Mencari Petunjuk

1.7K 65 0
                                    

"Karna aku mencintainya mas..!!"

Gus Zein mendelik mendengar ucapan Gus Habsyi.

"Apa maksudmu Habsyi, dulu kau menyianyiakan cinta seorang Hanna, dan sekarang kau bilang kau mencintainya? Lucu sekali"

"Apa..?"

Lagi lagi Gus Habsyi mendengar Gus Zein mengatakan hal itu.

Gus Zein pun mengambil sorban dan surat yang disimpan rapat rapat oleh Hanna.

Dengan tangan yang bergetar Gus Habsyi membaca isi surat yang ditulis oleh Hanna untuknya.

( Ya Allah, kenapa jadi seperti ini? )

Beliau kembali melipat suratnya, dan membawanya keluar.

"Mau kemana kau"

Gus Habsyi menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Gus Zein.

"Aku yang akan mencari Hanna".

Dengan cepat Gus Habsyi mengendarai mobil abah yai yang kemarin dibawa oleh Gus Zein.

Beliau kerumah bibinya untuk menggali informasi tentang Hanna.

"Loh memangnya Hanna kemana gus?"

"Dia pergi entah kemana budde, mungkin budde punya informasi tentang saudaranya Hanna atau siapanya gitu"

"Kok bisa toh Hanna itu, pergi gak bilang bilang"

Tukas Bibi Fatimah yang geram dengan perilaku ponakannya karna dikira kabur dari rumah.

"Bukan salah Hanna Budde"

"Lalu??"

"Tak apa, budde punya informasinya?"

"Ooh, iya.. Hanna memang punya bibi, kakak ibunya.. Kalau saya kan saudara ayahnya Hanna"

"Dimana rumahnya budde?"

"Nah itu dia, aku nggak tau.. Soalnya ikut suaminya, yang tau cuma orang tua Hanna"

"Ckk"

Gus Habsyi merasa kecewa karna tak bisa menemukan informasi apapun tentang Hanna. Beliau pun pulang dengan tak mengorek sedikitpun petunjuk.

Disisi lain Gus Zein pun mencari Hanna dengan motor geddenya.

"Kemana kamu Hanna?"

Langit yang terlihat begitu mendung pun tak dipedulikan oleh Gus Zein, hingga hujan deras turun pun, Gus Zein tetep kekeh mencari Hanna hingga ke sudut kota.

Beliau lupa jika tubuhnya begitu rentan dengan air hujan.

Hingga ketika pulang, barulah Beliau sadar. Tubuhnya terasa panas dingin dan bersin terus menerus, kepalanya pun terasa sangat berat.

"Ya Allah, Hanna.. Kau kemana, aku rindu perhatianmu"

Kakinya bergetar, namun tetap berusaha menaiki anak tangga. Hingga ketika beliau mencoba membuka pintu kamar, matanya berkunang kunang, kepalanya pening, dan pandangannya gelap seketika, Beliau pingsan.

*
*

Setelah tiga bulan kepergian Hanna, ini pertama kalinya Gus Zein menginjakkan kaki kerumah bunyai.

Penampilannya benar benar kacau, tubuhnya bertambah kurus, brewok dan rambutnya bertambah panjang tak terurus.

Beliau masuk rumah dengan wajah yang benar benar lesu, menghampiri bunyai yang tengah berdzikir dibalkon rumah.

"Ummik.. "

"Apa kau sudah membawakan Hanna kemari?"

Ucap bunyai tanpa menoleh kerah Gus Zein.

"Belum ummik"

"Lalu untuk apa kau kesini Zein? bukankah aku sudah melarangmu kesini sebelum menemukan Hanna"

"Lalu kepada siapa aku akan mengadu umik?"

"Apa kau sudah menelponnya?"

"Nomornya tidak aktif ummi"

"Pulanglah.. Jangan menemuiku sebelum kau temukan keberadaannya"

Bukannya pergi, Gus Zein malah menghampiri Bunyai dan bersujud dihadapannya.

"Ummi.. Jangan biarkan aku seperti ini, selama beberapa hari kulo sakit ummi, bahkan aku tak mampu hanya untuk ke kamar mandi.
Dan, aku sudah kehilangan Hanna, apa aku harus kehilangan kasih sayang ummi juga?"

Bunyai pun terkejut melihat penampilan Gus Zein didepannya, terlihat begitu miris dan sangat tidak pantas disebut "Gus".

Melihat anak sulungnya sangat kacau, bunyai pun tak tega dan membawanya untuk berdiri.

"Baiklah, selama Hanna belum ditemukan.. Kau boleh disini, tapi bukan berarti aku memaafkanmu.. Kau harus tetap mencari Hanna, sampai ketemu"

"Iya, doakan kulo"

Disisi lain, Gus Habsyi bertanya tentang Hanna kepada istrinya.

"Emang Hanna gak bercerita apapun ke kamu?"

"Mboten mas, Hanna gak pernah cerita apa apa, dia memang sahabatku.. Tapi lebih tepatnya tempat curhatku, dia sendiri gak pernah cerita tentang kehidupannya"

( Ah.. Hanna.. Kenapa kamu tak bilang dari dulu kalau kau mencintaiku.. Sedangkan ummi juga pernah menyuruhku menikahimu )

"Lalu kepada siapa dia bercerita.. "

"Dia ndak pernah cerita mas, dia nggak punya teman selain aku.. Bahkan dia tak disukai teman lainnya karna kedekatannya dengan bunyai, hidupnya hanya seputar pojok loteng, dapur, dan ndalem.. Entahlah kalau curhatnya sama ummi, atau biasanya dia hanya menulis dibuku diarynya"

Gus Habsyi mengangguk, memang seingatnya, Hanna adalah santri yang paling dekat dengan umminya.

Beliaupun langsung menghampiri bunyai dan menanyakan informasi tentang Hanna.

"Loh jadi Hanna nggak pernah curhat ummi?"

"Nggak pernah nak, yang ada aku seng curhat.. Hanna mung jawab nggah nggih nggah nggih.. Pernah cuma sekali dia cerita tentang ekonomi keluarganya, itupun karna alasan dia disuruh mboyong sama bibinya"

( Hanna.. Kenapa kamu begitu tertutup? )

"Lalu ummi?"

"Bukankah dulu Hanna begitu dekat denganmu Habsyi?"

Gus Habsyi melempar ingatannya, iya.. Memang Hanna begitu dekat, namun sekedar Gus dan Khoddam, Gus Habsyi pun tak pernah peduli dengan kehidupan Hanna. Dan sekarang lah Gus Habsyi baru sadar, jika kedekatan itu yang membuatnya begitu nyaman bersama Hanna, sikap dewasa Hanna begitu sesuai dengan sifat Gus Habsyi yang terkesan manja saat itu.

"Inggih ummi, tapi Hanna tak pernah bercerita apapun"

"Lalu apa yang akan kau lakukan nak?"

"Aku akan mencari Hanna"

"Kenapa kau begitu peduli? Bahkan Zein masih terlihat trauma dengan kepergian Hanna, dia baru sembuh dari sakitnya akibat terlalu memikirkan kondisi Hanna"

"Yaa.. Biarlah Mas Zein istirahat ummi, aku yang akan mencarinya"

Yaa.. Sangat berbeda dengan Gus Zein, Gus Habsyi adalah manusia dengan ambisi yang super tinggi. Sekali lagi, jika menginginkan sesuatu, beliau akan sangat berambisi untuk mendapatkannya. Dengan berbagai cara dan mengerahkan seluruh kecerdasannya.

Akhirnya Gus Habsyi masuk kedalam mobil dan mengendarai mobilnya tanpa arah.

"Kemana lagi aku harus mencarimu Hanna.. "
Beliau memang cinta, tapi bukankah tak mungkin jika cinta itu terus menguasai dirinya?

"Jika saja dari dulu aku tau jika kau mencintaiku Hanna..  Ah.. Tapi aku menyukai Laila saat itu.. Akhhh.. Kemana kamu Hanna. "

Ditengah perjalanan, Gus Habsyi mengingat sesuatu.

"Buku diary!"

TANDA CINTA BUNYAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang