Tiga jam perjalanan dari Seoul menuju Busan. Yoongi mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Awalnya, Yoongi ragu untuk pergi ke Busan, sebab untuk apa Jimin ada disana jika kuliah belum libur. Namun, melihat wajah khawatir Taehyung membuat Yoongi tidak banyak berkomentar. Mengikuti kehendak Taehyung untuk menemui Jimin disana.
Tidak dapat dipungkiri ada rasa khawatir yang sejak tadi memenuhi pikirannya, hatinya ikut gelisah karena Jimin menelpon Taehyung, sedangkan panggilannya tidak diangkat. Namun, ia mencoba untuk berpikir positif. Mungkin saja, kebetulan nama Taehyung yang berada di paling atas panggilannya.
Yoongi menghela napasnya, pandangannya tajam lurus ke depan untuk fokus pada jalanan yang perlahan menggelap.
"Ngomong-ngomong, mengapa kau terlihat begitu khawatir, Taehyung?" Tanya Yoongi memecah hening.
Taehyung yang semula fokus pada ponselnya, kini menatap Yoongi sekilas. "Bagaimana tidak khawatir saat aku mendengar suara Jimin begitu parau. Seperti ... ia habis menangis," jawab Taehyung.
"Lalu, mengapa kau begitu ingin pergi menemuinya? Mengapa tidak menunggu Jimin pulang?" Sungguh, Yoongi begitu penasaran. Jika hanya karena suara Jimin yang parau seperti habis menangis, bukankah lebih baik menunggu kepulangannya?
Taehyung menggeleng, ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Yoongi.
"Kau ini bodoh atau bagaimana sih?! Jika kau mendengar suara Jimin kau pasti akan mengambil keputusan yang sama denganku!" Hardik Taehyung kesal. Menurutnya, Yoongi terlalu bodoh menangkap maksud Taehyung yang ingin menemui Jimin. Ia hanya ingin memastikan jika Jimin baik-baik saja.
Yoongi berdecak, "kalau begitu apa tujuanmu menemui Jimin?" Ia tidak suka dengan cara Taehyung yang membentaknya.
Pria tampan itu menarik napasnya dalam, mengembuskannya begitu kasar. "Aku bersalah padanya," singkat Taehyung.
Kedua alis Yoongi menyatu, ia tidak salah dengar, bukan? Taehyung bersalah pada Jimin? Apa ini?
"Maksudmu?" Tanyanya sambil sedikit menoleh pada Taehyung.
"Gi, aku sudah mengatakan hal yang tidak baik pada Jimin" ucapnya lesu.
"Jelaskan!" Yoongi memerintah.
Taehyung menceritakan kejadian pagi tadi. Bagaimana ia yang meminta Jimin untuk datang menemuinya, kemudian memergoki si secret admirer yang ternyata tidak sesuai ekspektasi-nya, sampai dirinya mengatakan hal yang tidak baik pada Jimin. Mengatainya pembohong dan tidak mau lagi bertemu Jimin? Mustahil baginya, nyatanya ia sangat butuh Jimin. Ia butuh sosok seperti Jimin dalam hidupnya. Sehari tidak berbicara dengan Jimin rasanya ada yang kurang bagi Taehyung.
Sebab kejadian itu, ia berjanji akan lebih berhati-hati dalam berucap. Ia akan lebih berpikir dalam berkata-kata. Ia tidak mau jika menyakiti perasaan orang lain dan berujung menyesal atas perbuatannya.
"Bodoh!" Umpat Yoongi. "Kau tahu bagaimana lembutnya hati Jimin, kan?" Tanya Yoongi tidak habis pikir.
Taehyung hanya mengangguk lesu, "itu sebabnya aku menyesal, Gi."
Terjadi hening beberapa saat, keduanya sibuk dalam pikirannya masing-masing. Taehyung yang memikirkan bagaimana jika Jimin tidak akan memaafkannya, atau kemungkinan terburuknya Jimin tidak mau lagi berteman dengannya. Begitupun dengan Yoongi, ia memikirkan bagaimana jika Jimin marah padanya dan tidak mau bertemu dengannya. Apa yang bisa ia katakan saat Jimin bertanya mengapa tidak menjawab ponselnya. Apakah ia akan jujur jika menemani Jihoon, ataukah ia akan berbohong saja.
Itu semua terlalu rumit untuk dipikirkan. Tidak bisa kah masalah ini selesai begitu saja. Terlewati tanpa beban pikiran dan berakhir baik-baik saja seperti sebelumnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
RomanceJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.