Setelah acara akad yang kedua kalinya itu, Hanna kembali kekamarnya yang sudah sangat berantakan itu, dia kemudian merapikan kembali kamar yang sudah tak berbentuk itu.
"Duh Guus, njenengan ng-reog toh dikamar? Kok bisa kamarnya seberantakan ini?"
Hanna menggerutu menyaksikan kamarnya yang sudah berbentuk tak lebih dari kapal pecah itu.
Melihat Gus Zein sudah keluar dari kamar mandi, berganti dirinya yang memasuki kamar mandi itu untuk membersihkan diri.
"Sudah sholat?"
"Sampun Gus"
Hanna kemudian berbaring diranjang, disusul Gus Zein yang hendak memeluk tubuh istrinya itu.
Gus Zein merasa ada yang berbeda dengan bentuk tubuh Hanna.
( Agak gemukan kah? )
"Gus, kok bau njenengan bikin mual toh, Hueek"
Hanna menghempas lengan Gus Zein, lalu menutup mulutnya dan berlari kekamar mandi.
"Hah, aku nembe adus loh"
Gus Zein mencium bau tubuhnya yang masih segar itu.
Kemudian Gus Zein mengejar Hanna kekamar mandi hendak membantu memijat tengkuknya.
"Gus, jangan mendekat.. Aku tak tahan dengan bau njenengan.. Hueeek"
Sebenarnya mual Hanna sudah selesai, tapi ketika Gus Zein mendekatinya Hanna kembali memuntahkan isi perutnya.
"Tapi tubuhku wangi Hanna"
"Mboten semerrap gus, tapi aku rasa.. Hueeek"
Lagi lagi Hanna dibuat mual dengan bau tubuh suaminya itu.
Akhirnya Gus Zein pun menjauh dari Hanna, dan anehnya mualnya langsung berhenti.
( Kok bisa toh? )
Hanna pun berjalan menuju ranjang dengan diikuti Gus Zein dibelakangnya.
Hanna kembali membaringkan tubuhnya, disusul Gus Zein disampingnya.
"Gus, kenapa njenengan bau sekali?"
Kali ini Hanna tidak mual, tapi dia merasa Gus Zein masih tetap bau.
"Tapi aku sudah mandi Hanna"
"Tapi tetap saja bau Gus"
"Lalu, aku harus tidur dimana, depan tv?"
Hanna mengangguk, mengiyakan ucapan Gus Zein.
Akhirnya Gus Zein pun mengalah dan meninggalkan Hanna, tapi bukan kedepan tv, melainkan kepondok putra.
Beliau menanyakan bau tubuhnya terhadap para santrinya.
Namun semua santri memberikan jawaban yang sama "wangi" itu saja.
"Kok bisa toh, Hanna bilang aku bau"
Malam yang Beliau kira akan jadi malam terindah setelah masa mendudanya, menyatukan kembali raganya dengan raga Hanna, malah jadi malam apes bagi dirinya.
Karna bukannya tidur dikasur, malah tidur diantara para santri.
*
*"Hanna ndak ikut toh Zein?"
Tanya bunyai ketika Gus Zein berkunjung kerumah bunyai tanpa menggandeng Hanna seperti biasanya.
"Entahlah ummi, semenjak kembali dari perpisahan itu, Hanna tak mau dekat dekat dengan Zein lagi"
Pandangan Gus Zein terlihat lesuh, dia merasa kecewa dengan sikap Hanna saat ini
"Loh, Kok bisa?"
"Engge ummik, malah nggak mau dekat sama sekali.."
"Kok bisa gitu, jangan bilang kamu menyakitinya lagi?"
Bunyai terlihat geram, beliau bersiap untuk memarahi Gus Zein lagi. Karena tak dapat dipungkiri, Bunyai begitu menyayangi Hanna, bahkan lebih dari pada anaknya sendiri.
"Mboten mik, dia bilang....."
"Bilang opo?"
"Tubuh Zein bau"
Bunyai pun mendelik, lalu mengendus tubuh Gus Zein dari atas kebawah.
"Nopo toh mik?"
Gus Zein merasa risih dengan tingkah konyol bunyai yang mengendus liar tubuh umminya itu.
"Kamu wangi loh Zein"
"Entahlah ummi, tadi malem Zein tidur dikamar santri, dan Zein juga tanya bau tubuh Zein pada para santri, Para santri juga bilang kalau tubuh Zein wangi"
"Kok bisa toh, samean dibilang bau sama Hanna?"
"Entahlah.. Ketika aku mendekat, dia langsung mual"
Bunyai langsung tersenyum lebar mendengar ucapan Gus Zein, terlihat dari raut wajahnya beliau begitu sumringah.
"Kok malam senyum toh mik?"
"Jangan jangan.... "
"Nopo toh umik?"
Bunyai tak menjawab, beliau malah membisikkan sesuatu pada Gus Zein. Mendengar apa yang dibisikkan oleh bunyai, Gus Zein lantas mengangkat alisnya sebelah.
"Rumah sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Short StoryKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...