Bab 20

661 103 44
                                    

Di sebuah meja cokelat kecil yang sudah tertata berbagai macam makanan, tak lupa sebotol soju dan dua seloki kosong yang mendampingi. Yoongi diam, mengamati pria paruh baya yang mengambil botol soju hijau dan menuangkan cairan putih nan pahit itu ke dalam gelasnya. Ia sigap mengangkat seloki miliknya dengan tangan kanan, tak lupa tangan kirinya yang memegang siku kanannya.

Usai menuangkan cairan putih itu, pria paruh baya yang tak lain ayahnya Jimin tersenyum kecil. "Minumlah, kau biasa minum soju?" Tanyanya.

Yoongi mengangguk sembari bergumam terimakasih. "Ya, aku pernah minum beberapa kali," jelas Yoongi. Ia pun segera meminum soju di tangan kanannya dengan kepala menoleh ke kanan,—tanda menghormati.

Ia mengambil botol soju itu, kemudian melakukan hal yang sama dengan ayah Jimin. Menunggu pria paruh baya itu meminum soju nya.

"Kau Yoongi, bukan?" Tanya ayah Jimin sembari mengamati wajah pucat Yoongi.

Yoongi mengangguk cepat sebagai respon, mengundang kekehan kecil dari yang lebih tua. "Putraku itu sering kali membicarakanmu dengan ibunya," Yoongi tercengang. "Pernah sekali ia menunjukkan fotomu pada kami dan betapa ia bersemangat menceritakan tentangmu." Yoongi masih diam mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir ayah Jimin.

"Dan sejak itu, aku tahu jika putraku memiliki perasaan padamu, Yoongi." Ayah Jimin tersenyum, mengambil soju dan meminumnya kembali.

"Biasanya, ia akan bercerita panjang lebar dengan ibunya tentang sosok yang bernama Yoongi. Namun, setelah kepergian ibunya, aku tidak menjamin apakah ia bisa berbagi ceritanya denganku. Karena Jimin lebih dekat dengan ibunya dibandingkan ayahnya," ayah Jimin menjelaskan.

Yoongi mengulum bibirnya sebelum akhirnya berkata, "lalu, apa yang harus aku lakukan untuk Jimin, Appa-nim?" Seolah ia mengerti tentang apa yang akan pria paruh baya itu siratkan.

Pria paruh baya itu kembali tersenyum. Ia merasa lega karena Yoongi mengerti maksud tersirat yang ia sampaikan.

"Bisakah aku meminta satu hal padamu, Yoongi?" Pria paruh baya itu mengambil tangan Yoongi, menggenggam erat tangan pucat itu.

Yoongi melihat tangannya digenggam, ada perasaan hangat menjalar di hatinya. Ayahnya tidak pernah sekalipun menggenggam erat tangannya seperti ini. Namun, ayah Jimin melakukan hal sederhana itu untuknya. Jimin sangat beruntung memiliki ayah seperti ayahnya saat ini.

Yoongi mengangguk, "apa itu, appa?" Tanyanya sembari menatap manik cokelat pria paruh baya itu. "Selagi aku bisa melakukannya, maka akan aku lakukan," lanjut Yoongi, ia ikut meremas tangan pria paruh baya itu lembut.

"Tolong jaga Jimin disana, ya. Jimin itu pintar sekali menyembunyikan perasaannya sendiri. Ia bahkan rela sakit hanya untuk orang yang ia cintai. Ia rela tidak bahagia asalkan orang-orang terdekatnya bahagia. Jimin-ku anak yang ceria, tetapi aku tidak bisa menjamin ia bisa kembali ceria setelah kepergian ibunya." Yoongi diam mendengarkan, sesekali mengangguk.

"Ia tidak memiliki siapapun disana selain kau dan Taehyung. Jadi, aku mohon dengan sangat untuk menjaga putraku. Aku tidak bisa selalu menjaganya karena aku harus melanjutkan hidupku disini. Apakah ini terlalu berat untukmu, Yoongi? Jika terlalu berat, maka katakan saja," seulas senyum tulus terukir indah di wajah pria paruh baya itu.

Yoongi meremas tangan pria paruh baya itu, menggeleng sembari tersenyum hangat. "Tidak, appa. Itu tidak memberatkan sama sekali. Aku berjanji pada appa akan menjaga Jimin dengan baik." Mau bagaimanapun, Yoongi sudah berjanji dan ia berusaha untuk menepati janjinya.

"Terima kasih, Yoongi," singkat pria paruh baya itu sambil tersenyum. Yoongi mengangguk, membalasnya dengan senyuman.

Ayah Jimin berharap jika putranya akan baik-baik saja setelah ini. Berharap jika Jimin dapat melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Ia mempercayakan Yoongi untuk menjaga Jimin. Ia tahu betul bagaimana besarnya perasaan Jimin untuk Yoongi. Sebab itu, ia hanya ingin sedikit membantu putranya agar lebih dekat dengan pujaan hatinya. Ia mendukung apapun yang membuat Jimin bahagia.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang