Bab 27

680 91 39
                                    

Setelah dua jam lebih berkeliling mencari alat dan bahan yang diperlukan, kini keempat pria itu mengisi amunisi di sebuah cafe elite di daerah Shinsa-dong. Sesuai dugaan Jimin, tarif yang dipatok untuk seporsi spaghetti saja bisa tiga kali lipat dibandingkan cafe biasa. Ia bahkan hanya memesan cake dengan dalih masih kenyang. Namun, Taehyung tahu jika Jimin akan selalu seperti itu. Menutup rapat apa yang menjadi kegelisahannya. Makanya, pria tampan itu sengaja memesan beberapa menu hanya untuk alibi Jimin bisa memakan makanan berat juga.

Sebisa mungkin Jimin menutupi rasa laparnya dengan memesan cake cokelat dan milkshake strawberry. Ia rasa, dia makanan itu sudah cukup mengganjal perutnya saat ini. Setelah pulang nanti, ia akan memasak dua bungkus ramyeon agar energinya kembali lagi.

Sejujurnya, ia sedikit tergoda dengan aroma sedap yang terhirup oleh hidungnya. Aroma masakan yang menggugah selera makan. Jika tidak tahu malu, Jimin akan meminta sedikit makanan milik Taehyung, tetapi jelas ia tidak akan meminta hal seperti itu. Ia hanya bisa melirik kecil spaghetti yang sedang di lahap Taehyung. Ia hanya bisa menelan salivanya. Rasanya pasti enak sekali bisa memakan makanan enak tanpa memikirkan biayanya.

Jimin menghela napas panjang, hal itu menarik atensi Taehyung juga Eunwoo yang kini memasukkan sepotong daging ke dalam mulutnya. Merasa di tatap, Jimin lantas tersenyum kikuk. "Em maaf, kalian bisa melanjutkannya." Kepala pria mungil itu tertunduk, jemari mungilnya kembali memotong cake cokelat di hadapannya.

Baru saja ingin memasukkan sepotong cake ke dalam mulutnya, satu piring berisi spaghetti dengan saus merah tersodor dihadapannya. Ia menatap tangan yang menyodorkan piring itu. Kepalanya miring ke kanan seolah bertanya apa maksudnya Taehyung menyodorkan piring berisi spaghetti itu padanya.

Taehyung tersenyum kecil, "Makanlah, kau tidak akan cukup hanya dengan cake itu." Seperti tahu kebiasaan makan Jimin yang banyak, pria itu memberikan spaghetti yang masih utuh pada Jimin.

Bibir Jimin mengerucut kecil. Ia menatap manik Taehyung yang berbinar, seolah membiarkan Jimin memakan spaghetti yang sejak tadi menggoda perutnya. "Bukankah ini milikmu?" Tanya Jimin basa basi. Ia tidak langsung menerimanya.

Taehyung mengangguk, kembali menyodorkan piring berisi spaghetti itu lebih dekat pada Jimin. "Aku akan kekenyangan jika harus menghabiskan dua porsi." Hanya alibi, Jimin tahu jika pria tampan itu sengaja membelikannya dengan cara seperti ini.

Jimin tersenyum senang, "Kalau begitu, dengan senang hati aku menghabiskannya. Kau tidak boleh makan terlalu banyak, Taehyung." Tangan mungilnya mengambil garpu dan mulai menyantap spaghetti yang sejak tadi ia inginkan.

Taehyung hanya terkekeh lucu melihat Jimin yang sengaja berkata seperti itu. Jimin tidak pernah berubah, selalu sama. Namun, semua itu tak luput dari pandangan Jungkook yang berapi-api. Ada rasa kesal bercampur cemburu yang kini menguasai dirinya. Tangannya memegang erat garpu di tangan kanannya. Tatapannya menatap Jimin nyalang seolah menguliti pria mungil itu.

Tak sengaja, Taehyung menatap Jungkook. Tatapan yang semula berbinar, kini berubah tajam. Pria tampan itu ikut menatap tajam Jungkook yang kini duduk tepat di sebelah Jimin. Menyadari tatapan tajam Taehyung, Jungkook mendengus kesal kemudian melanjutkan acara makannya.

***

Yoongi senantiasa mengobati luka-luka yang ada di tubuh Jihoon dengan begitu telaten. Setelah mengantarkan Jihoon sampai di rumahnya, pria pucat itu tidak sampai hati untuk meninggalkan Jihoon di rumah sendiri. Akhirnya, ia memilih untuk menemani pria cantik itu dan mengobati luka-lukanya.

Ada beberapa yang terlihat sedikit parah, seperti di siku tangannya yang berdarah, di lututnya yang memar, juga telapak tangannya yang tergores aspal cukup besar. Bagaimana bisa Yoongi tega meninggalkan Jihoon sendiri.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang