Dua malam ia tidak tidur sekamar dengan Arya usai kejadian wallpaper malam itu. Dan, hari ini adalah hari keberangkatannya ke Jakarta. Sepertinya dirinya bangun agak siang dari Arya. Terdengar dari suara gaduh yang berasal dari dapur.
"Ra? Sebelum berangkat, kita makan dulu, ya. Aku buat nasi goreng sama telur mata sapi." Ucap Arya begitu melihat Zayra menuruni anak tangga.
Zayra diam saja. Namun tetap menikmati hidangan yang disajikan Arya.
Denting sendok kini tercipta dari alat makannya saja, karena Arya sudah lebih dulu menghabiskan nasi gorengnya. Laki-laki itu bergegas menaiki tangga, kemudian turun kembali dengan koper di tangan kanannya dan satchel bag miliknya yang disangkutkan pada bahu kirinya.
"Kamu cuma bawa tas ini, kan?" Tanya laki-laki itu dengan gerakan menunjukkan tasnya dengan matanya.
Zayra yang baru saja membereskan meja makan dan mencuci piring, langsung ingin mengambil tas yang dimaksud Arya. Tapi Arya bergerak tiba-tiba, membuat ia berdiri diam, menunggu laki-laki itu melakukan sesuatu.
Dilihatnya Arya mengambil botol minum untuk ia isi dengan air mineral dan mengambil beberapa cemilan di kulkas yang kemudian ia masukkan pada sebuah tote bag mini bewarna biru.
"Ayo keluar, kita tunggu taksi di teras aja. Aku udah pesan tadi."
Zayra masih belum mendapatkan tasnya, tapi ia menuruti Arya untuk keluar menunggu taksi.
Begitu pintu dibuka, taksi mereka tepat sekali datang. Zayra menunggu Arya yang berjalan dibelakangnya. Dilihatnya Arya mengunci pintu, ia berinisiatif membawa koper menuju taksi. Tapi tiba-tiba Arya mengambil alih koper yang baru beberapa meter ia seret. Melalui tatapannya, Arya menyuruhnya membuka pintu penumpang. Ia menurut, sambil memperhatikan Arya yang agaknya kerepotan karena membawa tas dan koper.
Perjalanan siap dimulai, Arya sudah duduk rapi disampingnya dengan memangku tas miliknya.
"Pak, tolong jalannya pelan-pelan aja. Kami flight sekitar jam sepuluhan, kok. Jadi, kami lagi nggak sedang terburu-buru." Ucap laki-laki itu.
*___*
Zayra berupaya memastikan timnya siap dan tidak ketinggalan apapun lewat pesan grupnya. Beberapa anggota tim kafenya sudah ada yang berangkat lebih dulu untuk memasang segala persiapan di sana.
Dari turun taksi tadi, hingga kini keduanya sudah berada di dalam pesawat, Arya masih berusaha menggenggam tangannya. Namun, karena hatinya masih agak nyeri karena tingkahnya, ia pura-pura memegang apapun yang bisa ia pegang, agar tangan Arya tidak bisa hinggap di tangannya.
Pesawat baru jalan beberapa menit tapi Arya sudah sibuk mengeluarkan cemilan dari tote bag yang ia bawa. Menyodorkan beberapa butir kacang favorit laki-laki itu padanya.
"Mau?"
Zayra menggeleng, menolak kacang favorit laki-laki itu yang biasanya selalu marah jika ia pinta, tapi kini justru menawarkan dengan sukarela padanya.
"Katanya kamu juga suka?" Arya masih mencoba menawarkan makanan favoritnya.
"Iya, tapi aku lagi nggak mau." Jawab Zayra dengan wajah yang ia edarkan ke jendela, untuk melihat pemandangan.
Terdengar suara bungkus makanan dibuka lagi. Dilihatnya Arya membuka cookies, lagi-lagi menyodorkan padanya.
"Cookies kesukaan kamu." Ucap laki-laki itu.
Ia tentu menggeleng lagi.
"Mau dengar musik? Aku bawa airpods, bisa kamu pakai kalau kamu mau."
Zayra menghela napas berat. Arya ini banyak bertanya dan memaksa sekali hari ini. Lagi-lagi ia menolak tawaran Arya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Call It What You Want (END)
RomansaMenjalani pernikahan yang menurut Zayra terlampau biasa-biasa saja membuatnya merasa jenuh. Apalagi dihadapkan dengan suami yang setiap kali berbicara selalu memancing emosinya. Tak pernah melakukan kekerasan, laki-laki itu hanya menjengkelkan bagi...