Bab 39

506 93 52
                                    

Langit gelap telah datang, menggantikan senja yang selesai dengan tugasnya. Rembulan yang perlahan nampak menjadi teman kelip-kelip bintang. Menjadi satu-satunya penghibur saat tubuh merasa lelah setelah seharian beraktivitas.

Jimin melangkahkan kaki mungilnya dengan riang, diikuti langkah kaki disebelahnya yang juga mengimbanginya. Tawa renyah menjadi backsound diantara keduanya. Seolah lelah seharian beraktivitas lenyap entah kemana.

"Jimin, bukankah seharusnya kita merasa lelah?" Eunwoo yang pertama kali membuka suara setelah keduanya saling melemparkan candaan.

"Eoh, kau benar. Lalu, mengapa kita tertawa seolah kita tidak melakukan apapun seharian ini?" Jimin balik bertanya diiringi kekehan yang masih melekat di bibirnya.

"Apa karena uang yang kita hasilkan?" Eunwoo memberi pendapatnya.

Jimin tertawa lepas, kemudian mengangguk. "Benar. Karena uang aku tidak merasa lelah sekalipun!" Jimin berucap semangat. "Mari hasilkan uang lebih banyak lagi! Aku suka uang, yeay!" Teriaknya semangat dengan tangan terkepal ke atas.

Eunwoo tidak berhenti tertawa melihat tingkah Jimin yang menurutnya begitu lucu. Kalau diingat mereka ini adalah mahasiswa tahun ketiga, tetapi mengapa semangat Jimin masih layaknya remaja yang baru saja pubertas.

"Nah, sekarang mari kita pulang untuk beristirahat. Aku akan mengantarmu pulang," final Eunwoo yang dibalas anggukan oleh Jimin.

Namun, saat ingin melangkahkan kaki keduanya dikejutkan dengan Jimin yang tiba-tiba tertarik ke belakang. Tangannya ditarik sedikit kuat oleh seseorang membuat pria mungil itu ikut membalikkan tubuhnya.

Tersentak kala maniknya menangkap siluet Yoongi yang menatapnya sendu. Ada rasa tak nyaman di hati Jimin kala melihat tatapan milik Yoongi. Ada perasaan sedih, sesal dan kecewa dalam tatapan itu.

"Pulang bersamaku, Ji!" Tegas Yoongi. Tangannya masih menggenggam erat lengan kurus Jimin.

Eunwoo menatap Yoongi sekilas, kemudian tatapannya turun pada pergelangan tangan Jimin yang digenggam oleh Yoongi.

"Gi, tapi aku—" ucapan Jimin terpotong oleh Eunwoo.

"Jangan memaksanya pulang bersama." Jemari kekar Eunwoo mencoba melepas genggaman tangan Yoongi pada Jimin. Bukannya terlepas, justru genggaman itu semakin mengerat membuat Jimin sedikit meringis.

"Jimin akan pulang bersamaku!" Kembali Yoongi menegaskan pada Eunwoo agar pria tampan itu mengerti.

Jimin menatap Eunwoo, berharap agar pria tampan itu mengerti maksudnya. "Aku akan pulang bersama Yoongi." Jimin rasa ia harus berbicara dengan Yoongi setelah satu pekan ia mengabaikan entitas Yoongi.

Ia pun berharap agar semua masalahnya dengan Yoongi segera terselesaikan. Jujur saja, ia pun rindu dengan Yoongi. Bagaimanapun, Yoongi adalah sahabatnya. Bagaimana bisa jauh dari sahabat yang selama ini bersama kita? Jelas saja berat sekali. Jimin hanya ingin semua kembali seperti semula.

Ia tidak lagi ingin berharap apapun dengan Yoongi. Ia hanya ingin kehidupannya dengan Yoongi kembali normal. Hanya ada canda tawa, saling membutuhkan dan selalu ada. Ia hanya ingin masa-masa persahabatannya dengan Yoongi terus terulang.

Ia menatap manik Eunwoo yang saat ini menatapnya. Pria tampan itu mengangguk, "Hubungi aku jika kau sudah di rumah." Bukan permintaan tetapi perintah yang harus Jimin indahkan.

Jimin mengangguk, kemudian membiarkan Eunwoo pergi meninggalkan mereka berdua. Kini, hanya tersisa Jimin dan Yoongi.

Jimin menatap Yoongi, ia tersenyum kecil. Yoongi tidak salah lihat, kan? Baru saja Jimin tersenyum padanya?

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang