Sadewa menghela nafas lega setelah menuruni taksi yang sudah satu jam lebih setengah ia tumpangi. Pinggangnya terasa pegal karena terlalu lama duduk di pesawat.
Jarak bandara ke gedung apartemennya memang jauh. Belum lagi dengan kemacetan yang setiap hari terjadi di kota ini.
Sadewa menaiki lift menuju lantai paling atas alias penthouse. Tadinya Sadewa masih tinggal di apartemen biasa, sampai tahun lalu akhirnya dia mampu beli penthouse.
Saat memasuki area huniannya, Sadewa mengernyit melihat sendal motif bebek kuning di rak sepatunya. Sejak kapan dia beli sendal motif begini??
"Mbak, ini sendal siapa?" Tanya Sadewa pada salah satu pelayan yang lewat.
Si pelayan nampak kaget. Dia langsung membungkukkan badan memberi salam. "Saya kira Mas Sadewa pulangnya masih minggu depan. Itu sendalnya Kak Sera, Mas. Dia udah disini dari lima hari yang lalu."
"Hah?" Sadewa cengo. "Sera? Disini? Dimana dia sekarang?"
"Tadi saya liat masih di atas. Biasanya jam segini dia lagi mewarnai sambil nonton."
Sadewa langsung bergegas menuju lantai kedua, tempat dimana ruang bersantai berada. Sebenarnya dia ingin tertawa saat mendengar ternyata Sera sedang mewarnai.
Anak itu benar-benar melakukan hal yang dia suruh. Membayangkan Sera mewarnai sambil nonton saja udah membuat Sadewa cekikikan sendiri.
Saat berada di ujung tangga, Sadewa berbelok, dan dia langsung melihat punggung Sera yang sedang membelakanginya.
Benar kata si mbak, anak itu sedang mewarnai sambil nonton drakor. Krayon, pensil warna, dan spidol berserakan di atas meja. Dan ada segelas susu yang menemaninya.
Sadewa mengetuk kaca pembatas kemudian bersandar pada pembatas itu.
"Taruh aja mbak wafflenya."
Senyum Sadewa semakin melebar. Dia berjalan pelan-pelan, sebisa mungkin tidak membuat suara, kemudian bergerak cepat duduk di belakang Sera dan memeluk perutnya erat.
Sera tersentak kaget. Dia langsung menoleh dan semakin kaget melihat Sadewa ada di belakangnya sekarang.
Orang yang katanya ke Aussie cuma SEMINGGU, sekarang muncul setelah TIGA MINGGU. Dan tidak ada kabar sama sekali.
"Lo... lo ngapain disini?!" Tanya Sera kaget.
Sadewa mendelik. Dia terkekeh geli kemudian menyentil pelan kening Sera. "Gue yang harusnya nanya. Lo ngapain di rumah gue?"
Bukannya menjawab, Sera malah memalingkan wajahnya kemudian melanjutkan aktifitas mewarnainya. Dia menganggap Sadewa hanyalah angin lalu.
Sadewa yang melihat itu lantas terkekeh.
Sadewa bergeser sedikit ke samping, tapi masih memeluk pinggang Sera. Tubuhnya disandankan ke meja di depannya. "Sera, dijawab dong guenya." Katanya sambil menoel pipi gembil Sera.
Sera masih diam. Sibuk mewarnai.
"Sera,"
"Ais,"
"Adek,"
"Berisik!" Ketus Sera.
Sadewa rasanya ingin terus tersenyum hingga giginya kering karena tingkah Sera sekarang sangat sangat lucu di matanya. Malu-malu kucing, padahal aslinya mah kucing garong.
Sadewa mengambil paksa buku mewarnai itu dan membuat Sera berdecak kesal dan menggerutu karena tindakan Sadewa itu membuat pensil warnanya keluar garis.
"Coba gue liat," Sadewa membuka lembaran pertama. Matanya menelisik pada gambar yang sudah berwarna itu. "Hmm, ini bagus sih. Warnanya oke, kerapian oke, ada efek shadingnya juga. Yah, 8/10 lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
cliché
Fanfiction[sunsun] tentang sera yang tiba-tiba dilamar sama tetangga yang sekaligus merangkap sebagai teman kecilnya. emang takdir kadang selucu itu. • bxb. • slight heejake & jaywon. • (kinda) slowburn. • dldr.