Bab 29

582 94 79
                                    

Malam semakin larut, rengkuhan yang semula mengerat perlahan melonggar saat Yoongi merasakan tubuh Jimin bergetar. Kepala yang awalnya nyaman di atas bantal empuk, dengan cepat ia angkat untuk melihat Jimin. Masih dengan posisi di belakang tubuh Jimin, Yoongi menarik pelan pundak Jimin agar tubuh pria mungil itu berbalik padanya.

Sedikit terkejut saat mendapati wajah Jimin yang begitu pucat dengan bulir keringat di sekitar dahinya. Tangan kekarnya ia bawa untuk menyentuh dahi Jimin. Panas, itulah yang ia rasakan.

"Oh sial! Panas sekali," ucapnya.

Ia kembali melihat wajah Jimin yang tertidur sedikit gelisah. Ia mengusap lembut bulir peluh di dahi Jimin, sembari menggumam, memanggil nama Jimin.

"Ji, kau demam." Yoongi yang terus berceloteh tidak tenang melihat wajah pucat Jimin.

Ia bangkit dari duduknya, berniat turun dari ranjang untuk mengompres Jimin. Namun, belum saja kakinya turun menapaki lantai, cekalan di tangan menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada Jimin yang kini menatapnya sayu.

"Jangan pergi, Gi, jangan ...," setelahnya Jimin kembali terpejam. Merasakan hawa panas di bagian matanya membuatnya tidak nyaman dan ingin terus memejamkan matanya.

Yoongi membawa tubuhnya mendekat, mengecup dahi Jimin yang panas. "Aku tidak kemana-mana, Ji. Aku hanya akan mengambil air kompres untukmu. Tunggu sebentar, ya?" Begitu lembut Yoongi berbicara pada Jimin. Jimin yang lemah hanya mampu menganggukkan kepalanya pelan. Ia pun melepaskan cengkraman tangannya pada lengan Yoongi.

Bergegas Yoongi pergi ke dapur untuk mengambil wadah dan air hangat serta handuk kecil untuk mengompres Jimin. Tidak membutuhkan waktu lama, ia kembali ke kamar pria mungil itu.

Posisi Jimin tidak berubah, masih terlentang dengan manik yang terpejam erat. Yoongi membawa wadah berisi air hangat itu dan meletakkannya di atas meja kecil di samping ranjang. Memeras handuk kecil itu dan perlahan meletakkannya di dahi Jimin.

Tubuh Jimin tersentak kecil saat merasakan dingin menyentuh dahinya, bahkan maniknya sedikit terbuka. Melihat itu, Yoongi mengusap surai Jimin pelan.

"Sshh tidak apa-apa, ini hanya kompresan." Yoongi menenangkan Jimin, sembari tangannya mengusap pelan surai Jimin yang sedikit basah.

Jimin kembali tertidur, merasa nyaman saat kepalanya di usap sesekali di tepuk pelan. Yoongi kembali melihat sudut bibir Jimin yang terluka membuat hatinya sakit. Seumur hidupnya ia tidak pernah melihat Jimin terluka secara fisik seperti ini. Jujur saja, ini pertama kalinya melihat Jimin terluka. Ia tidak terima saat tahu bahwa Jungkook lah yang melakukan semua ini pada Jimin.

Dalam hatinya, ia merasa bersalah dan terus merapalkan kata maaf yang tidak bisa di dengar Jimin.

"Ji, maafkan manusia bodoh dan brengsek ini, Ji. Setelah kau bangun, tolong hukum aku. Pukul aku sekuat yang kau bisa, Ji." Yoongi meracau. Rasa bersalah yang kian membesar membuat dadanya sesak. Ia mengambil tangan Jimin perlahan, mengecupnya dengan lama.

Meletakkan tangan Jimin yang hangat di pipi kanannya. Maniknya ikut terpejam saat merasakan tangan hangat Jimin, berharap suhu di tubuh Jimin segera turun.

Sudah satu jam berlalu, Yoongi masih dengan kegiatannya yang membolak-balikkan handuk di dahi Jimin, sesekali mencelupkannya di air hangat. Sampai Jimin bersuara membuat fokus Yoongi yang semula pada tangan Jimin, kini beralih pada wajah Jimin yang menatapnya sendu.

"Gi, aku haus," ucap Jimin dengan suara serak, menandakan kerongkongannya kering.

Yoongi mengangguk, ia membantu Jimin untuk duduk perlahan, kemudian mengambil air putih yang sebelumnya sudah ia siapkan di samping wadah kompresan beserta obat yang niatnya akan dia berikan pada Jimin.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang