22

2K 186 11
                                    

Sore ini Sera menyuruhnya untuk menjemput seseorang di sebuah gedung perusahaan ternama, entah apa maskudnya tapi Harsa menurut saja karena dia sudah berjanji ingin menuruti kemauannya.

Harsa menyandarkan dahinya pada kemudi mobil, helaan napas berat keluar dari bibirnya. Sebenarnya dia merasa tidak enak badan dan sepertinya itu disebabkan karena dia kurang tidur seminggu ini.

Pintu mobil dibuka, Harsa segera menegakkan badannya. Dahinya menekuk kala menyadari ternyata Jevian yang membuka pintu mobilnya.

"Eh?"

"Loh...?"

Keduanya saling tatap untuk beberapa saat sebelum akhirnya Jevian membuka suara, "lo... lo kok disini, bang?" Tanyanya kaget dan bingung sekaligus.

"Sera nyuruh gue buat jemput seseorang..." jawab Harsa yang sama-sama bingung juga. "Lo sendiri?"

"Gue disuruh Sadewa pulang bareng orang yang mobilnya plat mobil ini." Balas Jevian polos. Sesaat kemudian dia berdecak kala menyadari bahwa ternyata Sadewa sudah merencanakan ini.

Awalnya dia pikir Sadewa sedang berbaik hati mencarikan tumpangan untuknya. Ya memang dapet tumpangan sih, tapi kan Jevian gak espek kalau bakal dijemput Harsa.

"Gue naik ojol aja deh," kata Jevian.

"Eh, eh, jangan," tahan Harsa. "Gue udah janji sama Sera nganter lo balik dengan selamat, nanti dia ngambekin gue kalo gue ingkar janji."

Sejujurnya Harsa pur heran dengan tindakan adiknya itu. Apa Sera tau kalau dia dan Jevia sempat berpacaran dulu? Apa Sadewa yang memberitahunya? Tapi kalau memang tau, seharusnya dia sudah histeris sekarang.

Jevian menimang-nimang sejenak sebelum mengangguk pasrah. Dia duduk di kursi penumpang, kemudian mengernyit melihat wajah Harsa yang memerah.

"Lo sakit, bang?" Tanya Jevian.

Harsa menggeleng. "Enggak, kenapa?"

Jevian tiba-tiba menempelkan punggung tangannya ke pipi Harsa, dan hal itu membuat Harsa berjengit kaget.

Jevian pun ikut kaget, tapi karena dia merasakan suhu tubuh Harsa cukup panas sekarang. Bagaimana bisa pria itu mengendarai mobil saat sedang sakit begini?

"Lo sakit, bang!" Tukas Jevian. "Gantian, gantian, gue yang nyetir."

"Gue masih sanggup." Tolak Harsa.

"Gak, gue gak mau ya kalo amit- amit nanti kecelakaan di tengah jalan." Ketus Jevian. "Buruan turun!" Suruhnya galak.

Pada akhirnya, Jevian tetap mengemudi sendiri untuk pulang ke rumahnya. Ekspetasinya untuk pulang kerja dijemput supir sehingga dia bisa duduk santai di mobil pupus sudah.

Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan di antara mereka. Jevian yang fokus mengemudi dan Harsa yang merasa kepalanya semakin pening kalau berbicara.

"Itu Harsa bukan sih, mbak?" Bisik mommy Alice ke pelayan yang sejak awal di sampingnya diam-diam memperhatikan Jevian memapah seorang pria menuju kamarnya.

Si mbak membalas, "kayaknya iya bu, itu sulungnya anak bu Jane."

"Waaah..." mommy Alice terperangah tidak menyangka. Wanita itu buru-buru mengeluarkan hapenya dan menelfon seseorang. Di dering ketiga, telfon terangkat.

"Halo? Kenapa, jeng?"

"Jeng, kayaknya kita bakal besanan bentar lagi."


🪷🪷🪷


"Kak, mau jeruk."

"Bentar,"

Sadewa dengan telaten mengupasi kulit jeruk, sementara Sera duduk diam menunggu. Setelah selesai, dia memberikannya pada Sera dan dibalas senyuman lebar oleh anak itu.

clichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang