17

1.7K 188 17
                                    

Sudah dua bulan terlewati semenjak kejadian Sera dibelikan mini cooper sebagai hadiah wisudanya oleh Sadewa. Hingga sekarang, Sera cuma luntang luntung di rumah menikmari hari-harinya sebagai pengangguran.

Sekarang Sera langi rebahan di atas kasur dengan tangan yang terangkat. Matanya menatap ke sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Yap, Sera sudah resmi bertunangan dengan Sadewa bulan lalu.

Terkadang, Sera sering berpikir, 'ini beneran gak sih gue mau nikah?' disaat dia tidak menyangka bahwa akan ada orang mau menikahi orang manja, boros, ngambekan, dan keras kepala seperti dirinya ini.

Saat sedang asik dengan lamunannya, tiba-tiba pintu kamarnya dibuka tanpa diketuk dahulu. Sera sudah mau marah, tetapi melihat Sadewa yang membuka pintu kamarnya, dia malah bingung.

Masalahnya ini hari kamis, hari kerja, masih jam 2 siang, artinya Sadewa jam segini harusnya masih di kantornya kan?

"Kok kesini?" Tanya Sera bingung.

"Hari ini cuma masuk setengah hari." Balas Sadewa sembari meletakkan tas belanja berisi beberapa makanan dan minuman ringan, "nih buat nyemil sambil nonton drakor."

Sadewa menggulung lengan kemejanya hingga siku, kemudian mengendurkan dasi serta membuka kancing atas kemejanya, tidak lupa rambutnya yang rapi itu disisir ke belakang.

Sera mengerjap. Pemandangan macam apa ini?!?!

Sadewa beralih duduk di pinggiran kasur Sera. Mereka berdua saling bertatapan untuk beberapa saat, sampai akhirnya Sera sadar bahwa Sadewa hari ini terlihat berbeda.

Wajahnya terlihat lebih... sendu.

"Lo gak papa?" Tanya Sera mendadak khawatir.

Bukannya menjawab, Sadewaa malah menghela napas panjang seperti melepaskan beban berat lewat helaan napas itu. Masih tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya.

Oh, Sera sepertinya paham.

"Mau peluk?" Tawar Sera. Tangannya sudah direntangkan, bibirnya tersenyum manis.

Melihat itu, Sadewa pun tanpa pikir panjang langsung masuk ke dalam dekapan hangat Sera. Kepalanya mendusal di ceruk leher Sera dan menghirup wangi manis yang sudah menjadi candunya itu.

Sepertinya Sadewa memang sedang ada masalah, tetapi dia terlalu lelah untuk menceritakannya, karena itu Sera langsung menawarkan pelukan untuk meringankan beban Sadewa.

Tangan Sera dengan telaten mengusap-usap bahu dan rambut Sadewa. "Capek banget ya?"

"Hmmm," Sadewa bergumam malas di ceruk lehernya, membuatnya seketika merinding. "Gue abis ribut sama papa."

"Loh? Kok bisa?"

"Biasa, masalah kerjaan. Apa yang gue pikir bagus buat perusahaan ternyata gak bagus di mata papa, makanya jadi ribut. Udah baikan, tapi energi gue jadi terkuras banget abis debat sama papa."

"Kaciaaannyaa," Sera menepuk-nepuk punggung Sadewa prihatin. "Tapi gak papa, yang penting udah baikan. Jangan marahan lama-lama sama orang tua."

Alah, Sera sok ngomong begitu lagaknya kayak dulu gak pernah ngambek 2 minggu sama papi sendiri cuma gara-gara papi ngerusakin action figure kesayangannya aja.

"Hmm, tau." Sadewa bergumam lagi.

Sera berdecak, menjauhkan kepalanya. "Jangan gumam gumam gitu ah, geli!"

clichéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang