24

1.1K 142 8
                                    

Sadewa yang baru saja turun dari mobil mengernyitkan dahi kala melihat Jevian turun dari mobil. Dia melambai dan tersenyum lebar kepada si pengemudi sebelum mobil itu pergi menjauh.

Sadewa dapat melihat dengan jelas siapa pengemudi mobil itu. Orang yang tidak dia sangka-sangka.

Empat hari Jevian tidak bisa dihubungi karena dia bilang dirinya sibuk, padahal Sadewa dan Sera sudah menyiapkan rencana baru mengenai pendekatan Jevian dan Harsa.

Dan pagi ini Jevian menelponnya, mengatakan bahwa dia sudah tidak sibuk dan mengajaknya makan siang bersama di restoran langganan mereka sejak lama.

"Oh gitu, Je? Gini tabiat lo sama gue? Lo gak inget selama ini lo curhat sama siapa?" Ujar Sadewa sembari mereka berjalan masuk ke restoran tersebut.

Jevian memutar bola matanya malas. "Kalo aja Julian lagi gak sibuk mikirin kerjaan sama desakan nikah bundanya, gue juga ogah curhat sama lo."

"Seriously, Je? Lo baru aja dianter bang Harsa! And whats with the smile? That bright smile! Something definitely happened di hari dimana bang Harsa jemput lo kan?!" Tebak Sadewa.

Jevian menghela napas panjang. Sesuatu jelas sudah terjadi di hari dimana Harsa menjemputnya waktu itu dan wajar kalau Sadewa kaget saat tadi melihatnya diantar oleh Harsa.

Not to mention the smile, Sadewa jelas curiga karena selama ini Jevian selalu menatap Harsa dengan pandangan sinis dan wajah judesnya.

"Gue jelasin, tapi lo jangan motong." Kata Jevian.

Sadewa mengangguk cepat. Dia bisa membunuh waktu sembari menunggu makanan datang dengan mendengarkan penjelasan Jevian.

"Jadi gini..."

🪷🪷🪷

"What the fuck?! Lo udah tunangan?!!!"

Sera tidak bisa menahan rasa kagetnya melihat sebuah cincin melingkar di jari manis Juna. Jadi ini alasan kenapa Juna susah dihubungi belakangan ini? Wah, Sera benar-benar speechless.

"Ya... gitu...." Balas Juna seadanya.

"Lo gak ngundang gue?! Atau Noah?!"

"Bukannya gak mau, Ra," Juna menghela napas berat. "Lagian acaranya dadakan banget dan yang hadir cuma keluarga gue sama keluarganya kak Julian."

"Please, ceritain dari awal." Mohon Sera.

"Jadi kan gue awalnya gak mau dan kak Julian juga gak maksa, dia menghormati semua keputusan gue, tapi masalahnya ada di bunda. Bunda tuh ngebet banget gue ada ikatan sama kak Julian sampe kak Julian tuh sempet marah gara-gara bunda bikin gue down sama keinginan dia itu.

Terus gue juga kasian sama kak Julian lagi sibuk sama proyeknya dan didesak sama bunda, jadi gue tepaksa setuju buat tunangan. Kak Julian udah minta maaf ke gue berkali-kali soal itu, tapi gue bilang gak papa.

Lagian setelah gue pikirin mateng-mateng, kenapa gue harus nolak segitunya kan? Bunda selama ini pun udah baik banget sama gue, yang dia pengen cuma satu; gue terikat sama kak Julian karena dia pengen kak Julian nikahnya sama gue, bukan sama yang lain.

Jadi... ya gitu. Bunda juga udah janji gak bakal maksa gue sama kak Julian buat buru-buru nikah. Dia bilang, yang penting kami udah tunangan, itu aja. Dan rasanya... ya sama aja kayak pacaran sih, bedanya sekarang pake cincin."

Sera mengerucutkan bibirnya, mendadak sedih mendengar cerita Juna. "Aaaa Jujuuu... it's okay, everything is gonna be okay." Dia memeluk bahu Juna dari samping untuk menenangkan.

clichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang