Senja berganti malam gelap. Kelap kelip bintang diatas sana menjadi lampu alami saat ini. Pria pucat berjaket hitam itu berjalan mondar-mandir di depan pintu asrama yang sejak satu jam lalu masih terkunci. Apa Jimin belum juga pulang padahal malam semakin larut? Ponselnya pun menjadi tidak aktif sejak beberapa saat lalu ia coba hubungi.
Tak dapat dipungkiri bahwa ia begitu gelisah, melebihi rasa khawatirnya pada Jihoon. Berkali-kali ia membuang napas beratnya untuk sekedar menghilangkan gelisah di hatinya, tetapi tak kunjung hilang. Maniknya terus menatap arah datangnya Jimin, tetapi nihil. Pria mungil itu masih belum menunjukkan tanda-tanda kedatangannya.
Ia sampai menggigiti kuku tangannya saking khawatirnya dengan Jimin. Berkali-kali melihat jam tangan yang melingkar di lengan kanannya yang sudah hampir menunjukkan pukul sembilan malam.
"Oh tuhan, Jimin. Kau ada dimana sekarang?" Yoongi terus menerus bertanya tanpa mendapatkan jawaban.
Kakinya ia hentakkan dengan keras pertanda ia kesal menunggu Jimin yang belum pasti kapan datangnya.
Tak lama setelah ia memukul kepalan tangannya ke tembok, dari arah tangga terdapat Jimin yang berjalan pelan dengan Taehyung yang memapahnya.
Melihat itu, Yoongi dengan cepat berlari menghampiri kedua sahabatnya. Ia semakin panik saat mendapati wajah Jimin yang pucat serta sudut bibir Jimin yang berdarah. Apa ini? Apa yang terjadi dengan Jimin-nya?
"Ji, ya Tuhan! Apa yang terjadi denganmu?!" Teriak Yoongi sembari memegang bahu Jimin.
Tangan itu ditepis pelan oleh Taehyung. "Gi, kita masuk dulu. Nanti akan ku ceritakan padamu." Taehyung berjalan lebih dulu meninggalkan Yoongi yang masih mematung.
Setelah membaringkan Jimin di ranjangnya, Taehyung mengajak Yoongi untuk keluar kamar. Ia akan menceritakan apa yang terjadi pada Jimin. Yoongi hanya mengekori Taehyung yang saat ini berjalan tepat di depannya menuju ruang tamu.
Pria tampan itu mendudukkan bokongnya pada satu-satunya sofa disana. Sebelum menceritakannya pada Yoongi, ia menatap sendu wajah Yoongi yang kini menatapnya penuh tanya. Ia meghela napasnya sebelum akhirnya mulai menceritakan apa yang terjadi pada Jimin.
Mendengar suara gedoran pintu dari luar, Jungkook hanya tersenyum miring. Segitunya Taehyung mengkhawatirkan Jimin sampai-sampai menyusulnya ke toilet. Tidak hanya itu, bahkan pria tampan itu terus mengancamnya. Berkata akan menanggilkan polisi, bahkan sampai menggedor kuat dan mengancam akan menyakiti Jungkook.
Tentu, pria berkacamata itu tidak semudah itu percaya. Ia tahu Taehyung pria yang baik dan cerdas, jadi tidak mungkin ia bertindak gegabah dengan memanggil polisi. Ia semakin dekat pada Jimin, mengusap lembut wajah Jimin yang kini sedikit pucat karena takut.
"Kau takut padaku?" Tanya Jungkook.
Jimin hanya diam, ia tidak mau menjawab sedikitpun perkataan Jungkook. Pria bodoh mana yang berpikir tidak takut jika diancam seperti ini.
Ia pun tidak mau gegabah mengatakan hal yang mungkin akan memancing emosi Jungkook. Walaupun dalam hatinya ingin sekali memberontak dan berteriak pada Taehyung bahwa ia terancam saat ini.
Ia menatap Jungkook dengan sendu, "Jungkook, aku mohon tolong lepaskan aku," pinta Jimin.
Jungkook terkekeh, kemudian menggeleng pelan. "Tidak, sebelum kau menjauh dari Taehyung dan jangan coba-coba mendekatinya, Jimin!"
"Tapi, aku dan Taehyung hanya bersahabat, Jungkook. Aku tidak punya perasaan apapun pada Taehyung." Jimin mencoba menjelaskan pada Jungkook.
Perkataan Jimin mengundang emosi Jungkook. Ia memukul tembok di samping kepala Jimin. "Tapi Taehyung menyukaimu, Jimin! Ia tidak tertarik padaku karena ia memiliki perasaan untukmu!" Teriak Jungkook membuat tubuh Jimin bergetar. Begitupun dengan Taehyung yang semakin khawatir dengan keadaan Jimin di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
RomanceJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.