Empat Belas

29.4K 1.6K 12
                                    

Arya sedang mengotak-atik mobil kesayangannya di garasi saat Zayra menyodorkan handphone miliknya.

"Dari mantan tersayang kamu, nih." Perempuan itu berucap lalu berlalu dengan cepat demi tidak melihat respon Arya atas dering telepon yang menyala di layar handphone.

Arya tidak langsung mengangkat. Ia diamkan dulu beberapa menit hingga dering berhenti.

To: Raline

Ada perlu apa? Kirim pesan saja.

Nun jauh disana. Raline tengah berada di kursi megahnya yang sudah ia bangun bertahun-tahun bersama pujaan hatinya kala itu.

Laki-laki yang dulu menjadi sahabatnya mengabaikan teleponnya. Padahal dulu, ia seringkali menyuruhnya untuk melakukan panggilan telepon jika dirinya tidak dalam jangkauan penglihatan Raline.

Dunia cepat berubah. Sepertinya pernyataan itu bagi Raline mengandung banyak makna. Tidak butuh satu dekade ia kehilangan semuanya. Orang tersayang maksudnya.

Toko perhiasan megah sudah berdiri gagah di tengah kota ikonik benua Eropa. Namanya telah harum hampir di seluruh penjuru negeri, menyaingi nama sahabatnya, em, lebih tepatnya menyaingi nama calon suaminya dulu, Arya Pangestu. Ia telah merekrut banyak karyawan dengan kesejahteraan yang menjanjikan. Keberlimpahan harta telah ia genggam. Namun keberlimpahan kasih sayang naasnya telah Tuhan ambil.

Ada harga yang harus dibayar katanya. Seharusnya ia benar-benar berpikir matang sebelum melanjutkan karirnya dalam mendirikan toko perhiasan. Sudah begini, hidupnya bak ikan predator yang kelimpungan di lautan lepas. Ingin memakan tak tahu harus memakan yang mana, ingin berlindung tak tahu harus berlindung  dimana.

Jerih payahnya ia rasa sia-sia. Percuma ia belajar membuat perhiasan. Pulang pergi ke tempat kursus membuat perhiasan, dengan Arya yang siap mengantar jemputnya. Berkeliling memilih ruko untuk dibeli dengan Arya yang sigap bertanya-tanya pada pemilik ruko. Opini yang laki-laki itu berikan untuk segala desain yang ia buat, kini tidak berarti.

Ia betul-betul berharap bahwasanya Arya, seutuhnya akan bersamanya. Terus merangkulnya dalam mengelola toko dan menyemangatinya dalam menghadapi pelanggan. Semuanya sirna. Arya pergi meninggalkannya. Dengan alasan tidak mencintainya.

Tidak Cinta? Bahkan Raline rasa setelah semua yang mereka lewati seumur hidup bersama, mustahil jika laki-laki itu tidak cinta padanya, kan?

Tidak mungkin juga, laki-laki itu mengalami love at the first sight. Dengan perempuan selain dirinya. Dia tahu laki-laki itu. Bagaimana Arya yang tidak suka berdekatan dengan perempuan asing. Malas berinteraksi dengan perempuan yang lebih dulu mendekatinya. Jadi wajar saja, kan, jika dirinya berasumsi jika laki-laki itu sepertinya meninggalkan Raline bukan karena tidak cinta.

Laki-laki itu jelas mencintainya. Sangat jelas bahkan bukti cinta laki-laki itu telah terpampang menjadi bangunan yang berisi perhiasan mewah di dalamnya.

Arya tidak hanya sekedar menolongnya saat merintis karirnya. Semua itu karena laki-laki itu mencintainya, kan?

Balasan Arya dalam bentuk pesan dibacanya.

To: Arya Calon Suamiku

Aku kangen. Padahal baru beberapa hari yang lalu kita bertemu, ya?

Pekan ini teman lamaku yang di Jakarta mau melahirkan. Kemungkinan lusa aku mau terbang kesana untuk jenguk. Kalau aku mampir ke Malang, bertandang ke rumahmu keberatan nggak?

Pesan terkirim dan langsung dibaca oleh laki-laki yang sedang mendudukkan diri dikursi pengemudi.

Ia hanya membaca pesan tersebut. Tidak berniat membalas. Sejujurnya ia ingin memblokir nomor Raline. Namun hatinya merasa tidak enak kepada perempuan itu. Tapi bagaimana dengan Zayra?

Ia masuk ke dalam meninggalkan mobil yang ia rasa mesinnya baik-baik saja. Tidak tahu juga sih, mesin mobilnya baik atau tidak, Arya hanya menduga-duga. Sepertinya ia harus ke bengkel untuk memastikan. Ia melewati dapur, dilihatnya Zayra yang sedang sibuk menggunakan oven.

"Harum banget. Kamu lagi buat apa?"

"Enggak usah ngeledek. Kue bolen buatanku gosong. Gara-gara antar handphonemu tadi."

"Siapa yang ngeledek sih, emang harum kok. Mana coba aku lihat." Arya mendekatkan diri guna mengikuti langkah sang istri yang bolak-balik mengambil pisau dan piring.

Zayra dengan lihai mengambil bolen dari loyang untuk ditaruh pada piring kecil. Mengangkatnya dan diarahkannya pada Arya yang masih memelototi kue dalam loyang yang sedikit bewarna nyaris hitam.

"Selamat menikmati bolen gosong yang harum ini." Ujarnya yang diterima dengan baik oleh Arya.

Arya langsung menyuapkan kue tersebut. Tidak ada ekspresi yang aneh dari raut wajahnya.

"Enak, Ra. Cuma bagian yang agak hitam bisa disisihin soalnya agak pahit. Tapi kalau udah dimakan sebenarnya rasa pahitnya sedikit hilang, ketimpa sama rasa manis cokelat. Untung kamu kasih cokelatnya banyak sampai meleleh luber begini."

Zayra yang melihat sedikit penasaran. "Masa sih, enak?"

Arya memotong kue miliknya yang berada di hadapannya. Menyendokkan lalu ia suapkan pada Zayra yang masih sedikit kesal karena hasil karyanya gagal.

"Cobain."

Zayra menerima dengan baik suapan Arya. Merasai kenikmatan kue yang ia anggap gagal. Memang benar sih, ini masih enak.

"Enak, kan?" Arya memastikan.

Zayra langsung mengangguk-anggukkan kepalanya cepat karena mulutnya masih terisi penuh dengan kue.

Masih dalam perhatian Zayra bahwa laki-laki itu kini tengah mengambil dua kue bolen dalam loyang untuk dimasukkan ke dalam piring miliknya. Lalu pergi meninggalkannya yang Zayra rasa laki-laki itu akan menuju ruang tamu.

*___*

"Aku temani kamu belanja tapi kita pergi ke bengkel dulu, oke?"

Zayra menghela napas berulang-ulang. Ia hanya meminta ditemani belanja keperluan dapur tapi Arya memintanya ditemani ke bengkel terlebih dahulu. Ia kesal sekali. Pasalnya Arya selalu betah berlama-lama di bengkel.

"Enggak usah cemberut, kamu juga kalau belanja lama."

Zayra masih berdiri di pinggir mobil saat Arya sudah siap di kursi kemudi.

"Cepat naik. Kalau nggak aku tinggal, nih."

Zayra sudah menyamankan posisi di kursi penumpang depan. Tapi jelas hatinya masih dongkol abis.

Kedongkolannya itu bermula sejak bangun tidur pagi tadi. Ia sudah bersiap, memasak untuk sarapan, menyiapkan baju dan keperluan Arya ke kantor. Tapi sampai jam delapan Arya tidak juga bangun tidur meski sudah dibangunkan dengan berbagai cara. Ternyata apa? Laki-laki itu masih meliburkan diri untuk hari ini. Jelas-jelas tadi malam, ia mengatakan akan pergi ke kantor karena ada keperluan. Ck, benar-benar menyebalkan memang.

Setelahnya, Arya neminta maaf karena sudah berbohong dan berjanji akan mengabulkan apapun kemauannya. Ia langsung meminta untuk diantarkan ke supermarket karena bahan dapur sudah banyak yang habis. Arya menyetujui tapi kini lagi-lagi ia membuat kesal. Harusnya laki-laki itu tidak perlu ke bengkel.

Apakah Arya saat bersama Raline, sama menyebalkannya dengan saat bersamanya kini?

Call It What You Want (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang