Kenapa belum pulang?

1.8K 91 0
                                    


"Laila ini udah hampir maghrib, apa nggak sebaiknya samean pulang"

Hanna tak enak dengan Gus Habsyi dan Laila yang seharian dirumahnya hanya untuk menemani Hanna.

"Gapapa Hanna, kan Gus Zein ngutus kita nemenin samean toh"

"Aku rapopo Lel, setelah ini Gus Zein pulang kok.. Lagian Gus Habsyi kan punya tugas ngajar toh setelah maghrib"

"Iyo seh.. Tapi samean beneran gapapa kan?"

"Rapopo Lel, Gus Zein muleh bar iki"

"Yawes, ma'af ya.. Gak bisa nemenin kamu sampek Gus Zein rawuh"

Hanna menganggukkan kepalanya.

Laila dan Gus Habsyi pun memutuskan untuk pulang.

Setelah sholat maghrib, Hanna berdandan untuk menyambut kedatangan sang suami, lalu membaca Ziyadah yang hendak disetorkan setelah isya'.

"Maa tasbiqu min ummatin ajalaha wa maa yas ta'khiruun"

Suaranya menggema memenuhi seisi ruangan.

( Allahu akbar Allahu akbar )

Hanna terkejut ketika mendengar suara adzan isya', dia melirik jam dinding yang menunjukkan angka 18.56.

"Kok sampai isya' nggeh.. Hmmm.. Mungkin sebentar lagi suamiku datang"

Meskipun mendengar suara adzan, Hanna tak lantas sholat. Dia hendak menunggu Gus Zein untuk sholat berjama'ah.

Sambil menunggu Gus Zein datang, dia melanjutkan muroja'ah juz 7 untuk menetralisir rasa gabutnya.

Tak lama kemudian, Hanna ketiduran menyandar ditepi ranjang dengan Alquran ditangannya.

*
*
Bunyi nyaring nyamuk membangunkan Hanna yang tertidur lelap ditepi ranjang. Hanna pun langsung terperanjat membuka matanya lebar lebar, namun Gus Zein masih tak terlihat batang hidungnya.

"Pukul 12 malam? Kenapa Gus Zein masih belum datang?"

Hanna berinisiatif mencari dilantai bawah, berharap Gus Zein ada disana. Namun nihil, tidak ada tanda tanda Gus Zein dilantai bawah.

"Ckk.. Kemana njenengan Gus, mungkin didapur"

Hanna mengecek dapurnya, namun tak ada siapa siapa disana.

Hanna pun mencoba mengecek diluar. Setelah membuka pintu, diluar hujan begitu deras, pondok pesantren pun sudah terlihat sangat sepi.

"Hujan? Dari tadi kah? Tapi kenapa aku tak menyadari? .. Gus dimana njenengan?"

Hanna benar benar khawatir, diluar hujan lebat, dan Gus Zein tak kunjung pulang.

"Ya Allah kemana Beliau"

Dia kembali masuk kedalam dan mencoba menonton tv untuk sedikit menghilangkan rasa cemasnya.

Namun dia hanya memencet mencet tombol remote tv itu. Sungguh tidak menyenangkan.

Dia kembali memencet tombol off pada remote tersebut, dan mondar mandir didepan tv.

"Ya Allah.. Harusnya njenengan sudah pulang gus..
Ya Allah semoga tidak apa apa dengan suami Hamba"

Tak lama kemudian, terdengar suara deru motor Gus Zein. Hanna yang merasa lega langsung membukakan pintu untuk Gus Zein.

"Gus"

Hanna langsung menghampiri Gus Zein yang sudah basah kuyup karna kehujanan.

"Bentar tak pundutke handuk nggeh"

Hanna berlari kelantai atas mengambil handuk dan sarung untuk Gus Zein yang sudah sangat kedinginan.

Gus Zein pun mengganti baju yang basah itu dengan sarung kering yang diberikan Hanna. Bibir dan tubuhnya bergetar hebat karna kedinginan.

"Ayuk ten dapur riyen gus, kulo damelaken wedang"

Gus Zein pun menurut dengan bibir yang terus bergetar. Gus Zein duduk disamping meja makan, dan Hanna memasak air.

Melihat suaminya kedinginan, dia kembali keatas untuk mengambilkan kaos dan jaket untuk Gus Zein.

Kemudian Hanna memakaikan kaos dan jaket itu ketubuh Gus Zein.

"Pun mendingan dinginnya gus?"

"Iya Hanna"

Gus Zein merasa terharu dengan kekhawatiran Hanna itu. Dia seakan melihat ada yang lain dengan sikap Hanna saat ini.

"Niki Gus, jahe biar anget badannya"

"He'emm.. Samean udah sholat?"

"Dereng gus, itu tadi pingin jama'ah nunggu njenengan, tak kirain mau pulang setelah maghrib beneran"

"Terus kamu nggak tidur sampek jam segini?"

"Iya, tapi tadi sempet ketiduran gus"

Gus Zein menatap Lekat kearah Hanna, lalu mengusap kepalanya yang tertutup kerudung.

"Hmmm.. Ma'af yaa.. Itu tadi gak kebagian tiket kereta, cari bus malam malam juga nggak ada. Jadi aku minta anterin salah satu santri Sarang ketempat penitipan motor. Eh motor ku kempes.. Yawes aku nambal ban dulu"

"Inggih gus, mboten nopo nopo.. Seng penting njenengan pun wangsul"

( Gus.. Sikap njenengan sangat jauh berbeda ketika kita sudah benar benar saling mengenal.. Bukan lagi Gus Zein yang dingin seperti batu, melainkan Gus Zein yang selalu memberi kehangatan disetiap tatapannya )

TANDA CINTA BUNYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang