Rumit

1.5K 53 1
                                    

Satu minggu Gus Habsyi bekerja disitu, tapi sudah mampu menarik banyak pelanggan. Jika biasanya pada malam hari toko pak Hadi begitu sepi, beda lagi dengan sekarang, banyak ibu ibu yang nenjadi pelanggan karna tertarik dengan ketampanan Gus Habsyi.

Dipagi hari seperti biasa, Gus Habsyi akan mencari keberadaan Hanna sesuai alamat yang didapatkan meskipun tak begitu detail.

"Ini Sudah Jl.Ranggalawe kedua, tapi aku tak menemukan Toko Jaya Laris sama sekali, bahkan tak ada yang mengenal Bibi Khodijah"

Jadi jika siang hari, Gus Habsyi akan beristirahat dimasjid hanya untuk melepas rasa penatnya.

Disisi lain, bunyai begitu menghawatirkan keberadaan putra dan menantunya yang tak kunjung pulang.

"Laila, suamimu kemana? Kok ndak pulang pulang, Zein nggak mungkin kan harus setiap hari pulang pergi hanya untuk mengajar didua pondok menggantikan Habsyi?"

Ucap bunyai resah karna Gus Habsyi yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Inggih ummi, beliau bilang masih lama, dan beliau juga tak memberitahu sampai kapan perginya beliau"

"Hemm.. Sudahlah Hanna menghilang tanpa kabar, sekarang Habsyi juga tak pulang pulang.. Makin resah aku nduk"

"Yang sabar ummi, aku juga belum tau keberadaan Hanna, Mas Zein belum menemukannya kah?"

"Zein sudah setiap hari keliling kota ini Laila, bahkan menanyakan kesatu persatu orang, tapi nihil"

Bunyai menitikkan air matanya, tak kuasa menahan risau yang selama ini ditahan dihadapan para santrinya.

"Assalamualaikum.. "

Gus Zein datang dengan langkah gontai menghampiri umminya.

"Gimana Zein?"

"Belum ada kabar Ummi"

Bunyai menyandar ke lengan kekar Gus Zein, kemudian mengusap punggungnya penuh kasih sayang.

"Yang sabar ya nak, sadarilah.. Ini memang kesalahanmu, jadi kau memang harus bertanggung jawab sepenuhnya dengan kesalahan fatal yang telah kau lakukan sendiri"

"Inggih ummi"

Bunyai benar benar resah dengan nasib putranya yang begitu miris ini, badannya bertambah kurus, penampilanya tak terurus, bagaikan bukan seorang Gus.

"Ummi.. Bagaimana Jika Hanna sudah menikah lagi?"

Bunyai mengernyitkan dahinya akibat pertanyaan Gus Zein yang terkesan nglantur.

"Kok bisa?"

"Dia sudah pasti selesai masa iddahnya ummi"

"Dia mencintaimu nak, tak mungkin segampang itu dia menerima lamaran orang lain"

"Tapi bukan tak mungkin kan, dia akan mencari kebahagiaan yang lain.. Karna dia sudah menganggapku terlalu kejam"

"Sstt.. Sudah sudah.. Serahkan semua kepada Allah ya.. Jangan berfikir yang tidak tidak, jika dia memang masih jodohmu, aku yakin Hanna akan kembali padamu"

"Tapi aku sangat mencintainya ummi, aku tak pernah mencintai perempuan seperti aku mencintai Hanna"

"Terimalah semua takdir Allah yang sudah dipersiapkan untukmu, jalani saja... Tapi bukan berarti kau tak berjuang untuk mendapatkannya lagi"

"Hemm.. Iya ummi.. Terima kasih"

***

Disebuah toko besar, Hanna mencatat harga harga barang yang baru saja dikirim dari pabriknya.

Setelah dirasa selesai, dia duduk dikursi yang memang disiapkan untuk penjual.

"Hanna.. "

"Inggih pak de.. "

"Apa kau tak ingin bersuami lagi nak?, sampai detik ini pun tak ada tanda tanda mantan suamimu mencari dirimu"

Hanna berpikir keras, Gus Zein memang tak mencarinya sama sekali. Mungkin memang Gus Zein sudah merasa muak dengan dirinya, karna kejadian salah faham waktu itu.

"Tapi aku masih mencintai beliau pak de"

"Untuk apa kau terus terusan memperjuangkan cintamu sendiri nak"

Benar sekali Hanna berfikir, Gus Zein sudah tak mencintainya lagi. Lalu untuk apa dia berjuang sendiri untuk mendapatkan cintanya kembali?

Dia memang masih trauma dengan rumah tangga yang menimpanya, tapi apa baik, jika terus terusan menumpang dirumah bibinya dan merepotkannya?

"Baiklah pak de.. Saya ngikut Panjenengan"

Dengan tegas Hanna mengambil keputusan itu, dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi dengan rumah tangganya untuk selanjutnya.

"Kamu tak ingin menentukan pilihanmu sendiri nak? Pak de tak enak jika harus memaksakan kehendak pakde padamu, sedangkan posisimu bukan lagi seorang gadis"

"Saya tidak mengenal siapapun disini pakde, jadi saya pasrahkan sepenuhnya dengan keputusan pakde"

"Baiklah, aku ingin menjodohkanmu dengan seorang pemuda, dia tampan, cerdas, walau secara ekonomi, dia bukan orang kaya, tapi dia sosok yang gigih dalam bekerja.. Namanya adalah Faris"

Hanna memejamkan matanya, menikah adalah hal yang memang pernah memberikannya sebuah kebahagiaan, tapi juga mengajarkannya tentang sebuah kesabaran.

Dia memantapkan hati, untuk siap menerima pernikahan yang isinya bukan hanya kebahagiaan, tapi berbagai macam pait manis ada didalamnya.

( Aku pernah mencintai Gus Habsyi,

Dan sebelum cinta itu sirna, aku sudah diperkenalkan dengan seseorang bersama Zein.. Suamiku sendiri,.. Atau mantan suamiku.. Aku pun berusaha mencintainya..

Dan disaat aku mulai mencintainya, lagi lagi hatiku dipaksa untuk mencintai seseorang bernama Faris..

Ini bukan lagi tentang menikah, tapi tentang cinta, cinta yang dipaksa untuk datang dan pergi begitu saja.

Kurang rumit apa kisah cintaku? )

TANDA CINTA BUNYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang