"ABAAAANGGGGGG!!!"
Teriakan Sera yang melengking itu menggema di penjuru rumah dan membuat seluruh ART berbondong-bondong menghampiri sumber suara. Entah kerjaan mereka lagi nyuci, nyapu, bersihin taman, atau masak, mereka semua keluar nyamperin Sera yang teriak dari pagar depan.
"Kenapa, dek?" Panik mbak Nina.
"Abang di rumah?" Tanya Sera dengan napas ngos-ngosan karena berlari dari pager ke pintu depan.
"Iy—"
"Abang disini."
Sera terkesiap mendengar suara itu. Dia menoleh ke arah belakang mbak Nina dan mendapati figur pria tinggi di depan tangga. Harsa berdiri di sana dengan senyuman jahil tersemat di wajahnya.
Astaga... sudah lama sekali Sera tidak melihatnya.
Air mata Sera langsung menggenang di pelupuk mata. Dengan cepat dia berlari menghampiri si abang lalu menerjangnya dengan pelukan hingga membuat pria itu jatuh terduduk.
"Aduuhh, dek! Pinggang abang udah jompo nih." Keluh Harsa seketika.
Sera tidak peduli dan malah menangis kencang di pelukan abangnya. Dia rindu sekali dengan sosoknya yang dulu sering ngajak main dan jajanin dia, tapi semua itu tidak lagi dia rasakan semenjak Harsa memutuskan buat kerja di Singapura.
Keputusan itu sangat mendadak, membuat Sera yang saat itu masih 17 tahun mogok bicara dengan abangnya seminggu. Barulah pas hari keberangkatan Harsa, Sera mau bicara, itupun diselingi nangis sesenggukan dulu.
"Kok gak bilang sih... huhuhuuuuu...."
Harsa tertawa sambil mengusap-usap punggung Sera yang bergetar, sesekali meringis karena Sera meremas bagian belakang bajunya kuat sekali sampai kuku panjang Sera terasa di kulitnya.
"Duh, masih cengeng ternyata dedek." Ujar Harsa tertawa pelan. Dia juga rindu sekali dengan adik semata wayangnya yang cengeng ini.
Beberapa menit kemudian tangisan Sera mereda, tetapi dia belum mau melepaskan Harsa, jadilah kini mereka duduk di sofa dengan Sera melukin Harsa dari samping seperti koala.
Oh iya, Sadewa, Julian, dan Jevian juga ada disini. Mereka hanya bisa maklum melihat tingkah Sera yang manja begitu.
"Toganya lepas dulu, dek." Kata Harsa.
Sera, dengan wajah sembab dan masih sesenggukan kecil, menggelengkan kepalanya. Kalau dia melepas toga, artinya dia melepas pelukannya dengan Harsa. Dia tidak mau. Sera takut nanti Harsa pergi lagi.
"Dek, lepas dulu, kepanasan nanti." Sadewa beranjak dari duduknya dan membantu Sera melepaskan toga. Tanpa dibilang 2 kali, Sera langsung melepas pelukannya dan menuruti ucapan Sadewa.
"Wah," Harsa berdecak kagum melihatnya. "Parah lebih nurut sama lo daripada sama gue."
"Iya lah, calon suami." Celetuk Julian. "Lagian lo pergi lama banget, bang. Gak ada tuh pulang kampung walaupun satu kali selama empat tahun."
Harsa terkekeh. "Ya maaf, sibuk banget gue. Sekarang udah resign kok."
"BENERAN?!" Sahut Sera syok. Bukan cuma dia yang syok, mereka semua yang ada disana ikutan syok. Padahal Harsa kelihatan sudah sangat betah disana, tapi kenapa tiba-tiba resign?
"Iya, dek. Kerjaan abang disana udah selesai, kan abang cuma ngerjain proyek besar doang." Balas Harsa. "Nanti abang mulai kerja sama papi biar papi gak ngomel mulu gara-gara gak ada yang mau gantiin posisinya."
"Lo pergi tiba-tiba, terus balik tiba-tiba juga, bang. Sekarang resign juga tiba-tiba." Celetuk Sadewa. "Abis ini apa? Tiba-tiba nikah?"
"Yeee itumah lo!" Seru Julian melempari Sadewa dengan kulit kacang. "Gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba ngelamar Sera. Mana Sera-nya mau-mau aja lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/365081609-288-k175103.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
cliché
Fanfic[sunsun] tentang sera yang tiba-tiba dilamar sama tetangga yang sekaligus merangkap sebagai teman kecilnya. emang takdir kadang selucu itu. • bxb. • slight heejake & jaywon. • (kinda) slowburn. • dldr.