini mendadak berhenti, kemudian ia mengendikkan bahunya acuh. "Aku tidak memakai jaket sejak tadi," jawab Jimin santai.

Ia melangkahkan kakinya lebih dulu berjalan menuju pintu keluar. Namun, lengan kurusnya tertahan oleh genggaman jemari pucat milik Yoongi. "Tunggu sebentar," Yoongi mencegah Jimin pergi lebih jauh.

Ia melepaskan jaket denimnya dan melangkah lebih dekat dengan Jimin, membalik tubuh mungil itu dan dalam hitungan ketiga jaket itu sudah melekat di tubuh mungil Jimin. Pria mungil itu hanya menatap bingung pada Yoongi. Wajah polosnya terlihat menggemaskan, bibirnya sedikit terbuka, maniknya membulat lucu dan sekian detik kemudian berkedip cepat.

"Apa-apaan ini? Mengapa Yoongi terlihat gantleman sekali? Sudah pasti wajahnya memerah, sial!" batin Jimin.

"Oh? Ada apa dengan wajahmu?" Tanya Yoongi sambil mencubit gemas pipi Jimin. Kemudian tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Jimin agar mengikuti langkah kakinya.

Melihat tangannya yang di genggam Yoongi, rasanya Jimin ingin menghentikan waktu. Ingin menikmati lebih lama hal yang membahagiakan dirinya.

***

Diatas kendaraan beroda dua, Jimin memeluk erat pinggang Yoongi dengan tubuh yang menempel sempurna. Biasanya, Yoongi akan menjalankan roda duanya dengan kecepatan tinggi agar Jimin mau memeluknya. Namun sekarang, ia menjalankannya dengan kecepatan sedang dan menarik tangan kurus Jimin agar melingkar di pinggangnya.

Bukan tanpa sebab, entah mengapa akhir-akhir ini ia tidak ingin jauh dengan Jimin. Terlebih beberapa waktu lalu ia sempat bertengkar kecil dengan pria mungil itu yang membuat dirinya tidak nyaman.

Tidak ada percakapan selama perjalanan, hanya hening sampai rintik hujan mulai turun membasahi tubuh keduanya. Bukannya menambah laju kecepatan, Yoongi justru terlihat begitu santai menikmati perjalanan diiringi guyuran hujan yang semakin deras.

Ia tidak khawatir akan dirinya yang hanya memakai kaos oblong hitamnya. Ia juga merasa lega karena Jimin memakai jaketnya. Setidaknya, satu lapisan itu bisa sedikit melindungi tubuh Jimin dari derasnya hujan.

Pria mungil itu menepuk pundak Yoongi berkali-kali, membuat Yoongi sedikit menolehkan kepalanya untuk melihat Jimin.

"Gi, hujannya semakin deras!" Teriak Jimin, suaranya nyaris tak terdengar akibat suara hujan yang cukup kuat.

Yoongi membuka kaca helm-nya, "kau ingin berteduh?!" Yoongi bertanya dengan suara lantang. "Aku tidak masalah dengan hujan, kau ingin aku berhenti?" Tanya Yoongi, lagi.

Sebenarnya, Jimin mengkhawatirkan Yoongi yang hanya memakai kaos oblong hitam. Namun, mengingat ini sudah larut malam dan tidak bisa di prediksi kapan hujan akan reda, Jimin tidak sampai hati meminta Yoongi berteduh.

Ia pun paham jika mungkin saja pria pucat itu sudah sangat lelah karena menunggunya di restoran. Ia tidak mau membuat Yoongi semakin lelah hanya karena menunggu hujan reda. Lagipula, ia sudah kepalang basah. Jadi, untuk apa berteduh.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang