Zayra hari ini sibuk sekali merapatkan agenda kolaborasi yang diminta suaminya. Ia sibuk membuat konsep semenarik mungkin dan tentunya sesuai dengan apa yang perusahaan Arya inginkan.
Pendingin ruangan sepertinya agak menimbulkan hawa panas. Atau mungkin ia terlalu grogi dalam mengerjakan tugasnya kini. Ia sudah lama sekali tidak berhubungan dengan orang luar yang benar-benar diluar kenalannya. Saat ini ia harus menghadapi rekan kerja baru yang setiap saat mengirim pesan atau menelepon kepada timnya untuk saling bertanya jawab perihal kolaborasi ini. Kegiatan berbaur dengan orang baru itu sepertinya yang membuat rasa groginya kian bertambah.
Ia sebetulnya bukan orang yang mudah bergaul, tapi ia suka untuk bergaul. Mengerti kan, maksudnya? Temannya banyak, makanya kafe ini bisa berkembang pesat dalam tiga tahun terakhir. Hanya saja, ia cukup selektif sekali memilih teman yang benar-benar masuk ke dalam kategori teman karib. Seperti saat ini, ia mendapatkan pesan tiba-tiba dari teman karibnya yang pernah tinggal di kos yang sama dengannya saat ia bekerja di ibukota dulu.
From: Risti
Mbak Zayraaa!!!
Apa kabar???
Kafemu makin keren, ih!
Aku mau main ke kafemu 😩
Perempuan yang mengirim pesan padanya adalah Risti. Pemilik laundry ternama di daerah kosnya dulu. Saat ini karyawan laudrynya mungkin sudah puluhan lebih karena sudah membuka banyak cabang. Ia membalas pesan dengan semangat. Dirinya lumayan rindu dengan keceriwisan perempuan ini.
From: Risti
Aku mau pesan kopinya, bisa nggak, Mbak? Tapi nggak perlu dikirim kesini, kok.
Aku pesan kopi sama cookies, tapi tolong bagiin ke siapa aja yang membutuhkan. Aku mau merayakan ulang tahun aku. Tahun ini, Tuhan kasih keistimewaan banyak banget buatku, Mbak.
To: Risti
Tentu bisa pesan dong, Ris.
Kamu keren banget! Aku ikut senang dengarnya, selamat ulang tahun ya Risti-ku. Semoga sedekahmu bawa berkah. Terima kasih ya, sudah pesan ke kafeku. Aku akan secepat mungkin untuk selesaikan pesananmu ✨
Zayra gegas membagi tim untuk acara dadakan dari Risti. Ia menyudahi kirim pesan dengan teman karibnya itu dengan saling menyemangati antar pengusaha. Zayra senyum-senyum sendiri dibuatnya.
Risti ini, ia sudah memprediksi akan sukses seperti sekarang. Perempuan yang berani, gigih dan selalu all out jika mengerjakan sesuatu. Ia tidak akan aneh jika hari ini Risti menjadi orang nomor satu yang ibu-ibu cari guna membersihkan baju keluarganya.
Tim sudah dibagi, ia kembali lanjut mengerjakan pekerjaannya. Namun tiba-tiba dering teleponnya berbunyi.
Arya Suamiku is calling...
"Iya, Mas?"
"Kamu lagi di kafe, kah?"
"Iya."
"Nanti siang aku jemput, kita makan siang bareng."
"Kamu kan, udah aku buatkan bekal? Aku juga udah bawa bekal."
"Iya, tapi nanti kita makannya bareng."
"Aku ngikut deh, terserah."
"Oke."
Panggilan langsung diputuskan oleh Arya. Bagaimana sih Arya ini, tadi pagi ia tanya ingin makan siang bagaimana katanya tolong buatkan bekal saja nanti dia sibuk di kantor dan malas memesan makan, ditanya ingin bekal apa dia bilang terserah. Sekarang, seenaknya bilang ingin makan siang bersama padahal sudah dibuatkan bekal untuk dimakan di kantor.
Masalahnya Zayra itu jika makan siang bersama Arya ingin makan makanan yang menguras dompet Arya. Bukan makan siang dengan memakan bekal yang dibuat dirinya!
Terserah Arya sajalah!
"Cemberut terus, Bu Bos? Padahal kafe lagi enak ya Bu, lagi sibuk setelah beberapa minggu ini sepi nggak ada kegiatan." Pekerja bersih-bersih di kafenya bersuara.
"Iya. Tapi saya malah pusing, karena jadi terbiasa nggak banyak kerjaan kali, ya."
"Pusing, Bu? Minta jalan-jalan tipis ke Pak Bos, Bu. Kayaknya itu pusing karena kurang refreshing. Kemarin saya juga gitu, pusing banget kepala padahal kerjaan saya nggak yang berat-berat banget. Eh, diajak sama Pak Su keliling naik motor berduaan kayak lagi pacaran, langsung hilang tuh pusingnya."
Zayra terhenyak seketika. Jalan-jalan, ya? Agaknya Zayra sudah lama sekali tidak melakukan kegiatan itu.
Tapi mengajak Arya turut serta untuk jalan-jalan, sepertinya itu adalah hal yang buruk. Laki-laki itu pastilah akan mengatakan aku sibuk, kerjaanku lagi numpuk-numpuknya, atau yang paling sering diucapkan aku lagi malas, Ra.
Terakhir kali dan menjadi pertama kalinya mereka jalan-jalan bersama setelah hari pernikahan mereka. Arya masih mendapatkan cutinya. Hanya ke Bandung. Menginap di villa milik keluarga Arya. Itu pun hanya dua hari satu malam. Dan, tidak melakukan apa-apa karena keduanya masih terasa canggung.
Saat itu keduanya sampai larut malam karena terlalu sore berangkatnya. Tiba-tiba Bandung diguyur hujan. Untuk sampai ke villa, keduanya harus jalan beberapa meter dan itu melewati hujan dan angin kencang.
"Kamu nggak mau sharing payungmu, Mas?"
"Payungnya cuma cukup untuk satu orang aja, kamu pakai tangan aja buat lindungin ubun-ubunmu."
Zayra mendelik. Benarkah yang kemarin pagi menikahinya adalah orang itu.
Tak lama, keduanya sampai di kamar masing-masing. Tapi lagi-lagi Arya selalu mendapatkan yang enak-enak.
"Kamarku nggak ada selimutnya tau, Mas. Mau tukeran kamar nggak? Please..."
"No. Pakai jaketku kalau kedinginan. Atau kalau kamu berani ke rumah penjaga villa minta selimut."
Zayra kembali ke kamarnya dengan kaki yang dihentakkan ke lantai.
Ah! Ia tidak mau berlibur bersama Arya lagi! Laki-laki itu menyebalkan bukan main! Biar saja ia terlihat pusing dimata orang-orang. Ia harus bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah agar bisa jalan-jalan keluar negeri sekaligus seorang diri.
*___*
"Dimakan dong, Ra. Itu kan kamu yang buat, masa kamu sendiri nggak menghargai masakan kamu."
"Ini lagi aku makan!"
"Oseng toge paling enak yang pernah aku makan cuma buatan kamu, atau kamu bikinnya benar-benar niat, ya? Karena ingin melancarkan keinginan Mama untuk punya anak?"
"Hah?"
Arya menaikkan sebelah alisnya dan menarik bibirnya seolah menggodanya.
"Aku masak ini karena aku lagi pengen makan ini, ya! Bukan untuk promil atau lainnya."
Arya tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
"Tanpa harus promil atau sejenisnya, seharusnya Mama tahu sih, kalau anaknya ini mampu dan sangat bisa membuat tim kesebelasan beserta cheerleadernya."
"Mas Arya!"
Zayra tidak mengerti mengapa bahasan laki-laki itu malah kesana. Sesuatu pembahasan yang jarang sekali diangkat ketika berbincang berdua.
"So, besok bakalan masak toge lagi, nggak?"
"Iya! Karena kamu bilang enak, jadi akan aku masak terus masakan yang udah kamu bilang enak."
"Oke, berarti nggak akan lama lagi kita akan makan siang bertiga."
Tatapan Arya mengarah pada perut Zayra yang kini terbalut baju yang menjadi oleh-oleh Mama saat kepulangannya dari Jepang dengan cardigan hitam yang melapisinya.
Bersitatap dengan Arya usai laki-laki itu melihat kearah perutnya, ia memalingkan wajah. Kok, agaknya ia sedikit salah tingkah dilihat Arya seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Call It What You Want (END)
RomanceMenjalani pernikahan yang menurut Zayra terlampau biasa-biasa saja membuatnya merasa jenuh. Apalagi dihadapkan dengan suami yang setiap kali berbicara selalu memancing emosinya. Tak pernah melakukan kekerasan, laki-laki itu hanya menjengkelkan bagi...