Siapa dia?

2K 76 0
                                    

"Uang tanah abimu wes hampir habis gara² ngirim samean tiap bulan, nek wes ludes, samean ndang boyong nggolek kerjoan, ben nggak dadi beban keluarga ae"

Hanna sangat gusar mendengar penuturan bibinya, buddeh Fatimah yang saat ini mengirim Hanna dipondok. Pasalnya Sebelum meninggal, Abi Hanna berwasiat ke buddeh Fatimah, agar tanahnya yang disebelah utara rumahnya, dijual untuk biaya pendidikan Hanna.

"Tapi Hanna dereng khatam de"

"Wes, gausah ngenteni khatam toh, maringene lugure yo nang pawon, nggak kiro ngaji tok kan? Buddeh yo emmoh bandani mondokmu, buddeh yo nduwe anak 3, untung abimu mung nduwe anak siji, nek nduwe telu lah rugi aku"

Seperti biasa, kata kata buddehnya ini selalu sukses membuat hati Hanna terasa sakit.

"Hmmm..uangnya abi, Cukup damel berapa bulan buddeh? "

"Hanya satu bulan"

Hanna tertegun mendengar fakta itu, dia mengira masih bisa selama setengah tahun atau lebih, tapi nyatanya Sangat singkat.

"Inggih pun, mangke kulo nyobi matur teng bunyai"

"Iyo, yowes aku tak mulih.. Iku duwite ojok mbok entek²no.. Seng ngirit"

"Inggeh de"

Ya.. Begitulah, mungkin sebenarnya bibinya baik, tapi dia terkesan tajam mulutnya, dan sangat perhitungan.

*
*

Hanna menatap langit langit kamar dengan wajah yang amat sendu, dia tak bisa memejamkan mata sama sekali, memikirkan bagaimana cara berpamitan boyong kepada bunyai.

( Ya Allah, dospundi? Aku masih pingin hatam, belum kepikiran boyong, tapi aku juga ndak pingin ngrepotin bibi.. Terus gimana caranya aku sowan ke bunyai..
Ya Allah, tolong Hamba, Hamba tak tau lagi harus bersandar kepada siapa )

Hanna benar benar dibuat bingung oleh keadaannya saat ini, dia juga tak punya siapa siapa lagi untuk dijadikan tempat pulang.

( Ya Allah.. Aku nggak mungkin terus terusan egois kayak gini, benar kata buddeh, Beliau Juga punya anak yang harus disekolahkan..
Ya Allah, saya membulatkan tekad saya, saya hendak pamit boyong dateng bunyai. Menjadi seorang hafidzoh adalah takdir, tapi jalan hidup adalah pilihan.
Gusti... Mugi panjenengan ridho dateng keputusan Hamba )

Hanna benar benar memutuskan untuk mematuhi penuturan bibinya, dia memantapkan diri untuk pamit boyong ke bunyai besok pagi.

*
*

Sebagai seorang khoddam, Hanna sudah harus bangun pagi untuk memenuhi keperluan ndalem, terlihat sedang memasak lalu menyapu, dll. Setelah dia merasa selesai dengan pekerjaannya, dia bergegas sowan ke bunyai, yang kebetulan ada diruang tengah sedang menonton berita kebakaran disalah satu saluran TV.

"Nuwun sewu"

"Iyo Han.. Hanna
, liat di Banyuwangi terjadi kebakaran sampai 5 rumah gara gara puntung rokok dibuang sembarangan, duhh.. Aku kwatir loh, Habsyi biasanya buang puntung rokok sembarangan"

Hanna yang mempunyai tujuan lain bingung harus menjawab apa, pasalnya dia tak ingin berbincang tentang kebakaran, tapi inilah Hanna, yang selalu jadi tempat cerita bunyai, sekalipun ceritanya tak begitu penting, tapi entahlah, bunyai Aisyah sangat nyaman curhat terhadap Hanna.

"Mmmm.. Inggih bunyai"

"Hanna, aku pingin baksone pak Kardi, jaluk tulung tumbasno yoh.. Samean tumbaso pisan, iki duwite"

Bunyai memberikan uang 50rb kepada Hanna, tanpa banyak bicara, Hanna langsung bergegas membeli bakso pak Kardi yang ada diutara pondok.

( Ya Allah, bagaimana caranya saya matur ya Allah )

Hanna terus berjalan, hingga gerbang pondok, kemudian belok keutara. Tepat dipinggir jalan sebelah pondok, warung pak Kardi terlihat terbuka. Warungnya nampak ramai oleh pelanggan.

"Nuwun sewu, pak tumbas baksone 2 bungkus ngge, pentol jumbo"

"Enggeh, sampean rantos rumiyin nggeh, radi katah antreane"

Pak Kardi menjawab dengan tangan yang terus berkutat dengan bahan bahan bakso.

"Inggih pak, mboten nopo nopo"

Hanna duduk dipojok paling selatan, disitu mejanya kosong, karna yang lainnya sudah diisi pelanggan lain.

"Cewek"

Ucap seorang laki laki tinggi berambut pirang, hendak menggoda Hanna, Hanna yang tidak merasa terpanggil hanya diam tak menanggapi. Merasa tidak direspon, laki laki itu lantas mendatangi Hanna, dan duduk di kursi kosong samping Hanna.

"Hai cewek, sendirian aja"

Hanna merasa ada yang mengajaknya bicara, namun tak lantas menoleh, dia malah menunduk untuk menghindari pandangan dengan laki laki disampingnya.

"Ngaaa..punn..ten... Sinten nggeh?"

"Aku Zidan, pemuda paling tampan dikampung ini.... Hahaha"

Bukannya ingin membalas, Hanna malah ketakukan dengan lelaki Disampingnya ini. Hanna terus menggeser duduknya, menjauh dari lelaki itu.

"Samean namanya siapa?"

Ucap lelaki itu, sembari menyentuh dagu Hanna dengan jari telunjuknya.
Hanna semakin ketakukan, dia sangat risih dengan aksi kurang ajar lelaki disampingnya ini, Namun dia tak bisa berkutik.

"Hey, jawab!!"

Lelaki itu semakin keterlaluan, kali ini dia menyentuh paha Hanna, hingga Hanna berdiri dari tempatnya dan hendak menjauh.

"Mau kemana?"

Kali ini lelaki itu memegangi lengan Hanna, sangat erat dan Hanna tak mampu melepasnya.

"Lepasin!!!"

"Hey!!! Ojo kurang ajar.. Ndak sopan!!"

Ucap seorang laki laki berkopyah dan kemeja hitam, yang dari tadi memerhatikan aksi laki laki berambut pirang itu. Tatapannya begitu dingin.
Mendenger ucapan itu, Zidan menoleh dan langsung melepas genggamannya, lalu menunduk.

"Ambil pesanannya dan lekas pulang"

Titah laki laki berwajah dingin itu terhadap Hanna. Hanna lantas mendatangi pak Kardi meminta pesanannya duluan. Setelah mendapatkannya, Hanna bergegas pulang tanpa menoleh kepada siapapun yang berada diwarung itu.

( Siapa laki laki itu, kenapa pemuda bernama Zidan itu sangat Segan terhadapnya? )

TANDA CINTA BUNYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang