Jalanan Kota Madiun, disinilah Gus Habsyi berada sekarang, dengan mobil Alphardnya, Gus Habsyi membelah jalanan kota itu, beliau memang sudah mengetahui kota dari bibinya Hanna itu, namun alamatnya tak seberapa detail, disitu hanya tertulis Bude Khodijah, Jl.Ranggalawe, Toko Jaya Laris, Kota Madiun.Beliau tak tau harus mencari dimana, sedang di google maps pun terdapat tiga alamat Jl.Ranggalawe dikota ini, dengan jarak tempuh yang berbeda dan saling berjauhan.
Sebelum Gus Habsyi sampai dikota ini, Beliau memang sudah berpamitan untuk bepergian dalam waktu yang lama, namun Beliau tak mengatakan jika tujuannya adalah mencari Hanna.
Karna merasa lelah, Gus Habsyi mampir disebuah warung yang ada dipinggir pasar gedde.
"Bu, es teh nggeh"
Sekilas Gus Habsyi berfikir, mungkin pencarian ini akan berlangsung agak lama, lalu jika beliau hari ini belum menemukannya, atau esok, atau lusa.. Atau bahkan satu bulan lagi, lalu dirinya akan tidur dimana?
( Kenapa aku tak memikirkan hal itu sama sekali? Hotel? tak mungkin, aku tak membawa banyak uang, lalu bagaimana? )
"Bu, disini ada lowongan pekerjaan kah?"
"Coba tanya di toko itu mas, sepertinya disitu memberikan pekerjaan untuk shift malam"
Penjaga warung itu menunjuk sebuah toko bangunan diseberang jalan.
( Shift malam? Emm.. Sepertinya itu ide bagus, ketika malam aku bekerja, dan siangnya mencari Hanna )
Setelah membayar pesanannya, Gus Habsyi melangkah ke toko yang dimaksud ibu tadi, Dan menghampiri seorang paruh baya bernama Pak Hadi, penjaga toko disitu.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam, ada yang bisa saya bantu"
"Ngapunten pak, apa disini membutuhkan tenaga kerja?"
"Ohh.. Iya mas, kebetulan pekerja saya sudah berhenti beberapa hari yang lalu, dan saya membutuhkan pekerja untuk malam saja"
"Kira kira jam berapa pak?"
"Setelah maghrib sampai jam 4 subuh"
( Hah? Kapan tidurnya?.. Ah.. Tak apalah, demi Hanna.. Yang penting aku menemukan tempat singgah )
"Saya siap pak, kira kira kapan saya bisa bekerja pak?"
"Nanti malam".
*
*
Setelah sholat maghrib, Gus Habsyi memindahkan keramik keramik yang yang hendak dijual ditoko.Disinilah pertama kalinya gus Habsyi bekerja. Beliau yang memang putra kyai, tak bisa lihai dalam mengerjakan pekerjaannya.
Lain lagi dengan Gus Zein, meskipun beliau putra kyai, tapi hidupnya dipondok adalah seorang khoddam, yang sudah terbiasa berkutat dengan pekerjaan pekerjaan berat.
"Mas, sampean ganteng, mobilnya mewah, masih gagah. Kalau dilihat lihat, sampean kayak anak orang kaya. Kok malah bingung cari kerja toh?"
Pak Hadi mempertanyakan penampilan Gus Habsyi yang memang tak seperti orang susah.
Bahkan beliau tak sempat menyiapkan jawaban untuk pertanyaan semacam ini.
"Emmm.. Iya pak, ini mobil temen saya.. Saya mencari kerja untuk membayar bunganya mobil yang saya pinjam ini"
Pak Hadi mengangguk percaya dengan alasan Gus Habsyi.
"Oooh, rumah samean dimana nak?"
"Sayaaa.. Dekat sini saja pak, jadi kalau pagi sampai sore saya pulang"
"Ooo, sudah punya istri?"
Pertanyaan ini benar benar Membuatnya merasa ter skak, pasalnya beliau tak ingin identitasnya diketahui orang sini, karna tujuannya hanya mencari Hanna.
( Ya Allah, hamba tak berniat berpisah dengan istri hamba, niat hamba hanya ingin menutupi identitas hamba )
"Belum pak"
"Oh.. Iya.. Dari tadi ngobrol saya belum tau namamu loh le, siapa namamu?"
"Faris pak"
Pak Hadi mengangguk dengan penjelasan Gus Habsyi yang tidak valid sama sekali.
Mungkin jika Gus Zein yang diposisi ini, beliau tak akan selihai Gus Habsyi berbicara dengan orang asing. Gus Zein yang memang sosok introvert parah, tak pandai berinteraksi dengan orang orang yang belum dikenalnya."Pak, niki keramiknya sudah keluar semua, sekarang nopo male pak?"
"Ya sekedar njaga toko, sama ngerapiin cat biar warnanya gak sulit dicari"
Gus Habsyi langsung paham dengan ucapan pak Hadi, beliau pun mengerjakan titah pak Hadi, meskipun tak seberapa lihai, tapi Beliau mengerjakannya dengan telaten.
Seorang pembeli datang, dengan sigap Gus Habsyi melayani pembeli itu.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Mas, gentengnya merk nopo mawon?"
( Genteng, dimana genteng )
Gus Habsyi melirik kanan kiri mencari keberadaan genteng itu.
( Itu dia )
Beliau melihat 4 jenis genteng yang terjejer rapi dengan berbagai merk.
"Niku bu"
Gus Habsyi mengantarkan pembeli untuk memilih genteng genteng itu.
"Yang kualitasnya paling bagus yang mana toh?"
( Waduh yang mana toh? Aku ndak pernah tau lagi )
"Sebentar ya.. "
Gus Habsyi mengambil daftar harga genteng, lalu melihat harga paling tinggi.
"Nah.. Ini bu, ini merk jaguar.. Ini terbuat dari bahan berkualitas tinggi, tanahnya ngambil dari gunung salak, tanah liat berkualitas, dan gak gampang hancur bu, pokoknya kalau ibu pakek ini, dijamin gak bakal kebocoran"
"Gitu ya.. Berapa mas?"
"1500 perbijinya"
"Saya ambil 300 biji mas yang ini"
"Gak kurang bu? Hati hati gak cukup loh"
"Hmm.. Iya ya.. 500 deh"
"Oke.. 1500x500 berarti ketemu tujuh ratus lima puluh nggeh bu"
"Iya mas, masnya masih baru ya, ganteng banget"
Ucap pembeli itu sembari menyerahkan tujuh lembar uang berwarna pink dan satu lembar berwarna biru.
"Hehe.. Terima kasih bu.. "
Sepeninggal pembeli itu, pak Hadi menghampiri Gus Habsyi.
"Faris, kamu udah terbiasa jualan toh?"
"Nggak pak.. "
"Kok lihai banget tadi saya lihat, sangat tau juga dengan kualitas genteng, ya.. Walau sebenarnya nggak ngambil dari gunung salak.. Hehe"
Gus Habsyi nyengir tak jelas menanggapi ucapan pak Hadi.
"Hehe.. Sebenarnya saya nggak tau pak, saya cuma lihat harga yang paling tinggi, jadi saya yakin itu yang paling berkualitas. Disitulah saya ngarang tentang komposisi gentengnya.. "
"Bagus, kamu cerdas sekali.. Sepertinya keberadaanmu bisa menarik pelanggan, udah ganteng, pandai berbicara lagi.. "
"Hehe.. Jangan gitu pak"
Gus Habsyi merasa tidak enak dengan pujiannya, karna memang tujuannya kesini bukan untuk bekerja ditoko ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Short StoryKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...