18+Hanna membuka mata, lalu memandangi tubuhnya yang sudah tak tertutup sehelai kain pun akibat kejadian semalam.
Dia baru melakukan sesuatu yang seharusnya telah dituntaskan dua bulan yang lalu. Disinilah dia merasa menjadi istri yang sesungguhnya.
Hanna mengambil pakaian yang sudah berkececeran dilantai, karna ulah Gus Zein yang seakan baru menemukan air ditengah gurun pasir tadi malam.
"Hmmhh.. Memalukan sekali"
Hanna bergumam, dia menertawakan dirinya sendiri membayangkan bagaimana ganasnya dirinya dan Gus Zein tadi malam.
Setelah selesai memakai pakaiannya, dia hendak kekamar mandi untuk membersihkan diri.
"Aduh.. Ssh.. Sakit"
Mendengar rintihan Hanna, lantas membuat Gus Zein terbangun.
"Kenapa Hanna"
"Sakit gus.. "
Gus Zein langsung terduduk mendengar keluhan Hanna.
"Apanya yang sakit?"
"Ssh.. Anu.. Itunya"
Gus Zein mengeryit tak paham dengan apa yang dikeluhkan Hanna. Hanna lantas kekamar mandi dengan cara berjalan yang agak lain.
Dia berjalan dengan posisi jarak kedua kaki yang agak melonggar.
Gus Zein masih tak paham dengan apa yang terjadi dengan Hanna. Beliau kemudian melirik ke bagian sprei yang terdapat beberapa bercak darah yang sudah mengering.
Disitulah Beliau sadar dengan apa yang tengah dirasakan oleh Hanna. Beliau tersenyum dan membayangkan terhadap apa yang telah dilakukannya bersama Hanna. Terkesan ganas, tapi sangat nikmat.
"Ma'afkan aku Hanna, aku hanya meluapkan gairah yang sudah beberapa bulan kutahan mati matian"
Gus Zein kemudian menyusul Hanna kekamar mandi, dan membuka paksa kamar mandi itu, hingga terpampang jelas tubuh Hanna yang tak tertutup apapun.
"Gus.. Kok dibuka toh"
Hanna menutupi bagian bagian sensitif pada tubuhnya.
"Bukankah tak boleh, seorang suami mandi besar menggunakan bekas mandi istrinya?"
Hanna terlihat menunduk membenarkan ucapan Gus Zein.
Gus Zein pun masuk kemudian menutup kamar mandi rapat rapat. Entahlah, apa yang mereka lakukan di dalam sana benar benar mandi, atau melanjutkan olahraga semalam?
*
*
Bau wangi masakan menyeruak keseluruh ruangan, ikan asin yang digoreng oleh Hanna menggugah selera orang orang sesisi rumah. Lain lagi dengan Gus Zein yang merasa terganggu dengan bau itu, hingga Beliau terbangun dari tidur lelapnya."Hmmmh.. Hanna, samean goreng apa toh, baunya amis banget"
Gus Zein terbangun dari tidurnya disisi meja makan, lantas menutup hidungnya karna bau ikan goreng yang menurutnya aneh.
"Loh.. Bukannya njenengan suka ikan ini toh?"
"Ikan apa?"
Gus Zein bangkit dari duduknya lalu memeriksa ikan yang tengah digoreng oleh Hanna.
"Ini ikan Asin Hanna.. Aku sukanya ikan pindang"
"Sami mawon gus"
"Gak sama Hanna"
"Sami gus"
"Hmm.. Serahlah.. Yang pasti lebih enak ikan pindang"
"Lebih enak ikan asin guuus, apalagi dimaem sama sambel pete.. Duh nikmatnyaaa"
"Diiihh.. Pete pait Hanna.. Gak suka"
"Lidah njenengan terlalu elit kadose gus, makanan senikmat itu dikata pait"
"Lebih nikmat yang kita lakukan tadi malem kayaknya deh"
Gus Zein menaik turun kan alisnya untuk menggoda seorang Hanna.
"Gus!!"
Hanna hanya memelototi suaminya itu.
"Kenapa, aku gak bohong kan?"
Wajah Hanna merona karna ucapan Gus Zein barusan.
"Hemmmm baunya sedap sekali, goreng apa toh nduk?"
Ucap bunyai yang tiba tiba datang menghampiri Hanna yang tengah memasak.
"Goreng ikan asin umik, umik suka?"
"Suka banget Han, opo maneh dimaem karo sambel pete"
"Tuh kan Gus, umik aja sependapat kale kulo, njenengan malah bertolak belakang"
Ucap Hanna terhadap Gus Zein yang masih menutup hidungnya.
"Emang beneran ikan asin nggak enak kok, apalagi Pete.. Baunya aja aku ndak bettah Hanna"
"Tuh umik mawon suka loh, kok bisa njenengan mboten"
"Pendirianku tetep, ikan asin itu nggak enak. Titik.."
Gus Zein kemudian meninggalkan Hanna dan bunyai karna tak bettah dengan bau ruangan yang didominasi ikan asin.
Bunyai hanya terkekeh melihat tingkah putranya itu.
"Hanna, samean hebat banget loh"
"Kenapa umik?"
"Kamu mampu meluluhkan seorang seperti Zein"
"Gus Zein kenapa Umik?"
"Zein itu tipe orang yang sangat dingin, nggak suka berdebat, Pendiriannya kokoh, nggak gampang cerita apapun kepada siapapun, sama umik sekali pun.. Zein iku nggak terbuka loh Han, beda sama Habsyi.. Tapi samean bisa menghangatkan orang sedingin suamimu itu, hebat sekali"
"Enggeh tah umik?"
"Iyo, buktinya.. Zein banyak bicara banget nek didepan samean"
Hanna tertegun, kemudian mengingat bagaimana seorang Gus Zein yang dulu seperti patung berjalan, sangat malas berbicara. Jarang mengeluarkan kata kata apapun.
"Dulu juga Beliau sangat irit suara umik"
"Siapa yang irit suara?"
Gus Zein tiba tiba kembali kedapur.
"Loh Zein, balik toh.. Tadi ke atas? Gak bisa jauh jauh dari Hanna ya?"
Goda bunyai didepan Hanna.
"Enggeh lah mik, kan dia istriku"
Hanna membelalakkan mata mendengar penuturan Gus Zein.
( Sejak kapan Gus Zein jadi bucin? )
"Hehe, yawees.. Aku ndak ngganggu samean.. Nanti kalo sudah mateng bilang ke aku ya".
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Short StoryKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...