Hanna duduk dipinggiran ranjang. Dia termenung memikirkan Gus Habsyi yang terkesan bertingkah bar bar terhadap kakak iparnya sendiri.
( Apa maksudnya bersikap seperti itu? Bagaimana jika Gus Zein tahu? ).
"Kenapa?"
Pertanyaan Gus Zein membuyarkan lamunan Hanna.
"Mboten nopo'o gus"
( Tok tok tok )
"Masuk"
Knop pintu berbunyi, kemudian terbuka, disitu ada Laila yang membawakan baju untuk Hanna.
"Nuwun sewu gus"
"Iya masuk aja"
"Hannaa.. Samean kalo pakek ini nggak apa² kan?"
Laila menunjukan jubah berwarna cream terhadap Laila, modelnya terlihat sangat elegan. Laila sengaja memilihkan model itu terhadap Hanna, karna dia tau selera sahabatnya itu.
"Gapopo Lel, ini terlalu bagus malah"
"Hehe.. Iya Han.. Aku balik kekamar dulu ya"
Hanna menganggukkan kepala, sembari memandangi jubah Laila yang dipakai sekarang. Jubah Itu adalah jubah yang sama, yang Gus Habsyi pilihkan Untuk Hanna beberapa menit yang lalu.
"Oh.. Inggih gus, njenengan dereng cerita peristiwa warung pak Kardi loh, padahal wes tak hadiahi....."
Hanna menjeda ucapannya, karna malu untuk menyebutkan.
"Hadiahi apa?"
Hanna enggan menjawab.
"Hanna, hadiah apa?"
"Ciuman"
Gus Zein langsung senyum menggoda mendengar ucapan Hanna.
"Mau lagi?"
"Gus.. Tadi aku wes merelakan kesucian bibirku loh damel nyium njenengan"
7
"Iya iya.. Aku ceritain..
Yang saat itu kamu digodain sama cowok berambut pirang, sopo seng mbelani?"Hanna berfikir sejenak, kemudian dia menemukan titik terangnya. Pria berkopyah dan berkemeja hitam, dengan tatapan dingin. Yaa.. Itu Gus Zein.
"Ohhh.. Inggih gus.. Makanya kulo mboten asing kale wajah njenengan pas ketemu di ndalem waktu itu"
Gus Zein hanya mengangkat alisnya, kemudian kembali kesetelan awal. Seorang pria dingin.
"Zein, ayuk berangkat, tak tunggu dibawah yo"
Ucap bunyai dari luar pintu.
Hanna pun mengganti bajunya, dengan jubah warna cream dan pasmina berwarna hitam.
"Monggo gus"
Keduanya pun berjalan menuju garasi.
Dimobil sudah ada Abahyai sebagai sopir, dan bunyai disampingnya.
"Dek, aku dibelakang yo."
Ucap Gus Zein, kemudian menempati kursi paling belakang bersama Hanna, dan Gus Habsyi bersama Laila dibagian tengah.
"Mas.. Niki mau ke acaranya sinten?"
Tanya Laila terhadap Gus Habsyi dalam perjalanan.
"Ke acaranya mantenannya Ning Azimah, sayang.. Pernah tau nggak?"
"Dereng mas, masih jauh kah?"
"Nggak seberapa jauh.. Eh.. Kerudung samean gak lurus loh"
Ucap Gus Habsyi yang melihat kerudung Laila terlihat tak beraturan sudutnya. Kemudian Gus Habsyi membenahkan kerudung itu dengan sangat hati hati.
Dibelakang terlihat Hanna tengah memandangi adegan itu, kemudian mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Gus Zein yang menyadari hal itu lantas menggenggam tangan Hanna yang terasa hangat. Beliau seakan memberi saluran kekuatan ke dalam hati Hanna yang selalu rapuh ketika melihat adegan ini.
"Hanna?"
"Inggih gus?"
"Muroja'ah yuk, aku simak.. "
"Emmm.. Juz pinten Gus"
"Juz 16?"
"Kenapa juz 16 gus?"
"Entahlah.. Aku suka mendengar cerita Dzulkarnain"
"Gimana ceritanya Gus?"
"Kapan kapan aku ceritain, sekarang samean muroja'ah dulu"
"Bismillahirrohmanirrohim"
Hanna membaca Al Qur'an juz 16, sembari disimak oleh Gus Zein yang memang seorang penghafal Al Qur'an. Benar benar tenang. Hati Hanna yang tadi sempat rapuh, perlahan bersatu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Short StoryKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...