Dihalaman pondok putra, tenda pengantin berwarna hijau dan putih didirikan, kursi kursi berwarna hijau berjejer rapi.
Semua santri putra maupun putri sibuk dihari pernikahan Gus Habsyi dan Laila saat ini. Para tamu dari pihak mempelai putri pun telah datang. Gus Habsyi dan Laila telah duduk dipelaminan. Laila memakai gaun berwarna hijau botol, yang diserasikan dengan suasana hari ini."Untuk acara yang kedua, pembacaan ayat ayat suci Alquran, yang akan dibacakan oleh pihak mempelai putra"
Suara mc menggelegar, membacakan susunan acara siang hari ini.
Tak lama kemudian, Hanna keluar dari balik pintu ndalem, mengenakan jubah berwarna maroon yang bunyai berikan waktu itu, dengan setelan kerudung pasmina berwarna kuning emas, membuat Hanna terlihat sangat anggun hari ini.
Hanna pun duduk kursi yang telah disiapkan didepan pelaminan. Kemudian dia memulai tilawahnya dengan ucapan salam, dan membacakan surah Ar Rum ayat 21.
"Wa min ayaa tihiii an kholaqo lakum min anfusikum azwaja"
Ketika membacakan tilawah, sekuat tenaga Hanna menahan air mata yang terus memaksa untuk keluar.
( Ya Allah, kuatkan Hamba )
Dan akhirnya dia pun berhasil menahan air mata itu sampai pembacaan terakhir.
"Shodaqollahul 'adziim"
Setelah mengucapkan salam, dia langsung keluar dari acara itu, lalu berlari menuju pojok loteng seperti biasa, tempatnya menenangkan fikiran.
Disitu dia menumpahkan air matanya.
"Umi Abii.. Kenapa sesakit ini.. Kenapa aku harus punya rasa cinta jika harus berakhir seperti ini..
Umi Abi.. Aku butuh kalian, aku tak kuat menghadapi ini sendirian, aku butuh sandaran Ya Allah..
Apakah aku tak diizinkan bahagia Ya Allah,?
Aku tak salah kan, mencintainya?
Aku mencintai orang yang baik, tapi tak berhak kah aku mendapat yang baik itu?
Aku sudah berusaha menghapus cinta ini, tapi kenapa? Kenapa semakin menyiksa Ya Allah
Aku juga tak tau kenapa aku mencintainya, yang bahkan aku tak sadar aku siapa dan mencintai siapa
Umi, Abii.. Aku rindu sebuah kebahagiaan, aku rindu kehangatan.. Tidakkah njenengan ingin kembali hanya untuk mendengar keluhku, sebentar saja.. Aku janji umi abi..
Aku tak tau harus memeluk siapa ketika dalam kondisi seperti, aku benar benar rapuh.. Bahkan tak ada satu pun orang yang mengerti bagaimana hancurnya aku saat ini"
Tangisnya sangat pilu.
Dari arah timur loteng, terlihat Gus Zein sedang memerhatikan Hanna yang tengah menangis, dan Beliau juga mendengarkan segala ucapan Hanna. Hanna memang tak menyebutkan siapa yang sedang dia cintai, tapi Gus Zein seakan tau arah pembicaraan Hanna.
Setelah dirasa cukup lama, Gus Zein pun kembali ke acara pernikahan adiknya.
Gus Zein sejenak memerhatikan Gus Habsyi yang terlihat bersenda gurau dengan Laila diatas pelaminan.
( Habsyi, ada yang sakit atas kebahagiaanmu ini )
Gus Zein bergumam. Lalu beranjak ke kekamarnya.
*
*
Pada malam harinya, sisa sisa acara masih terasa, para santri masih sibuk bersih bersih ndalem dan halaman pondok putra.Gus Zein menemui bunyai yang terlihat selonjoran sedang memijit kakinya diruang tengah.
"Umik"
"Iya nak"
"Rencananya, umik badhe jodohaken kulo kale sinten?"
"Kamu benar² ingin tahu?"
"Inggih mik"
"Dia seorang anak yatim piatu, perempuan hebat, kuat, sosok yang ikhlas ketika berkhidmah.. Namanya Hanna Qutrotunnada.
Dia tak punya siapa siapa. Aku fikir, samean lah yang bisa menjaganya nak, sayangi dia jika suatu hari dia sudah jadi milikmu""Bisa tunjukan orangnya Mik?"
"Seng qiroat iku mau"
Gus Zein terkejut mendengarnya. Dia mengingat, perempuan yang tadi membacakan tilawah, adalah perempuan yang menangis diloteng usai pembacaan tilawah itu.
( Perempuan yang tadi diloteng kan? Bukankah perempuan itu menyukai Habsyi )
"Tapi lare niku mboten demen kulo mik"
"Dari mana kamu tau?..
Nak, cinta itu bisa datang ketika kalian sudah bersama"Gus Zein berfikir sejenak. Lalu memberikan keputusan.
"Baiklah.. Kulo pingin menikahi dia secepatnya mik"
"Loh.. Jare nduweni urusan pondok?"
"Kulo saget mindah tugas teng rencang kulo mik, yang penting kulo nikah riyen"
"Kok kamu bisa berubah pikiran secepat ini toh nak, apa gara gara ngeliat acara pernikahan Habsyi iku mau, kamu jadi pengen?"
Gus Zein pun tertawa mendengarkan ucapan bunyai.
"Nggeh mboten lah mik, kulo cuma pingin segera mengganti peran orang tuanya perempuan bernama Hanna niku"
Bunyai Hanna tersenyum mendengar penuturan anak pertamanya itu, dia benar benar dewasa, sosok yang bertanggung jawab.
"Kapan kamu hendak menikahinya nak?"
"Besok"
Bunyai membelalakkan mata mendengar penuturan Gus Zein yang terkesan tiba tiba itu.
( Aku hanya ingin bertanggung jawab atas cinta yang tak sengaja Habsyi letakkan dihatimu, aku hanya tak ingin kamu berlama lama terlarut dalam cintamu, aku harap, aku bisa menjadi alasanmu berbahagia setelah ini, Hanna )
*
*
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur"Dengan lantang Gus Zein melantunkan akadnya dihadapan penghulu, Abahyai, dan wali wakil nikah Hanna, karna memang tak ada dari keluarga Hanna yang bisa dijadikan wali nikah, pengganti dari ayahnya Hanna.
Dikamar atas, Hanna dan bunyai tengah berdua.
Dengan dandanan yang sangat natural, Hanna akan menyambut suaminya.
( Ya Allah, bukankan ini terlalu mendadak, bahkan aku tak tau bagaimana rupa, dan siapa suamiku, aku tak punya persiapan apapun untuk menyambutnya )
"Nduk, inilah hadiah yang saya maksud waktu itu.. "
"Pernikahan bunyai?"
"Bukan, hadiahnya adalah suamimu sendiri. Aku berikan ini, sebagai tanda cintaku untukmu Hanna, karna pengabdianmu kepondok, ke ndalem.. Karna ke ikhlasanmu nak"
"Tapi pengabdian dalem hanya sebatas ini bunyai"
"Kamu sudah lama mengabdi nduk, sudah saatnya kamu berbahagia..
Saya harap, kamu menerima hadiah ini ya.. Mungkin kamu belum menyukai nya saat ini, tapi suatu hari, kalian akan saling mencintai""Inggih bunyai, matur sembah nuwun"
Bunyai tersenyum. Tak lama kemudian, pintu diketuk, lalu dibuka.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Hanya bunyai yang menjawab salamnya, sedangkan Hanna, dia hanya menganga melihat siapa yang datang saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANDA CINTA BUNYAI
Short StoryKisah ini menceritakan tentang kisah seorang santri bernama Hanna yang mengagumi Gusnya. Namun apalah daya, kekaguman, bahkan rasa cintanya terpaksa harus dibuang jauh jauh ketika tahu jika ternyata Gusnya diam diam menyukai Sahabat karib Hanna sen...