Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa hubungan Jimin dan Yoongi sudah berjalan satu bulan. Semuanya baik-baik saja sampai detik ini. Keributan kecil kerap kali terjadi, tetapi itu hal yang wajar dalam hubungan. Yoongi yang begitu memperhatikan Jimin dan Jimin menerima setiap afeksi yang Yoongi berikan padanya. Ia tidak akan mengatakan Yoongi berlebihan, sebab ia pun merasa bahagia saat perhatian kecil Yoongi padanya membuat hatinya menghangat.
Yoongi tidak pernah sekalipun menaikkan nada bicaranya. Selama ini ia selalu berbicara lembut pada Jimin. Baginya, hati Jimin itu lembut dan Yoongi tidak bisa menyakiti hati Jimin sekesal apapun ia pada Jimin, Yoongi akan memberikan pengertian dengan nada yang terlewat lembut.
Seperti saat ini, Yoongi yang terus memberikan pengertian pada Jimin tentang pekerjaan paruh waktunya. Bukannya melarang Jimin bekerja, hanya saja jam pulang Jimin jadi semakin malam dan itu cukup menyita waktu istirahat Jimin tentunya. Yoongi jelas tidak bisa melihat yang tersayang merasakan lelah dan kurang istirahat seperti ini.
"Aku bukan melarangmu, sayang. Hanya saja, kau akan kurang tidur dan berakibat kau mengantuk di kelas. Bagaimana kau mengikuti pelajaran jika mengantuk seperti itu?" Yoongi berusaha menarik perhatian Jimin agar pria mungil itu menatapnya.
"Lalu bagaimana aku mendapatkan tambahan biaya kuliah jika aku berhenti bekerja?" Jimin menaikkan nada bicaranya, ia kesal karena Yoongi tidak memahami dirinya.
Yoongi menghela napasnya, ia mengambil tangan Jimin untuk ia genggam. Keduanya tengah duduk bersebelahan di tepi ranjang. "Aku sungguh mengerti dirimu. Tetapi membiarkan kau merasa lelah setiap harinya, akupun tidak bisa, sayang." Yoongi diam, berharap Jimin bisa memahami kalimatnya. "Kalau kau merasa kurang dengan biaya kuliah, kau bisa meminta padaku, sayang. Jangan lupakan jika aku adalah kekasihmu, dan kau adalah tanggung jawabku."
Jimin menggeleng, tidak membenarkan apa yang baru saja Yoongi katakan. "Kau hanya kekasihku, bukan suamiku. Tanggung jawabku masihlah appa ku!" Jimin berucap tegas.
"Aku tahu sayang, aku tahu. Tetapi apakah niat baikku akan kau tolak seperti ini? Aku dengan ikhlas akan menjadikanmu tanggung jawabku mulai saat ini." Yoongi pun tidak mau kalah. Ia benar-benar tulus meminta Jimin menjadi tanggung jawabnya, sebab ia merasa bahwa ia sanggup.
"Tidak bisa, Gi. Kesannya seperti aku memanfaatkanmu." Jimin mendesah berat. Kalau boleh jujur, ia pun juga lelah. Setiap hari kuliah hingga sore, dilanjutkan dengan bekerja sampai malam. Belum lagi jika ada tugas kuliah yang menumpuk yang harus dikerjakan malam itu juga, membuatnya tidak tidur sampai pagi menjelang. Berakhir dengan lingkaran hitam di bawah matanya.
Yoongi tersenyum, "Justru itu, kau memang seharusnya memanfaatkanku, kan? Aku ini kekasihmu, Ji. Uangku sangat cukup untuk keperluanku juga dirimu. Apa gunanya kau memiliki kekasih yang kaya tetapi tidak kau manfaatkan, hm?" Ucap Yoongi menggebu.
"Sudahlah, aku lelah berdebat denganmu," final Jimin. Ia merebahkan tubuhnya pada ranjang empuk miliknya dan menarik selimut tetapi masih tertahan oleh Yoongi yang mendudukinya.
"Kita bicarakan kembali besok ya, sayang," ucap Yoongi sembari berdiri, ia menarik selimut kuning itu sampai batas dada Jimin. "Tidur yang nyenyak ya, sayang," ucapnya sambil mengecup puncak kepala Jimin.
Jimin hanya berdeham kemudian memejamkan maniknya. Ia lelah sekali. Tubuhnya, pikirannya, semuanya lelah. Seandainya ia terlahir dari keluarga yang berkecukupan, ia tidak akan memusingkan masalah biaya seperti ini.
Melihat dahi Jimin yang berkerut samar membuat Yoongi mendekatkan tangannya untuk mengusap dahi tersebut. "Jangan terlalu dipikirkan, aku mencintaimu," ucap Yoongi pelan. Setelahnya pria pucat itu meninggalkan kamar Jimin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
RomantikJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.