Selamat tinggal, Sayang

2.8K 52 1
                                    

Tiga minggu berlalu, Hanna dan Gus Zein tengah menimang putranya itu dibalkon rumah.

"Gus.. Kulit Ammar kian hari kok makin berwarna kuning nggeh gus"

"Emmm.. Kurang tau Hanna, mungkin emang tipe kulitnya"

"Tapi kayak mboten wajar gitu gus.. "

Gus Zein yang sudah mengetahui gejala itu, sudah tak tau harus beralasan apa lagi pada Hanna.

Tiba tiba saja Ammar menangis tanpa alasan, Hanna pun mencoba menyusui tapi Ammar tetap enggan untuk menyusu.

"Gus, gimana ini gus.. Ammar sudah beberapa hari kados ngeten, tiba tiba nangis dan tak mau disusui"

"Sebentar yaa.. "

Gus Zein pun meninggalkan Hanna dan mencoba menelpon pihak rumah sakit.

"Dokter, apa sudah menemukan pendonor"

"Sampai saat ini pihak rumah sakit belum mendapatkannya, bahkan kami sudah berusaha sekeras mungkin"

Ucap seseorang disebarang telepon.

Gus Zein terduduk dilantai dengan wajah yang benar benar lesu. .

"Ya Allah, harus bagaimana lagi.. Aku tak ingin melihat Hanna bersedih karna kehilangan putra kami, tolong hamba Ya Robb"

Beliau kembali ke balkon untuk melihat kondisi anaknya yang terus saja menangis.

"Sama abi ya Nakk.. "

Hanna pun memberikan anaknya kepada Gus Zein, dan beberapa saat kemudian Ammar kembali  tenang, dia tak lagi menangis.

"Maa Syaa Allah, udah gak sahabatan nih sama ummi.. Maunya cuma sama abiii.. Ummi nangis loh yaaa"

Ucap Hanna pura pura memelas.

"Jangan dong ummi, kasian abiiii, nanti abi kewalahan loh nenangin ummi sekaligus Ammar"

Ucap Gus Zein mengecilkan suara, seakan suara itu adalah suara seorang Ammar.

Hanna pun tertawa melihat tingkah Gus Zein yang terlihat lucu dan menggemaskan.

( Ya Allah, aku tak ingin lagi kehilangan tawa ini, aku tak ingin kehilangan kebahagiaan ini )

Batin Gus Zein kala melihat Hanna yang sangat bahagia saat ini.

"Gus.. Aku bahagiaaa sekali.. Kebahagiaanku begitu sempurna"

"Kenapa Sayang"

"Aku punya njenengan, dan Ammar.. Sekarang, lengkap sudah kebahagiaanku.. Dan asal njenengan tau.. Aku sangat mencintai njenengan.. Tapi.. "

"Kenapa Hanna? "

"Sekarang cintaku pada njenengan telah terbagi dengan laki laki lain"

Gus Zein pun mengernyit sembari tangannya terus menimang bayinya.

"Siapa lelaki itu.. "

"Ammar.. Hehe.. "

Wajahnya menggoda, Gus Zein ingin sekali mencubit pipinya itu, namun tangannya tak leluasa karna tengah menggendong anaknya.

***

  Kian hari tangis Ammar semakin tak terkendali, nafasnya tersengal, tubuhnya bertambah menguning.

Meskipun sudah Gus Zein yang menggendong, Ammar tetap saja seperti itu.

"Gus gimana ini, kulo kwatir banget gus"

Hanna benar benar panik, dia terus saja menimang Ammar yang tak kunjung tenang.

"Kita bawa kedokter aja ya"

Gus Zein pun tancap Gas menuju rumah sakit bersama Hanna, mereka benar benar Khawatir dengan kondisi anaknya saat ini.

Sesampainya dirumah sakit, Dokter langsung membawa Ammar kekamar pasien, yang diikuti oleh Hanna dan Gus Zein.

"Gus.. Saya ndak tega sama Ammar"

Hanna menangis menyaksikan kondisi anaknya yang memprihatinkan itu.

"Sabar Sayang.. Kamu yang kuat yahh, Minta sama Allah, agar Ammar senantiasa diberi kesehatan"

Setelah menenangkan Hanna, Gus Zein kemudian menuju ruangan dokter tanpa mengajak Hanna ke ruangan itu.

"Dok, apa belum ditemukan pendonornya?"

"Belum mas, karna memang transplantasi hati ini menyangkut nyawa, jadi seribu satu orang yang mau mengorbankan nyawanya untuk mendonorkan hatinya"

"Kira kira anak saya bisa bertahan sampai kapan dok?"

"Jika melihat kondisinya sekarang, sepertinya anak Anda tidak bisa sampai lusa"

Gus Zein menggelengkan kepala, kemudian terdiam sejenak.

( Ya Allah, sungguh.. Pikiran hamba sudah buntu, hamba tak menemukan jalan keluar lagi )

"Saya yang akan mendonorkan hati saya kepada anak saya dok"

"Hah? Anda serius? resikonya besar mas, Anda akan kehilangan nyawa Anda, bahkan hidup Anda"

Gus Zein memejamkan matanya, tak kuasa menahan cobaannya saat ini, yang mana beliau harus mempertaruhkan hidup dan matinya.

Beliau menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah jalan terbaik untuk kehidupan anaknya.

"Saya rela dok, demi anak saya dan kebahagiaan istri saya"

Dokter menarik nafas panjang, seakan ikut merasakan gundahnya seorang Gus Zein saat ini.

"Mas.. Kau hebat, Kau bahkan rela mengorbankan hidupmu demi keluargammu, Saya yakin surga sudah menunggumu mas"

Ucap dokter yang terkagum dengan pengorbanan Gus Zein.

"Tapi sebelum itu, saya ingin berpamitan pada istriku dulu dok"

Dokter hanya menganggukkan kepalanya, kemudian dengan langkah gontai Gus Zein menuju kamar pasien Ammar.

Terlihat Hanna tengah tertidur pulas disamping Ammar.

Gus Zein pun menghampirinya kemudian menggenggam tangan Hanna.

"Sayang, terimakasih untuk satu tahun ini, dari awal perkenalan kita..

Aku sangat mencintaimu Hanna,
sangat mencintaimu.. Aku ingin kau bahagia, bersama buah hati kita..
Sayang..
Aku harap kau mengerti tujuanku melakukan ini.. "

Gus Zein terisak, beliau menangis dengan suara yang tertahan. Beliau tak menyangka akan hidup bersama Hanna dengan jangka waktu sesingkat ini, mengingat perjuangan cintanya yang sangat tidak mudah.

"Hanna, ma'afkan aku.. Aku harus meninggalkanmu, semoga kamu ikhlas dengan kepergianku.. Ma'af.. Ma'af.. "

Gus Zein mencium kening Hanna yang tengah tenggelam dialam mimpinya. Kemudian mencium pipi kanan dan kirinya, lalu tangannya.

"Selamat tinggal sayang"..

**

Ada yang penasaran visualnya Gus Habsyi?
Kalau penasaran, tulis dikolom komentar yaaa.. 😊

TANDA CINTA BUNYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang