14

1.5K 172 8
                                    

"ABAAAANGGGGGG!!!"

Teriakan Sera yang melengking itu membuat seluruh ART di rumahnya pada berbondong-bondong kaluar. Entah kerjaan mereka lagi nyuci, nyapu, ngepel, atau masak, mereka semua keluar nyamperin Sera yang teriak dari pagar depan.

"Kenapa, dek?" Panik mbak Nina.

"Abang di rumah?" Tanya Sera dengan napas ngos-ngosan karena berlari dari pager ke pintu depan.

"Iy—"

"Abang disini."

Sera terkesiap mendengar suara itu. Dia menoleh ke arah belakang mbak Nina. Harsa berdiri disana. Senyuman jahil tersemat di wajahnya. Harsa... sudah lama sekali dia tidak melihatnya.

Air mata Sera menggenang di pelupuk mata. Dengan cepat dia berlari menghampiri Harsa lalu menerjangnya dengan pelukan hingga membuat pria itu jatuh terduduk.

"Aduuhh, dek! Pinggang abang udah jompo nih." Keluh Harsa.

Sera tidak peduli dan malah menangis kencang di pelukan abangnya. Sera rindu sekali dengan sosoknya yang dulu sering ngajak main dan jajanin dia, tapi semua itu tidak lagi dia rasakan semenjak Harsa memutuskan buat kerja di Singapura.

Keputusan itu sangat mendadak, membuat Sera yang saat itu masih 17 tahun mogok bicara dengan abangnya seminggu. Barulah pas hari keberangkatan Harsa, Sera mau bicara, itupun diselingi nangis sesenggukan dulu.

"Kok gak bilang sih... huhuhuuuuu...."

Harsa tertwa sambil mengusap-usap punggung bergetar Sera. "Duh, masih cengeng ternyata dedek."

Beberapa menit kemudian, tangisan Sera mereda, tetapi dia belum mau melepaskan Harsa, jadilah kini mereka duduk di sofa dengan Sera melukin Harsa dari samping.

Oh iya, Sadewa, Julian, dan Jevian ada disini. Mereka cuma bisa maklum melihat tingkah Sera yang manja gitu.

"Toganya lepas dulu, dek." Kata Harsa.

Sera, dengan wajah sembab dan masih sesenggukan kecil, menggelengkan kepalanya. Kalau dia melepas toga, artinya dia melepas pelukannya dengan Harsa. Dia tidak mau. Sera takut nanti Harsa pergi lagi.

"Dek, lepas dulu, kepanasan nanti." Sadewa beranjak dari duduknya dan membantu Sera melepaskan toga. Tanpa dibilang 2 kali, Sera melepas pelukannya dan menuruti ucapan Sadewa.

"Wah," Harsa berdecak kagum melihatnya. "Parah lebih nurut sama lo daripada sama gue."

"Iya lah, calon suami." Celetuk Julian. "Lagian lo pergi lama banget, bang. Gak ada tuh pulang kampung walaupun satu kali selama empat tahun."

Harsa terkekeh. "Ya maaf, sibuk banget gue. Sekarang udah resign kok."

"BENERAN?!" Kata Sera syok. Bukan cuma dia yang syok, mereka semua yang ada disana ikutan syok. Padahal Harsa kelihatan sudah sangat betah disana, tapi kenapa tiba-tiba resign?

"Iya, dek. Kerjaan abang disana udah selesai, kan abang cuma ngerjain project besar doang." Balas Harsa. "Nanti abang mulai kerja sama papi biar papi gak ngomel mulu gara-gara gak ada yang mau gantiin posisinya."

"Lo pergi tiba-tiba, terus balik tiba-tiba juga, bang. Sekarang resign juga tiba-tiba." Celetuk Sadewa. "Abis ini apa? Tiba-tiba nikah?"

"Yeee itumah lo!" Seru Julian melempari Sadewa dengan kulit kacang. "Gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba ngelamar Sera. Mana Sera-nya mau-mau aja lagi."

Sadewa mendelik. "Lah, kami saling menyayangi, bro."

"Iya, Sera menyayangi duit duit lo." Balas Julian yang bikin Sera ngakak seketika.

clichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang