"Pulang sana."
Sera total dibuat cemberut karena usiran Sadewa barusan. "Ih gue kan kangeennn!" Sungutnya dengan nada merengek. Biasanya sih ampuh bikin Sadewa luluh, tapi sepertinya tidak untuk kali ini.
Sadewa hanya diam dan fokus pada tab di pangkuannya, seperti tidak peduli dengan kehadiran Sera. Ditambah, dia barusan mengusir Sera. Hal yang Sadewa tidak pernah lakukan sebelumnya.
Sera duduk menyamping, bibirnya cemberut melihat Sadewa yang sibuk sendiri. Sesaat kemudian Sera mengambil paksa tab dari tangan Sadewa, lalu dia letakkan di pinggir sofa.
Sadea menukik alisnya. "Lo—"
Namun, kalimatnya tertahan saat Sera dengan kurang ajarnya naik ke atas pahanya dan duduk di pangkuannya. Kaki anak itu menekuk di kedua sisi tubuhnya.
Sadewa semakin tidak bisa berkata-kata saat tangan Sera melingkar di lehernya, membuat wajah mereka kini sangat dekat. God, i'm not your strongest soldier.
"Haaahh..." helaan napas panjang keluar dari bibir Sadewa bersamaan dengan punggungnya yang menyandar pada sofa. "Gue beneran bingung mau gimana lagi nanggepin tingkah agresif lo ini."
Sera masih cemberut "Kan bentar lagi nikah."
"Siapa tuh? Males gue mah nikah sama orang ngambekan."
"Ihh jangan gituuu," Sera kembali merengek, tapi kali ini matanya sudah berkaca-kaca bersiap untuk menangis. "Maaf... gue berusaha buat gak gampang ngambekan lagi...." Cicitnya.
Sadewa menaikkan alisnya. "Baru sekarang berusahanya?"
Di mata Sera, sekarang Sadewa sedang marah karena pria itu tidak pernah memasang wajah seserius ini semenjak mereka memiliki hubungan. Dan jujur saja, Sera takut.
"Kakak... maaf ya..." Sera menunduk, satu tetes air matanya jatuh mengenai kaos putih yang Sadewa kenakan.
Sadewa langsung menegakkan punggungnya. "Aduuhh, jangan nangis dong..." dia kelabakan sendiri. Padahal niatnya mau main-main, eh malah bikin anak orang nangis. "Gue bercanda doang, dek. Bercanda. Gak serius."
Sadewa menarik Sera ke dalam pelukannya dan mengelus punggungnya. Setelahnya, Sera menangis kencang di dadanya. Kencang sekali sampai sesenggukan. Sadewa jadi merasa bersalah.
"Udah, udah, gue kan bercanda, gak serius. Beneran, gak bohong."
"T-tapi muka lo serius banget..."
"Enggak, adek, bercanda doang itu. Maaf, gue kelewatan ya?"
Bugh. "Menurut lo aja!"
"Maaf, maaf, aduuh kok tambah kenceng?" Panik Sadewa. Tangannya tidak bergenti mengusap punggung Sera yang bergetar. "Gue kan pernah bilang gue terima lo apa adanya, termasuk sifat ngambekan lo itu."
"Gue ngira lo beneran marah tau!" Ujar Sera di sela tangisnya.
"Kaciannya," Sadewa menangkup wajah Sera dan mengusap pipinya yang memerah sudah banjir oleh air mata. "Maaf ya, gue kira lo bakal nanggepin dengan candaan juga, gue gak tau lo bakal kepikiran."
Sera masih sesenggukan dan Sadewa dengan pelan mengusap punggung serta mengelap air matanya.
"Duh, apa kata mami kalo tau anak bungsunya ngedatengin gue terus nangis kenceng gini?" Ujar Sadewa disela kegiatan mengelap air mata Sera dengan jempolnya.
"Gue gak suka dipingit." Kata Sera tiba-tiba.
Sadewa tersenyum. "Kenapa? Kangen ya?"
Tanpa diduga, Sera mengangguk. Sepertinya Sera memang sudah terbiasa dengan kehadiaran Sadewa mengisi hari-harinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/365081609-288-k175103.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
cliché
Fanfiction[sunsun] tentang sera yang tiba-tiba dilamar sama tetangga yang sekaligus merangkap sebagai teman kecilnya. emang takdir kadang selucu itu. • bxb. • slight heejake & jaywon. • (kinda) slowburn. • dldr.