Waktu terasa begitu cepat, sudah satu minggu sejak pertemuan Yoongi dan sang pujaan hati, Jihoon. Sudah satu minggu pula Yoongi yang tidak pernah lepas dari ponselnya dan seringkali mengabaikan Jimin. Namun, pemuda mungil itu hanya bisa pasrah tentang hubungan persahabatan yang kian merenggang. Ingin melarang Yoongi dekat dengan Jihoon, tapi siapakah dirinya? Ia cukup sadar bahwa ia hanya sahabat Yoongi, tidak lebih.
Pemuda mungil itu akan diam dan merasakan sesak di dalam hatinya saat melihat Yoongi yang tersenyum ataupun tertawa ketika bersama ponselnya. Tertawa bahagia seperti yang Jimin dengar saat ini.
Seperti biasa, Yoongi akan menginap di asrama Jimin. Dulu, mereka akan menghabiskan waktu bersama dengan saling bertukar cerita, ataupun sekedar mengobrol santai membahas masa depan. Namun kini, semuanya berubah. Iya, sejak Yoongi mengenal Jihoon.
Tidak, Jimin tidak akan pernah menyalahkan Jihoon. Karena baginya, hal yang wajar jika dua orang saling tertarik maka keduanya akan menghabiskan waktu bersama. Ia mengerti bagiamana bahagianya Yoongi saat ini karena sama seperti dirinya yang bahagia saat bersama Yoongi.
Jimin tersenyum simpul saat mendengar tawa Yoongi yang saat ini berada di ranjangnya. Pemuda pucat itu berbaring telungkup dengan ponsel di tangannya. Sepertinya ia sedang chatting dengan Jihoon. Sedangkan Jimin, duduk di atas kursi di depan meja belajar. Niatnya ingin mengulas mata kuliah hari ini, tetapi sepertinya ia tidak bisa berkonsentrasi karena tawa Yoongi yang biasanya menjadi penyemangatnya, kini memiliki arti yang berbeda. Rasanya sakit, tetapi ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Maka, ia berdiri untuk keluar dari kamar. Rasaya terlalu sesak hanya karena mendengar tawa Yoongi. Memilih untuk mendinginkan hati dan pikirannya dengan minuman dingin.
"Gi, aku akan ke supermarket untuk membeli kopi. Kau mau menitip apa?" tanya Jimin sembari menatap Yoongi yang masih sibuk pada ponsel nya.
Tidak ada jawaban dari pertanyaan itu. Yoongi masih tersenyum menatap layar ponselnya. Jimin menarik napasnya, sekali lagi. Jika sekali lagi Yoongi mengabaikannya, maka ia akan memilih pergi saja.
"Gi, kau dengar aku tidak?" Ucapnya sedikit menaikkan nada bicaranya. Nihil, pemuda pucat itu masih fokus pada ponselnya.
Maka, dengan langkah cepat Jimin pergi meninggalkan Yoongi. Tak lupa, ia mengambil jaket serta dompetnya yang tergeletak di atas meja.
***
Jimin memutuskan untuk sedikit lebih lama di supermarket. Duduk di depan toko dengan segelas kopi dingin di depannya. Tangan mungilnya meraih cup kopi dan meminumnya.
Menghela napasnya sebelum akhirnya menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan. Mengapa hidup dan kisah cintanya tidak beruntung seperti ini.Ia hanya berharap dan terus berharap bahwa Yoongi menyadari perasaannya tanpa ia harus jujur. Namun, jika nanti Yoongi tahu perasaannya dan memilih untuk menjauhinya bagaimana? Ia masih belum sanggup jika harus berjauhan dengan Yoongi. Tidak apa harus merasa sakit dan sesak setiap hari asalkan ia berada dekat dengan Yoongi.
Kembali terdengar hembusan napas kasar, sepertinya begitu lelah.
"Kapan hidupku bahagia? Sekali saja, bisa tidak?" gumamnya yang bisa terdengar oleh sosok yang kini duduk manis di hadapannya.
"Bisa, asalkan kau membuang jauh rasa sakit itu," celetuk sosok yang kini menatapnya.
Jimin lantas mendongak, menatap sosok yang kini menatapnya tajam. Sedetik kemudian, ia tersenyum kecut dan mengalihkan tatapannya.
Sosok itu sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat pada meja, "Ji, mau sampai kapan bertahan dengan orang yang tidak pernah melihatmu?" Sosok itu begitu jengah dengan sikap Jimin yang seringakali mengabaikan dirinya jika sudah membahas perasaan Jimin.
![](https://img.wattpad.com/cover/360596897-288-k380465.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Friend
RomansaJimin hanya sebatas teman bagi Yoongi, tetapi Yoongi adalah sosok yang paling berarti bagi Jimin. Iya, Jimin menganggap Yoongi lebih dari teman, sedangkan pria itu akan selalu menganggapnya teman baik.