Bab 26

647 96 95
                                    

Seperti rencana yang telah dibuat kemarin, seusai jam terakhir, mereka—Jimin, Yoongi, Taehyung dan Eunwoo—berjalan menuju parkiran. Mereka akan pergi ke toko alat dan bahan untuk photobooth dengan menggunakan mobil Yoongi.

Di tengah perjalanan menuju parkiran, Taehyung membuka obrolan.

"Bagaimana jika setelah belanja kita pergi ke cafe di daerah Shinsa-dong? Katanya, disana ada cafe baru."

Eunwoo mengangguk, "boleh, mengisi energi yang terkuras habis." Kekehan terdengar dari bilah bibirnya.

Dalam hati Jimin membatin, 'bukankah itu daerah Gangnam? Pasti cafe disana elite dan makanannya mahal. Jika seperti itu, lebih baik aku memesan makanan paling murah saja.'

Melihat raut wajah Jimin yang murung, Yoongi lantas merangkul bahu sempit itu. Menariknya sedikit lebih dekat dengannya. Ia jelas tahu apa kekhawatiran pria mungil ini. Lantas, ia berbisik kecil, "kau tidak usah khawatir, aku yang traktir nanti," ucap Yoongi pelan.

Walaupun Yoongi akan bertindak melindungi dirinya, tetapi ia pun tahu diri agar tidak terus bergantung pada Yoongi. Ia tidak mau merepotkan Yoongi lebih banyak lagi. Selama ini ia sudah cukup banyak merepotkan pria pucat itu dengan segala masalah dalam hidupnya.

Tak lama, keempat pria itu sudah sampai di parkiran dan menghampiri mobil hitam milik Yoongi yang terparkir rapih dengan mobil-mobil lainnya.

Namun, saat ingin menekan tombol kunci, ponselnya berdering nyaring. Pria pucat itu segera merogoh saku celananya dan melihat siapa yang meneleponnya.

Jihoon

Ia ragu untuk mengangkatnya. Dilihatnya satu persatu wajah teman-teman yang kini menatapnya. Seolah menunggu Yoongi untuk mengangkat panggilan tersebut. Jimin mengangguk, untuk mempersilakan Yoongi mengangkatnya.

"Sebentar, ya," ucap Yoongi sembari menjauh dari ketiga temannya.

Ia berjalan cepat sambil meletakkan ponselnya pada telinga.

"Halo? Ada apa, Jihoon?" Yoongi bertanya dengan tidak sabaran. Bukannya apa-apa, ia hanya ingin segera menyelesaikan panggilannya.

"Yoongi," lirih Jihoon di seberang telepon dengan suara bergetar.

Alis Yoongi menyatu. Mengapa suara pria cantik itu terdengar lirih seperti menahan sakit.

"Ya, ada apa?" Tanya Yoongi lagi.

"Bisa kau tolong aku, Yoongi? Aku terserempet mobil dan tidak ada satu orangpun yang lewat di sekitar sini." Jihoon merintih.

"Kirimkan lokasimu, aku segera kesana! Tunggu aku disana! Kau dengar?" Nada Yoongi terdengar begitu panik. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Jihoon bisa terluka seperti itu tanpa satu orangpun yang menolongnya.

Pria pucat itu mematikan panggilannya. Ia berjalan sedikit berlari menuju ketiga temannya. Ia sedikit tergesa, menandakan ia sedang panik.

"Ada apa, Gi?" Tanya Jimin saat melihat Yoongi yang sedikit terengah.

"Teman-teman, maaf. Aku tidak bisa ikut pergi bersama kalian. Jihoon terserempet mobil dan tidak ada yang menolongnya disana. Aku akan mengecek keadaannya lebih dulu. Aku akan mengantarnya pulang lalu menyusul kalian. Kalian pergilah dulu." Setelah mengatakan hal itu, Yoongi bergegas masuk ke dalam mobil di kursi kemudi. Mobil hitam itu melaju dengan cepat meninggalkan ketiga pria yang masih diam mematung.

Bahu Jimin merosot saat melihat Yoongi lebih memilih Jihoon. Lagi dan lagi ia ditampar kenyataan bahwa sampai kapanpun ia dan Yoongi tidak akan pernah bisa bersama. Yoongi masih memiliki perasaan untuk Jihoon, dan itu mutlak. Mana yang katanya pria itu akan meyakinkan dirinya? Mana yang katanya pria itu akan mencintainya? Mana yang katanya pria itu akan meraih kembali hatinya. Semuanya dusta, semua harapan hilang dalam sekejap. Lantas, bagaimana bisa ia percaya dengan pria itu lagi setelah sekian banyaknya pria itu menyakiti hatinya.

Just FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang