23

1.2K 140 4
                                    

Ketika matanya terbuka, Harsa termenung beberapa saat untuk menyadari bahwa dia bukan berada di kamarnya, atau salah satu kamar di rumahnya. Dia tidak bisa mengenali seluruh ornamen serta perabotan di kamar ini yang sangat tidak familiar.

Detik selanjutnya, Harsa langsung teringat bahwa beberapa waktu yang lalu dia tertidur pulas setelah Jevian memapahnya dan merebahkannya di atas kasur. Oh, jadi ini kamar Jevian.

Pupilnya bergulir ke kiri, ke arah meja belajar. Sebuah pegboard di depan meja itu menarik perhatiannya. Lebih tepatnya, sebuah kalung dengan bandul motif bintang yang menggantung di sana.

Harsa tidak memiliki masalah dengan matanya, karena itu dia langsung yakin bahwa kalung itu adalah kalung yang dia berikan pada Jevian sebelum mereka putus dan dirinya pergi ke Singapura. Jevian masih nyimpen kalung itu.

Cklek.

"Udah bangun?"

Pintu terbuka disusul Jevian masuk ke kamar membawa nampan berisi semangkuk bubur serta segelas air putih. Beruntung Harsa tertidur sampai 3 jam, Jevian jadi punya waktu banyak untuk menyiapkan bubur ini.

Saat Jevian meletakkan nampan itu ke atas nakas, Harda bangkit dari posisinya. Punggungnya disandarkan ke sandaran kasur dan matanya memperhatikan setiap gerak gerik Jevian.

"Gue bahkan gak punya tenaga buat ngomel," Jevian menghela napas, menatap tepat ke mata Harsa. "Lo ngapain aja sih? Perasaan lo di rumah doang, tapi kok bisa sampe sakit gini?"

Harsa terkekeh. "Emang orang yang di rumah doang gak boleh sakit?"

Jevian mendengus malas. "Dan kenapa juga sakitnya harus pas lagi sama gue?! Gue jadi repot kan ngurusin lo!" Dumalnya sambil mengaduk bubur. Dia ingat Harsa adalah tim bubur diaduk.

"Mana pacar lo? Suruh dia jemput lo nanti." Kata Jevian ketus.

"Gak ada."

"Bohong."

"Gue jujur."

"Terserah deh," Jevian menyodorkan semangkuk bubur yang sudah diaduk ke Harsa, "nih, makan. Abis itu pulang."

Alis Harsa terangkat. "Beli dimana tuh?"

Jevian mengernyit. Dia sedang tidak ingin marah-marah karena tau Harsa sedang sakit, tapi kenapa pertanyaan itu seolah mengejeknya? Seperti meragukan kemampuan memasaknya.

Jevian memang tidak bisa memasak karena itu dia bersyukur Harsa tidur lama jadi dia punya waktu banyak untuk menyiapkan bubur ini, bahkan bubur yang dia sodorkan ini adalah percobaan ketiga setelah dua kali gagal.

"Gue bikin sendiri!" Balas Jevian nyolot.

"Masa sih?" Mata Harsa menyipit curiga.

Jevian terperangah. Dia kembali meletakkan bubur itu di nampan dengan kasar. "Yaudah kalo gak mau!"

"Bercanda, bercanda," kekeh Harsa. "Gue makan, tapi suapin."

"Ogah."

"Je, tega lo sama orang sakit?" Harsa memasang wajah memelas, kemudian dia melirik tangannya yang terkulai lemas di sisi tubuhnya. "Tangan gue lemes banget, Je, nanti kalo gue makan sendiri, gue pegang mangkuk, terus tangan gue gak kuat, terus buburnya jatoh ke kasur, terus—"

"Aaa iya iya stop stop!!!" Sea Jevian cepat, yang mana membuat Harsa tersenyum puas.

Dengan perasaan gondok dan tidak ikhlas, Jevian mulai menyendokkan bubur itu ke mulut Harsa. Ingin rasanya dia melemparkan mangkuk itu ke wajah Harsa sekarang, apalagi saat melihatnya tersenyum puas.

clichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang