Hanna bahagia memandangi Ammar yang sudah terlihat lebih sehat, kulitnya tak lagi menguning, dan nafasnya tak lagi tersengal."Alhamdulillah nak, Kamu sudah sehat.. Abimu pasti seneng kalau tau ini, emmm.. Tapi abi mana yaaa.. Ammar tunggu disini ya, ummi mau cari abi dulu"
Ucapnya terhadap sang bayi yang tak mengerti ucapannya sama sekali.
Hanna kemudian keluar menyusuri lorong rumah sakit, berharap menemukan Gus Zein disana.
"Njenengan dimana toh gus"
Hanna pun memasuki ruang dokter, berharap Gus Zein ada disana tengah mengurusi administrasi.
"Dok, liat suami saya?"
Dokter itu tidak menjawab, dia seakan tak tega mengatakannya.
"Dokter"
"Suami Anda.. "
"Kemana dok"
"Mari ikut saya"
Dokter pun mengajaknya kesuatu ruangan yang hanya berisikan jenazah.
Hanna mengeryitkan dahi, lalu berhenti didepan pintu, karna merasa heran dengan tempat yang didatangi sang dokter.
"Dok, apa maksud dokter membawa saya ketempat ini? Saya ingin mencari suami saya"
"Mari, ikuti saja"
Kemudian dokter menuju tempat paling pojok, dan membuka kain penutup dari salah satu jenazah didepannya, yang tak lain adalah jenazah... Gus Zein.
Hanna terkejut bukan main, dia tak percaya dengan pemandangan didepannya ini.
"Gus.. Nggak mungkinn.. Nggak mungkin, gus jangan becanda gus"
Hanna menggoyangkan tubuh Gus Zein yang jelas takkan merespon apa apa.
"Gus, tolong jangan begini.. Kulo sayang njenengan gus, aku takut sendirian.. Mari kita besarkan Ammar sama sama gus"
Hanna terisak hebat menyaksikan sesuatu yang tak bisa dipercaya ini.
"Gus, njenengan becanda kan.. "
Jelas tak ada jawaban, wajah Gus Zein sudah memucat, dengan seulas senyum diwajahnya.
"Guuuuus, bangun gus... Bangunn.. Jangan begini, guyonan njenengan gak lucu gus"
"Gus, tadi njenengan masih ngobrol sama saya kok, nggak mungkin kan njenengan pergi.. Udah dong.. mpun ngeten gus.. Nggak lucuuu"
Hanna terus saja menggoyang tubuh Gus Zein yang sudah terbujur kaku itu.
"Sudah mbak, ikhlaskan saja.. Ini sudah takdirnya"
Ucap dokter itu.
"Tapi ini gak bisa dipercaya dok, tadi beliau masih sehat kok"
Dokter itu pun tak tega melihat Hanna yang sudah sangat kacau itu. Dokter itu pun menyerahkan secarik kertas terhadap Hanna.
"Mbak, anak Anda menderita penyakit gagal hati, dan tidak ada seorang pun yang mau mendonorkan hatinya.
Karna sudah tidak ada waktu lagi, jadi suamimu yang mendonorkan hatinya sendiri, dia bilang dia ingin anaknya selamat dan istrinya bahagia. Dan Sebelum pergi, almarhum menitipkan surat ini untuk Anda"Hanna pun membuka surat itu.
( Sayang.. Mungkin saat kau membaca surat ini.. Aku telah tiada..
Aku yakin saat ini dokter sudah menceritakannya padamu.
Sayang, aku titipkan hati ini pada anak kita. Aku berharap, kelak dia akan mencintaimu, melindungimu, menjagamu..
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
ContoKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...