Tiga Puluh Dua

28K 1.4K 1
                                    

Arya bangun lebih dulu, melirik jam pada layar ponselnya. Pukul lima lewat sedang ia akan melakukan pertemuan di kantor pukul sembilan. Belum lagi, keduanya harus mandi karena akan melakukan ibadah. Bergegas membersihkan diri, dibangunkannya Zayra yang masih mendengkur halus dibalik selimut.

Sama seperti dirinya yang agak terburu-buru setelah melihat jam, Zayra hampir jatuh tersandung selimut saat turun dari ranjang. Arya sudah siap dengan kemeja navy yang belum digantinya sejak kemarin.

Menunggu sang istri yang sedang mandi, ia memesan sarapan dan secangkir teh. Tidak menunggu lama hidangan sudah datang tapi yang sedang mandi masih belum kunjung menampakkan dirinya.

Arya sudah menghabiskan sepiring nasi goreng, istrinya baru muncul dari kamar mandi. Dilihatnya, ia seperti sedang mencari sesuatu.

"Mas Arya, itu aku hilang." Seketika Zayra bersuara.

"Apa?"

Bukannya menjawab, perempuan itu justru diam dengan matanya yang bergerak kesana kemari. "Terus gimana, dong?"

"Apa sih, Ra?"

Menundukkan kepalanya Zayra bercicit. "Celana dalam aku, nggak ada."

Mendengar itu, Arya langsung membuka selimut yang mereka pakai tidur semalam. Mencari sesuatu yang dimaksud di ranjang. Tidak ada di kasur. Ditengokkannya kepala pada bawah ranjang, serta bawah-bawah lemari, laci dan sebagainya. Lagi-lagi tidak ada. Kakinya dilangkahkan ke kamar mandi, mencari di dalam selimut yang tadi perempuan itu pakai untuk menutupi tubuh telanjangnya saat terbangun. Sesuai dugaannya, sesuatu yang dicari itu menyelip disana.

"Ini." Ucapnya seraya membawa celana dalam di tangannya.

"Ih, jangan dijinjing gitu, Mas!"

"Bukannya terima kasih aku bantu carikan."

"Terima kasih."

"Cepat pakai, terus makan, kita harus pulang, aku ada pertemuan di kantor jadi harus ganti pakaian."

Zayra gegas melakukan titah Arya. Ia sebetulnya masih mengantuk, karenanya ia tidak begitu bernafsu untuk menyuapkan nasi goreng dihadapannya sampai habis.

Arya sudah siap dengan tangannya yang tidak melepaskan gawainya barang satu detik. Melirik kearahnya seraya berkata, "Udah selesai?"

Ia menganggukkan saja kepalanya. Berdiri, menghampiri Arya yang sudah berdiri ingin membuka pintu. Tapi, ia memutar tubuhnya kembali, menuju nakas.

"Ngapain lagi, Ra?"

"Bunganya ketinggalan, Mas!"

*____*

Arya sudah pergi ke kantor sejak setengah jam yang lalu. Ia memutuskan untuk tidak pergi ke kafe. Karena dirinya sudah berniat untuk melakukan packing untuk pergi ke Jakarta esok lusa.

Acara kolaborasi berlangsung lusa, selama dua hari. Ia dan tim sudah menyewa sebuah rumah untuk menaruh segala barang bawaan serta untuk bermalam.

Awalnya Zayra berniat ingin berlama-lama di Jakarta, ia ingin mengunjungi ibu kos tersayangnya, teman-teman kosnya, juga berkunjung ke laundry Risti dan toko roti Lovita. Tapi, Arya tidak mengizinkan untuk bertemu dengan semua orang yang ia ingin temui. Arya hanya mengizinkan bertemu dengan ibu Wina, selaku ibu kos yang sangat ia sayangi. Arya bilang, ia tidak punya waktu berlama-lama untuk menemani dirinya bertemu kangen dengan teman-temannya. Pekerjaannya tentu akan sangat menumpuk setelah acara launching. Padahal, ia sendiri tidak masalah jika harus ditinggal di Jakarta seorang diri  tanpa harus ditemani.

Saat ini, ia sudah hampir selesai melakukan packing pakaian pada koper yang akan dibawa. Arya sudah memberi list baju apa saja yang ingin ia pakai di Jakarta nanti. Hal itu membuat dirinya tidak memerlukan waktu lama untuk memilih apa yang akan dibawa.

Begitu selesai, ia menaruh koper di pojok kamar. Lalu membereskan lemari yang jadi sedikit berantakan akibat ia tidak begitu benar saat mengambil baju. Tiba-tiba ponsel miliknya yang sedang ia charge berbunyi.

From: Arya

Bunganya buang, Ra. Aku lupa mau buang.

Tidak mau! Zayra tidak mau membuang bunga pemberian Arya. Apa apaan sih, laki-laki itu selalu berbuat seenaknya. Tapi ia tidak membalas demikian. Ia biarkan saja pesan Arya dengan tidak membalas apapun.

*___*

"Aku udah suruh buang bunganya, Ra, dari tadi pagi. Giliran udah busuk ribet sendiri, kan?" Arya mengoceh tak henti-henti usai pulang dari kantor.

Bunga itu semakin sore, semakin menghitam warnanya. Bahkan keluar ulat kecil. Ulat-ulat itu sudah merembet ke sepanjang meja tempat bunga itu diletakkan. Untung saja Arya pulang, ia sudah tidak berani untuk menyentuh bunga itu lagi.

Arya yang begitu datang dan langsung melihat bunga tiba-tiba saja naik pitam. Padahal alasan ia tidak membuang bunganya karena ia masih sangat terkesan atas pemberian bunga yang tidak pernah Arya lakukan sebelumnya.

Sudah dibuang bahkan tidak ada wujudnya pun, Arya masih tidak henti mengoceh. Mengatainya jorok, bebal dan tidak nurut. Lelah mendengar ocehan yang tak henti-henti, ia segera menyuapkan sesendok nasi dan lauk pada mulut laki-laki itu yang kini sudah mendudukkan diri di kursi makan.

"Dimakan Mas, mumpung masih hangat." Ia berbicara lembut dengan tambahan senyum anggun untuk menghentikan ocehan Arya.

Arya menatap sengit pada sang istri yang melakukan suapan nasi secara paksa.

"Enak, kan?" Zayra masih dalam mode merayu.

"Mau aku suapi lagi?" Tambahnya yang membuat Arya semakin sinis menatapnya.

"AKU BISA MAKAN SENDIRI!"

Zayra berjengit hingga menjatuhkan sendok yang berisi nasi ke piring hingga tercipta bunyi yang sangat kencang. Langsung saja ia menyodorkan piring yang sudah berisi hidangan lengkap pada Arya.

Mengalah, Zayra berkata, "Iya-iya, aku minta maaf. Lain kali aku bakal lebih nurut lagi."

"Telat! Tapi aku maafkan, dan perlu kamu tahu, salah satunya ulatnya mungkin udah ada yang jalan keliling rumah."

Zayra mencebikkan bibirnya, kalau pun ada yang jalan pastilah ulat itu akan langsung terinjak oleh tubuh besar Arya.

Memilih mengabaikan Arya yang sedang makan. Ia membuka ponselnya, melihat-lihat video di beranda salah satu aplikasi.

Matanya tertuju pada satu video yang menarik perhatiannya.

Darurat peran Ayah! Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara yang mengalami fatherless sedunia. Bagaimana ya? Punya Ayah, tapi masih butuh Ayah?

Arya yang sedang fokus pada makanan ikut mendengarkan isi informasi yang disampaikan pada video yang Zayra tonton.

"Kalau menurut kamu, karena apa?" Tanya Arya pada Zayra yang masih setia menatap pada layar handphone.

Sadar, pertanyaan yang dimaksud oleh Arya adalah soal video peran ayah yang sedang ramai diperbincangkan publik, ia menatap balik Arya.

"Banyak. Menurut aku diantaranya itu, kehilangan ayah akibat meninggal dunia di usia anak yang masih belia, pola asuh yang terkesan otoriter, perceraian orang tua, juga pekerjaan yang merenggangkan hubungan antara ayah dan anak."

"Kalau aku, menurut kamu aku bisa nggak melakukan peran ayah dengan baik?"

"Semua orang bisa meski nggak punya ilmunya, kalau kamu masih ragu, aku saranin kita nggak usah punya anak dulu kalau begitu."

Arya terdiam usai mendengar jawaban yang Zayra berikan.

Call It What You Want (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang