Mentari bersinar begitu terang, hangatnya sampai terasa di kulit hingga rasanya sedikit terbakar. Jangan tanyakan silaunya yang ikut menyelinap masuk membangunkan sosok mungil yang masih betah terpejam. Namun, karena posisi tidur yang tidak nyaman, ia mengangkat perlahan kepalanya dan merenggangkan otot tubuhnya. Menguap lebar saat merasakan kantuk yang masih melekat di matanya.
Melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Pandangannya beralih pada sosok yang kini masih terpejam erat. Tangannya terulur untuk menyentuh kening sosok itu dan mengecek suhu tubuhnya. Di rasa demam sudah menurun, ia berucap syukur dalam hatinya.
"Syukurlah sudah turun panasnya," ucapnya begitu lega.
Ia berdiri dan berjalan keluar kamar, niatnya ingin membuat sarapan untuk si pria pucat itu. Hari ini Minggu, ia akan ke restoran pada pukul sepuluh nanti.
Asik berkutat pada peralatan dapur, ia memutuskan untuk membuat bubur ayam saja. Untungnya, bahan-bahan di lemari pendingin tersedia,—tidak ada satupun bahan yang kurang.
Saat sedang memotong daging ayam, bel rumah Yoongi berbunyi nyaring. Membuat pria mungil itu menolehkan kepalanya pada pintu utama. Ia meletakkan pisau dan mencuci tangannya untuk menyambut tamu yang datang. Berjalan sedikit cepat agar tamunya tidak menunggu terlalu lama.
Saat pintu terbuka, yang terlihat adalah sosok cantik dengan manik bulatnya,—itu Jihoon.
"Hai," sapa Jihoon dengan senyum manis di wajahnya.
"Oh, hai. Silahkan masuk," ucap Jimin ramah yang juga ikut tersenyum.
Jimin sedikit menggeser tubuhnya agar pria cantik itu bisa masuk ke dalam rumah. Menutup pintu besar itu dan mempersilahkan Jihoon duduk terlebih dahulu, tetapi langsung di tolak secara halus oleh Jihoon.
"Maaf, bisakah aku langsung menemui Yoongi?" Tanyanya begitu sopan.
Jimin sedikit kikuk dibuatnya. Maksudnya, Jihoon menemui Yoongi di kamar, begitu? Tidak, tidak boleh. Nanti mereka hanya berdua di kamar. Namun, Jihoon 'kan pacar Yoongi. Ada hak apa dirinya melarang Jihoon menemui Yoongi? Aish, ini benar-benar rumit.
Sibuk berkelana dalam pikirannya, sampai tidak sadar jika Jihoon memanggilnya berkali-kali. "Maaf, Jimin?" Panggil Jihoon.
Jimin gelagapan, "ah iya, silahkan saja. Kamarnya di lantai dua pintu berwarna cokelat," jelas Jimin. "Aku tinggal membuat bubur sebentar, ya," lanjut Jimin. Kemudian, ia berlari kecil menuju dapur untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.
***
Sudah dua puluh menit berlalu dan Yoongi masih betah dalam tidurnya. Begitulah Yoongi, saat sakit akan betah berlama-lama untuk tidur. Baginya, itu benar-benar yang namanya istirahat.
Jihoon dengan telaten mengusap surai Yoongi yang mulai basah karena peluh. Ia tersenyum saat mendapati wajah polos Yoongi yang terlihat menggemaskan saat tertidur. Jelas berbeda saat Yoongi sedang dalam keadaan sadar, pria pucat itu akan terlihat sedikit garang.
"Kenapa kau terlihat seperti anak kecil?" Monolog Jihoon sambil tertawa kecil. Ia benar-benar baru melihat sosok Yoongi yang berbeda dari biasanya.
Tak lama kemudian, pintu kamar Yoongi di ketuk pelan, membuat atensi Jihoon yang semula pada Yoongi kini beralih pada pintu cokelat yang sudah terbuka menampilkan sosok Jimin yang datang membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih.
Jimin tersenyum, "ini bubur ayam, saat dia bangun tolong beri dia sarapan," ucap Jimin sambil menaruh nampan tersebut di atas nakas. "Obatnya juga sudah aku siapkan. Tolong, ya, Jihoon," pinta Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
عاطفيةJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.